Sabtu, 14 Juni 2014

strategi Pendidikan menurut Imam al-ghazali



STRATEGI PENDIDIKAN IMAM Al-Ghazali DALAM MEMBANGKITKAN PERADABAN ISLAM
Oleh: Kholili Hasib

Imam al-Ghazali memiliki peran penting dalam memperbaiki pendidikan dan ilmu pada masa berkecamuknya perang Salib I, dimana kaum Muslimin mengalami kekalahan. Kritik utama yang diajukan oleh Imam al-Ghazali pada waktu itu adalah tersebarnya penyakit-penyakit hati yang menyerang ulama dan pelajar. Akibatnya mereka menjadi lemah dan tidak mampu menahan tantangan dari luar.
Strategi dilakukan oleh Imam al-Ghazali dengan cara membangun kekuatan ilmu. Beliau menulis kitab berjudul “Ihya’ Ulumuddin” yang berarti menghidupkan ilmu-ilmu agama.
Pendidikan pada zaman melemahnya umat Islam itu, menurutnya, lebih mementingkan bagaimana mengeluarkan alumni-alumni yang siap menjadi pegawai pemerintahan yang bisa ditempatkan pada pos-pos tertentu seperti menjadi hakim, pegawai perwakafan dan lain-lain. Lalu, Imam al-Ghazali melontarkan kritik sistem tersebut yang terlalu mementingkan materialistik dan mengabaikan pembentukan ulama akhirat.
Maka, ia berupaya merumuskan sistem yang baik yang diharapkan dapat mencetak ulama-ulama akhirat yang mampu memperjuangkan tujuan-tujuan agama dan mengusung misi amar ma’ruf nahi munkar.  Ia membangun madrasah sekembalinya keliling ke negeri Syam, dan Irak.
Majid Irsan al-Kilani dalam buku Hakadza Dzahara Jil Shalahuddin wa Hakadza ‘Adat al-Quds (edisi Indonesia Misteri Masa Kelam Islam dan Kemenangan Perang Salib, Kalam Aulia Mediatama: 2007), menulis ringkasan strategi-strategi imam al-Ghazali dalam memperbaiki pendidikan Islam. Di antaranya:
  1. Filsafat Pendidikan
Pendidikan Islam harus mendasarkan pada fislafat pendidikan yang benar. Landasan yang mendari filsafat pendidikan al-Ghazali adalah mewujudkan kebahagiaan manusia. Kebahagiaan yang dimaksud adalah kebahagiaan akhirat karena sifatnya yang holistik dan mencakup sesuatu yang diinginkan. Tujuan pendidikan adalah meraih kebahagiaan akhirat. Kebahagiaan tersebut dapat diraih jika tersedia ilmu dan amal. Karena keberadaan ilmu dan amal akan membuat perubahan perilaku.
Mengenai hal ini ia mengatakan: “Jika engkau mengatakan alangkah banyaknya pelajar yang berakhlak jelek berhasil menguasai berbagai macam ilmu, maka sebenarnya ia terlalu jauh dari pemahaman ilmu agama hakiki yang dapat mendatangkan kebahagiaan baginya. Keberhasilan pelajar yang jelek akhlaknya itu tidak lebih dari ungkapan yang sesekali muncul dari lisannya dan kadang-kadang muncul dari hatinya, serta hanya sekedar ucapan yang terus diulang-ulang olehnya. Padahal jika cahaya ilmu menyinari hatinya niscaya akhlak menjadi baik”.
2. Kurikulum Pendidikan
Kurikulum yang dicanangkan al-Ghazali memiliki keistimewaan yang berbeda dengan kurikulum-kurikulum yang berkembang pada zamannya. Dimana kurikulum sebelumnya bersifat parsial yang berkembang dalam tradisi madzhabisme. Kurikulum imam al-Ghazali tidak berhenti pada ilmu-ilmu fikih tertentu melainkan membentuk kerangka utuh yang menggabungkan seluruh ilmu agama seperti tauhid, tasawuf, fikih dan lain-lain. Imam al-Ghazali juga menggabungkan antara ilmu agama dengan ketrampilan duniawi. Menggabungkan ilmu fardhu ‘ain dan fardhu kifayah.
Menurutnya, orang yang hanya terfokus mempelajari ilmu dunia tanpa disertai ilmu syar’i, maka ia telah menghabiskan umurnya dalam aktivitas yang tidak memberi manfaat apapun di akhirat. Sebaliknya, orang yang hanya terfokus pada ilmu-ilmu agama saja, maka tidak mampu memahami agama kecuali sebatas kulit kasarnya, atau lebih jauh lagi hanya gambaran kasus-kasusnya saja, tanpa menyentuh substansi sesungguhnya. Dengan demikian, ilmu-ilmu syar’i akan dapat dikuasai dengan baik jika disertai ilmu-ilmu aqliyah (empirik-rasional). Ilmu rasional ibarat obat yang berguna untuk penyembuhan, sedangkan ilmu syar’i ibarat makanan.
Adapun buku-buku yang ditulis oleh Imam al-Ghazali yang diajarkan kepada murid-muridnya menunjukkan bahwa karya-karya Imam al-Ghazali mencakup empat bidang penting, yaitu:
