MAKALAH PSIKOLOGI
PERKEMBANGAN
DISUSUN OLEH
ADRI
HERMAWAN
DOSEN PEMBIMBING : NURUSSAKINAH
DAULAY, M.Psi
MATA KULIAH :
PSIKOLOGI PERKEMBANGAN-2
JURUSAN : BIMBINGAN KONSELING ISLAM - 2
FAKULTAS : ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
IAIN
– SU MEDAN
2014
KATA
PENGANTAR
ÉOó¡Î0 «!$# Ç`»uH÷q§9$# ÉOÏm§9$#
Puji
syukur saya panjatkan kehadirat Ilahi Robbi, yang telah memberikan nikmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat
serta salam semoga tercurahkan pada nabi Muhammad SAW, serta keluarga dan
sahabat dan pengikutnya.
Makalah
ini berjudul “Pelecehan Seksual (diambil dari tema yang terjandung didalam
Koran Posmetro Medan)” yang disusun untuk melengkapi tugas ujian semester mata
kuliah Psikologi Perkembangan-2.
Makalah
ini terselsaikan berkat bantuan dari beberapa pihak, oleh karena itu saya
menghanturkan terima kasih yang sedalm-dalamnya kepada orang tua yang selalu
memberikan dukungan baik material maupun spiritual, Ibu Nurussakinah Daulay,
M.Psi selaku dosen pembimbing dalam mata kuliah Psikologi Perkembangan-2
Jurusan Bimbingan Konseling Islam Falultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN-SU,
dan yang terkahir terima kasih juga kepada teman-teman mahasiswa terkhusus
BKI-2 yang selalu berjuang bersama.
Saya
menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan kelemahannya.
Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat saya harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Hanya
dengan bermunajat kepada Allah-lah saya memohon dan berdo’a semoga amal baik
serta jasa-jasa mereka diberikan balasan pahala yang berlipat ganda oleh Allah
SWT, Amin ya Robbal ‘alamin.
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii
PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
Isi Kasus.......................................................................................................................
PEMBAHASAN ........................................................................................................
1.
Pengertian
..................................................................................................
2.
Faktor
........................................................................................................
3.
Dampak......................................................................................................
4.
Landasan
Hukum.......................................................................................
PENUTUP .................................................................................................................
1.
Kesimpulan
................................................................................................
2.
Saran
..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................
PENDAHULUAN
Manusia
dikenal sebagai makhluk sosial, makhluk yang hidup didalam kehidupan yang
berkelompok. Disinilah gejala sosial yang disebut dengan pelecehan sering
timbul dalam kehidupan manusia. Maslah pelecehan seksual ini merupakan
persoalan reaksi jender yang sangat luas dan kompleks yang menyangkut dalam
aspek kehidupan manusia seperti terdapat pada moral, agama, iman dan lain-lain.
Pelecehan
seksual bisa sering terjadi dimana saja dan kapan saja, seperti di dalam bus
kota, pabrik, supermarket, bioskop, kantor hotel, trotoar dan sebagainya baik
pada siang hari ataupun malam hari.
Didalam
makalah ini, akan difaparkan tentang contoh kasus pelecehan seksual,
pengertian, faktor, dampak dan landasan hukum serta upaya yang dilakukan
sebagai konselor dalam menangani permasalahan pelecehan seksual ini.
TIGA
POLISI JADI PELAKU CABUL
1.
Denda
Tilang Ditukar Raba Payudara
2.
Perkosa
Gadis 16 Tahun
3.
Cabuli
5 Siswa SMP
Polisi seharusnya sebagai pengayom masyarakat. Tai, hal itu tak
berlaku bagi tiga oknum polisi Brigpol Ariefuddin Nanu, anggota Reskrim Polsek Tamalate,
Briptu Aris Chandra, anggota Sabhara Polres Parepare dan Aiptu Sutarno, oknum
petugas lalu lintas Polrestabes Makassar. Pasalnya, ketiganya malah berbuat
cabul terhadap wanita yang seharusnya dilindungi. Aduh !
Brigpol Ariefuddin Nanu anggota Reskrim Polsek Tamalate dilaporkan
memerkosa gadis berusia 16 tahun, Briptu Aris Chandra dilaporkan encabuli 5
siswa SMP. Yang teranyar, ulah Aiptu Sutarno, oknum petugas lalu lintas ini
sudah lancing mengganti denda tilang dengan meraba payudara seorang karyawan
Matahari Dept Store berisinial RT (21).