Pertama, Membangun akidah Islam. Tujuannya adalah membentuk akidah yang jelas dan dinamis yang berperan sebagai ideologi yang menjelaskan dan mengarahkan berbagai macam kebijakan. Di antara karya al-Ghazali yang secara eksplisit menggarap masalah pembinaan akidah adalah kitab al-Hikmah min Makhluqat Allah ‘azza wa Jalla. Siapapun yang menelaah buku tersebut akan mendapati dirinya seolah-olah sedang berhadapan dengan seorang dokter spesialis dalam bidang pembedahan, atau astronom yang sangat pakar dalam masalah antariksa. Buku tersebut mencakup beberapa bab yang diberi judul al-Tafkir fi Khalq al-Sama’ wa fi Hadza al-‘Alam, Hikmat as-Syams, Hikmat al-Qamar wa al-Kawakib, Hikmat Khalqi al-Ardh, dan beberapa tema lain tentang laut, air, angin, api dan manusia.  Buku tersebut membahas masalah susunan anatomi manusia, hewan, burung, lebah, tumbuh-tumbuhan dan segenap makhluk lainnya. Al-Ghazali memaparkan tema-tema di atas dengan metode empirik berdasarkan pembedahan anatomi, analisis gerakan planet dan penjelasan keserasian fungsi setiap bagiannya dengan tujuan menjelaskan bahwa seluruh makhluk di alam raya ini tercipta dengan sangat teratur dan penuh hikmah serta ketelitian.
Kedua, Bidang pendidikan jiwa dan kemauan. Tujuan bidang ini adalah meningkatkan kualitas manusia dari derajat tunduk kepada dorongan syahwat dan nafsu menuju derajat ‘ubudiyah kepada Allah, di mana seorang individu mampu membebaskan diri dari belenggu nafsu atau takut agar dapat bertindak sesuai dengan kehendak Allah swt dengan rasa puas dan suka hati. Al-Ghazali membuat kajian cukup panjang mengenai analisa terhadap jiwa, fase-fase perkembangan jiwa dan kondisi-kondisi yang menyertainya, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku dan pemikiran serta praktik-praktik yang harus dilalui oleh pelajar.
Ketiga, Mengkaji ilmu-ilmu fikih dan seluruh sistem serta prinsip yang diperlukan untuk mengimbangi pola muamalat yang berlaku pada masa itu dan permasalahan-permasalahan masyarakat yang ril dan senantiasa berkembang. Kajian-kajian al-Ghazali di bidang ini bebas dari trend fanatisme madzhab.
Keempat, Bidang hikmah atau persiapan fungsional. Menurut al-Ghazali, bidang ini mencakup seluruh bentuk kebijakan, manajemen dan profesi yang dibutuhkan oleh masyarakat saat itu serta tatacara penempatan masyarakat di semua sektor sesuai dengan kesiapan dan kemampuannya. Secara eksplisit, al-Ghazali menyatakan bahwa ilmu-ilmu dalam ini tidak terbatas pada apa yang telah diketahui oleh manusia saat itu, namunakan banyak lagi ilmu-ilmu yang muncul di masa mendatang disebabkan oleh tabiat kehidupan yang terus berlanjut dan kebutuhan manusia yang senantiasa berkembang.
Di antara jasa al-Ghazali dalam bidang ini adalah kitabnya yang berjudul al-Tibr al-Masbuk fi Nasihati al-Muluk yang memuat sejumlah riwayat yang menonjolkan urgensi keadilan, kebijakan sultan dan kebijakan para menteri dengan cara mengetengahkan fakta sejarah pemerintahan Persia, Romawi dan Khalifah-Khalifah Islam. Buku ini bisa dianggap sebagai landasan-landasan tertentu untuk menjelaskan konsep manajemen pemerintahan dari perspektif al-Ghazali.
Selain itu, al-Ghazali juga membahas tema kemajuan dan perkembangan ilmu, teori-teori pembelajaran, perkembangan budaya dan perkembangan berbagai macam masyarakat sepanjang masa dan tema-tema lainnya yang berkaitan dengan paradigma pendidikan baik yang berkenaan dengan masalah sosial, akidah maupun pendidikan itu sendiri.
Imam Al-Ghazali mengaplikasikan ide-ide pendidikannya tersebut di sekolah yang dia bangun sendiri dan mengajar penuh di sana bersama beberapa koleganya. Sekolah tersebut menyumbangkan pengaruh yang sangat besar dalam mencetak generasi baru yang memberi kontribusi luar biasa kepada gerakan islah dan reformasi di kemudian hari. (diringkas dari kitab Hakadza Dzahara Jil Shalahuddin wa Hakadza ‘Adat al-Quds, karya Dr. Majid Irsan Kailani)

0 komentar:

Posting Komentar

 
;