Ulah Aiptu dilaporkan korban ke polrestabes Makassar. Pelecehan itu
berlangsung saat korban dalam perjalanan pulang kerja. Saat itu RT melintas di
jalan Urip Sumoharjo menggunakan sepeda motor Mio DD 3396 QY, berboncengan
dengan temannya Bety tanpa menggunakan helm. Tiba-tiba Aiptu Sutarno,
menahannya dan mengajak masuk kedalam Pos Lantas.
Namun korban RT (21) hanya berdiri di pinggir jalan. Aiptu Sutarno Nampak
marah dan mengancam korban untuk di tilang dengan denda uang. Hanya saja,
korban mengatakan tidak punya uang. Aiptu Sutarno tidak kehabisan akal, ia
mnyempaikan ke korban bahwa bayar saja pakai cumbu.
Aiptu sutarno langsung memegang tangan dan bahu korban. Tak cukup
sampai disitu, pelaku melanjutan aksinya dengan meraba-raba buah dada korban.
Merasa dilecehkan, korban berontak dan lari menyeberang jalan dan langsung
pulang ke rumahnya yang tak jauh dari pos lantas.
Sesampainya dirumah, korban memberitahukan kejadian yang dialami
kepada suaminya, Arman. Selanjutnya, Arman langsung melaporkan pelecehan yang
dialami istrinya ke Polrestabes Makassar.
Kepala Bidang Humas Polda Sulselbar, Komisaris Besar Polisi Endi
Sutendi yang dikonfirmasi, seosa (27/5) mengaku sudah mendapat kasus dugaan
pelecehan yang dilakukan oknum Polantas Polrestabes Makssar yang bertugas jaga
di Pos Fly Over pada senin (26/5) malam.
“kami sudah dengar info tersebut dan kami prihatin atas peristiwa
tersebut. Kami komitmen untuk menindak tegas anggota yang terbukti bersalah.
Info dari kasat lantas Polrestabes Makassar, Aiptu sutarno sudah diamankan.
Saya sudah sampaikan ke Kasat Lantas agar segera diperiksa oleh Propam,” tegas
Endi.
Brigpol Ariefuddin Nanu (AN), anggota Reskrim Polsek Tamalate, juga
dilaporkan memerkosa gadis berusia 6 tahun, peristiwa pemerkosaan yang terjadi
kamis (22/5) kepada warga kelurahan baling baru, kecamatan tamalate tersebut.
Berawal saat brigpol AN manawarkan tumpangan kepada gadis berisinial
G (17). Lalu G dibawa ke jalan sepi dipinggir pantai. Rayuan AN ternyata tak
mempan, dan saat G menolak, si brigadier polisi menembakkan pistol ke udara. G
yang ciut nyali mendengar tembakan akhirnya melayani nafsu sang polisi setelah
semua selesai pistol si polisi itu direbut oleh G di todongkanlah pistol itu
kearah polisi yang sehari-hari bertugas di unit reserce polsekta tamalate,
Makassar. Sipolisi yang baru berulang tahun ke 32 tahun ini lalu ditinggal oleh
wanita yang bekerja sebagai klining service di sebuah gedung kawasan pantai
barat tanjung bunga mkassar itu. G melarikan diri dalam keadaan telanjang, ia
lalu ditemukan oleh mansyur juru parker di jalan metro tanjung bunga. Hingga
jum’at 23/5 AN masih ditahan dimapolrestabes Makassar jalan ahmad yani Makassar.
Sedang G masih menjalani pemeriksaan intensif bersama dua saksi di mapolsekta
tamalate, jalan danau tanjung bunga Makassar. “Pistol, motor Yamaha mio, DD
3333 AN dan pakaian korban kita amankan dulu sebagai barang bukti”. Kata kepala
polsekta tamalate Kompol. Suaeb Majid.
Sementara itu, Briptu Aris Chandra dilaporkan mencabuli 5 siswi
SMP. Anggota Polresta Pare-pare ini akan dicek kondisi kejiwaannya. Informasi
yang dihimpun, pencabulan terjadi pada 17 mei lalu, saat salah satu korban
berusia 13 tahun diajak ke hotel oleh Briptu Aris. Korban diberi uang Rp. 20
ribu untuk mengaak 4 teman sekolahnya yang berusia 12 hingga 13 tahun, kelima
bocah ini menempati kamar terpisah dengan Briptu Aris Anggota Sabhara Polres
Pare-pare ini kemudian mengajak satu persatu bocah SMP itu kekamarnya lalu
mencabulinya.
Aksi cabul ini kemudian terungkap saat salah satu korban
mengakukepada orang tuanya. Ortu korban melaporkan Briptu Aris ke atasannya,
sabtu (25/5). Briptu Aris yang dikenal berpenampilan klimis ditahan hari itu
juga.
Kabid humas Polda Sulselbar Kombes Endi sutendi yang dihubungi
menyebutkan pihaknya masih melakukan pemeriksaan pada terduka pelaku.
“Oknum tersebut akan ditindak tegas sesuai dengan hokum yang
berlaku. Selain itu dia juga harus dicek kejiwaannya oleh para ahli jiwa guna
mengetahui kesehatan jiwanya dan juga motif perbuatannya,” ujar Endi.
“Untuk itu kita tunggu perkembangan dari Polrestabes Pare-pare,”
imbunya.
Kepala Kepolisian Resort kota (Kapolresta) Pare-pare AKBP Himawan
Sugehaberjanji akan menjatuhkan sanksi berat kepada polisi yang bertugas
sebagai anggota satuan narkoba Polres Pare-pare tersebut. Himawan mengatakan,
tersangka saat ini masih menjalani pemerikasaan mendalam, termasuk lima pelajar
yang diduga menjadi korban kekerasan seksual tersangka.
“jika terbukti, maka tidak ada sanksi lain selain pemecahan
terhadap anggota yang merusak cita korps Polri,” ungkap Himawan Sugeha.
Dia menambahkan, selain pemecatan, Briptu Aris Chandra akan
dikenakan undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 81
dan pasal 82 dengan ancaman hokum diatas 15 tahun penjara.
Dibagian lain proteksi terhadap pelajar mulai diberlakukan di SMP 9
tempat lima kelima korban mengenyam pendidikan. Namun, para guru mengaku belum
tahu siapa kelima anak didiknya yang mengalami kekerasan seksual itu.
Hanya saja, rasa trauma karena kekerasan seksual kali kedua terjadi
di sekolah tersebut membuat para guru akan meniadakan sekolah sore. Hasdi
subroto, wakil kepala sekolah SMP 9 mengaku sangat syok mendengar kejadian
sodomi yang korbannya dari pelajar SMP 9.
PELECEHAN
SEKSUAL
1.
Pengertian Pelecehan Seksual
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku
yang didorong oleh
hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis.[1]
Menurut tim penulis dari departemen
pendidikan dan budaya dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata pelecehan
seksual itu di bagi dua, yaitu kata pelecehan dan seksual. Dalam kamus besar
bahasa Indonesia ini pelecehan berasal dari kata leceh yang berarti memandang
rendah, menghinakan atau tak berharga, sedangkan kata seksual berasal dari kata
seks. Seks, sangat sering diartikan sebagai jenis kelamin biologis, yaitu:
laki-laki dan perempuan. Jadi kata seksual (kata sifat) adalah sifat suatu ha
yang berkenaan dengan seks atau jenis kelamin dan hal yang berkaitan dengan
perkara persetubuhan antara laki-laki dengan perempuan, serta hal-hal lainnya
yang mengandung unsure yang bersifat hasrat atau nafsu seksual.[2]
Sorenson mendefinisikan Pelecehan seksual
sebagai perilaku yang dilakukan melalui pendekatan-pendekatan yang terkait
dengan seks yang tidak diinginkan, termasuk permintaan untuk melakukan Hubungan
seks, dan perilaku lainnya yang secara verbal ataupun fisik merujuk pada aktivitas
seksual.[3]
Kekerasan seksual cenderung menjadikan
perempuan sebagai objek seksual, oleh karenanya kekerasan seksual dapat
dikategorikan sebagai salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan.[4]
Menurut Deklarasi PBB (pasal 1, 1983) tentang anti kekerasan terhadap perempuan,
kekerasan seksual adalah segala bentuk kekerasan berbasis Gender yang berakibat
atau mungkin berakibat, menyakiti secara fisik, seksual, mental atau
penderitaan terhadap perempuan; termasuk ancaman dari tindakan tersebut,
pemaksaan atau perampasan semena-mena kebebasan, baik yang terjadi dilingkungan
masyarakat maupun dalam kehidupan pribadi.
Pelecehan seksual adalah
perilaku atau perhatian yang bersifat seksual yang tidak diinginkan dan tidak
dikehendaki dan berakibat mengganggu diri penerima pelecehan. Pelecehan seksual
mencakup, tetapi tidak terbatas pada: bayaran seksual bi la menghendaki
sesuatu, pemaksaan melakukan kegiatan seksual, pernyataan merendahkan tentang
orientasi seksual atau seksualitas, permintaan melakukan tindakan seksual yang
disukai pelaku, ucapan atau perilaku yang berkonotasi seksual; semua dapat
digolongkan sebagai pelecehan seksual. Tindakan ini dapat disampaikan secara
langsung maupun implicit. Pengaruhnya selain pada korban yang justru dianggap
menimbulkan masalah dan bukannya pelaku. Umumnya, para korban akan tutup mulut yang
terkadang hingga waktu yang sangat lama karena alasan-alasan tersebut, dan
adanya ketakutan ia akan kian menjadi sasaran pelecehan. Mereka tidak
membicarakan -nya dengan teman ataupun keluarga. Proses penyembuhan akan kian
sulit ketika ada penyangkalan dari institusi, ketidak-percayaan, atau
mempersalahkan korban.
Menurut Beauvis
pelesehan seksual ini tidak hanya terjadi pada kaum wanita saja tetapi pada
kaum laki-laki juga bisa terjadi korban pelecehan seksual. Dan juga beruvais
ini mengelompokkan menjadi empat kelompok yang menjadi pelecehan seksual antara
lain: laki-laki melecehkan perempuan, perempuan melecehkan laki-laki,
heteroseksual melecehkan homoseksual, dan homoseksual melechkan heteroseksual.[5]
Pelecehan
seksual mencakup perilaku menetap, berbicara mengenai seksualitas, menyentuh
tubuh perempuan, mencoba memaksa perempuan untuk melakukan tindakan seksual yang
tidak diinginkan, mengajak kencan berulang kali hingga sampai dengan
pemerkosaan (Matlin, 1987).
Selain itu
secara lebih jelas, bentuk-bentuk yang dianggap sebagai pelecehan seksual
(Collier, 1992) adalah sebagai berikut :
1. Menggoda
atau menarik perhatian lawan jenis dengan siulan.
2. Menceritakan
lelucon jorok atau kotor kepada seseorang yang merasakannya sebagai merendahkan
martabat.
3. Mempertunjukan
gambar-gambar porno berupa kalender, majalah, atau buku bergambar porno kepada
orang yang tidak menyukainya.
4. Memberikan
komentar yang tidak senonoh kepada penampilan, pakaian atau gaya seseorang.
5. Menyentuh,
menyubit, menepuk tanpa dikehendaki, mencium dan memeluk seseorang yang tidak
menyukai pelukan tersebut.
6. Perbuatan
memamerkan tubuh atau alat kelamin kepada orang yang terhina karenanya.
Guntoro Utamadi & Paramitha
Utamadi (2001) membagi kategori pelecehan seksual yang dipakai dalam dasar
pengukuran dalam Sexual Experience Questionnaire (SEQ), yaitu dalam bentuk yang
lebih tersistematis :
1. Pelecehan
seksual itu Gender Harassment yaitu pernyataan atau tingkah laku yang bersifat
merendahkan berdasarkan jenis kelamin.
2. Pelecehan
seksual itu Seductive Behaviour yaitu permintaan seksual tanpa ancaman, rayuan
yang bersifat tidak senonoh atau merendahkan
3. Pelecehan
seksual itu Sexual Bribery yaitu penyuapan untuk melakukan hal yang berbau
seksual dengan memberikan janji akan suatu ganjaran.
4. Pelecehan
seksual itu Sexual Coercion yaitu tekanan yang disertai dengan ancaman untuk
melakukan hal-hal yang bersifat seksual.
5. Pelecehan
seksual itu Sexual Assault yaitu serangan atau paksaan yang bersifat seksual,
gangguan seksual yang terang-terangan atau kasar.
Sedangkan Kelly (1988) membaginya
dalam bentuk pelecehan seksual yang dapat dilihat sebagai berikut :
1. Bentuk
Visual : tatapan yang penuh nafsu, tatapan yang mengancam, gerak-gerik yang
bersifat seksual.
2. Bentuk
Verbal : siulan-siulan, gosip, gurauan seksual, pernyataan-pernyataan yang
bersifat mengancam (baik secara langsung maupun tersirat).
3. Bentuk Fisik
: menyentuh, mencubit, menepuk-nepuk, menyenggol dengan sengaja, meremas,
mendekatkan diri tanpa diinginkan.
Menurut Guntoro Utamadi &
Paramitha Utamadi (2001) ciri-ciri utama yang membedakan pelecehan seksual
adalah sebagai berikut :
1. Tidak
dikehendaki oleh individu yang menjadi sasaran.
2. Seringkali
dilakukan dengan disertai janji, iming-iming ataupun ancaman.
3. Tanggapan
(menolak atau menerima terhadap tindakan sepihak tersebut dijadikan
pertimbangan dalam penentuan karir atau pekerjaan.
4.
Dampak dari tindakan sepihak
tersebut menimbulkan berbagai gejolak psikologis, diantarannya : malu, marah,
benci, dendam, hilangnya rasa aman dan nyaman dalam bekerja, dan sebagainya
Pelecehan sekssual sering dirasakan
sebagai perilaku menyimpang, karena perbuatan tersebut memaksa seseorang
terlibat dalam suatu Hubungan seksual atau menetapkan seseorang sebagai objek perhatian
yang tidak diinginkannya.[6]
Artinya pelecehan seksual dapat berupa sikap yang tidak senonoh, seperti
menyentuh anggota tubuh yang vital dan dapat pula hanya berupa kata-kata atau
pertanyaan yang bernuansa tidak senonoh. Sedangkan orang yang menjadi objek
sentuhan atau pernyataan tersebut tidak menyenanginya.
2.
Faktor Yang Mempengaruhi Pelecehan Seksual
Secara umum tentang asal penyebab pelecehan seksual menurut
Collier (1992) dibagi menjadi
lima bagian, yaitu :
1. Pengalaman
pelecehan seksual dari faktor biologik.
Dalam kasus pelecehan seksual diduga bahwa lelaki itulah
yang berkemungkinan lebih besar sebagai “pelaku jahatnya”. Sedangkan perempuan
itulah yang lebih berkemungkinan untuk diposisikan sebagai korbannya. Selain
itu, atribut pelecehan seksual terhadap perempuan merupakan kelemahan laki-laki
dalam mengontrol dorongan alamiahnya tersebut. Laki-laki melakukan pelecehan
seksual untuk memenuhi kebutuhannya sendiri yaitu melakukan rangsangan erotis
untuk menutupi dan mengatasi kelemahannya. Ketidakmampuannya dalam menahan
keinginan dan dorongan-dorongan seksualnya sendiri yang diungkapkan melalui
pelecehan seksual.
Ketika seorang perempuan memberikan sebuah rangsangan
terhadap laki-laki yang tidak mampu untuk mengendalikan syahwatnya maka
pelecehan seksual adalah hal yang sering terjadi akibat hal tersebut. Jadi
intinnya walaupun biasanya yang menjadi pelaku pelecehan seksual adalah
laki-laki tidak dipungkiri bahwa penyebabnya itu dikarenakan oleh si korban
ataupun perempuan yang terlalu berbuat atau berpenampilan yang tidak sepatutnya
di tunjukkan dihadapan laki-laki.
2. Peristiwa
pelecehan seksual dari faktor sosial budaya
Pola kehidupan sosial budaya yang dijalani seseorang
semenjak kecil dalam etnis keluarganya, tanpa disadari sedikit banyak
berpengaruh terhadap pola tingkah laku seseorang kemudian dalam kehidupan
bermasyarakat. Adanya realita bahwa fisik lelaki lebih kuat daripada perempuan
telah turut mempengaruhi pola pikir, sikap dan tingkah laku lelaki terhadap
perempuan dan sebaliknya. Selain itu, budaya pun mempengaruhi perlakuan
seksualitas yang memungkinkan pelecehan seksual terjadi. Hal ini berdasarkan
peran jenis kelamin atau social-role stereotype, dimana dengan
kebudayaan Indonesia yang partiakal tersebut menempatkan laki-laki pada posisi
superordinat dan perempuan dalam posisi subordinat. Hal ini lebih memungkinkan
timbulnya pelecehan (perendahan secara harkat dan martabat) sampai timbulnya
pelecehan seksual.
Bisa kita lihat dalam kehidupan sosial di masyarakat kota
dengan masyarakat di pedesaan, tindakan pelecehan di kota akan lebih besar
terjadi daripada di desa, mengapa karena di kota sudah banyak masyarakat yang
melalaikan nilai-nilai agama sedangkan dilingkungan desamasih kental agamanya,
jadi tindakan pelecehan seksual akan lebih kecil untuk terjadi.
3. Pengaruh
pendidikan terhadap pelecehan seksual
Pendidikan dalam hal ini juga berpengaruh terhadap adanya
pelecehan seksual. Hal ini, khususnya di Indonesia, perempuan belum punya
banyak kesempatan untuk menikmati jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Sehingga belum mampu menolak perlakuan, sikap dan anggapan yang diskriminatif
terhadap dirinya. Kejadian ini terjadi, biasanya dengan keberadaan atau posisi
laki-laki sebagai atasan dan perempuan sebagai bawahannya. Dimana, perempuan
dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah daripada laki-laki.
Seperti yang terjadi pada kasus yang diangkat didalam
makalah ini, kebanyakan orang yang tidak memiliki keimanan yang kuat akan
memanfaatkan jabatannya untuk memuaskan nafsunya. Ia tidak peduli terhadap
dampak dari perbuatannya terhadap orang yang menjadi korbannya.
4. Timbulnya
pelecehan seksual yang diambil dari faktor pembelajaran sosial dan motivasi.
Dengan adanya pengkondisian tingkah laku yang dianggap
disetujui secara sosial budaya seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
pengkondisian tingkah laku tersebut dianggap disetujui untuk tetap dilakukan
dalam masyarakat. Hal ini mengingat bahwa hukum yang menindak dengan tegas
kasus-kasus pelecehan seksual belum juga sempurna, malah memperkuat dan
menegaskan bagi timbulnya pelecehan seksual. Selain itu, seseorang selalu
belajar dari lingkungan di sekitarnya dan apabila hal ini dipertegas dari hasil
observasinya, maka kecenderungan tingkah laku ini akan terus berulang. Dalam
beberapa kasus, pelecehan seksual dilakukan agar laki-laki tetap menempati
posisinya. Hal ini didorong oleh motif ekonominya.
Tidak jarang disuatu lingkungan masyarakat yang tidak
memperdulikan perkembangan pola pikir masyarakatnya terhadap perbuatan seksual
akan lebih memberikan kesempatan kepada orang-orang yang memiliki kesalahan
dalam perkembangan seksualnya untuk
melakukan pelecehan seksual.
Dengan kata lain manusia tidak dapat lepas dari unsur
nafsu karena dengan adanya unsure
tersebut manusia dapat melanjutkan dan memperbanyak keturunannya.[7]
3.
Dampak dari Pelecehan Seksual
Begitu banyak dampak yang
muncul akibat pelecehan seksual, berikut ini adalah pemafaran tentang dampak
yang sering muncul bagi korban yang pernah mengalami pelecehan seksual. Dampak pelecehan seksual
bagi pelajar lebih dari apa yang bisa kita bayangkan. Stephen J. Sossetti
dengan tepat mengatakan bahwa “dampak pelecehan seksual pada pelajar
adalah membunuh jiwanya”. Bagaimana tidak, luka pelecehan itu akan dibawa terus
oleh seorang anak hingga ia dewasa, menjadi luka abadi
yang sulit dihilangkan.
Dampak Psikologis Pelecehan Seksual
Menurut Collier (1992), dampak-dampak psikologis pelecehan seksual tergantung
pada :
1. Frekuensi
terjadi pelecehan : semakin sering terjadi, semakin dalam pula luka yang
ditimbulkan.
2. Parah
tidaknya (halus atau kasar, taraf) semakin parah tindak pelecehan seksual dan
semakin tindakan tersebut menghina martabat dan integritas seseorang, semakin
dalam pula luka yang ditimbulkan, apalagi jika menyangkut keluarga korban.
3. Apakah
secara fisik juga mengancam atau hanya verbal : semakin tindakan pelecehan ini
dirasakan mengancam korban secara fisik, lebih dalam dampak dan luka yang
ditimbulkan. Bila pelecehan seksual dilakukan dengan ancaman pemecatan dan
korban tidak yakin mampu menemukan pekerjaan lain, maka dampak psikologis akan
lebih besar.
4. Apakah
menggangu kinerja pekerja : bila ya, maka akan disertai dengan rasa frustasi.
Ini tentunya juga tergantung seberapa parah dan jauh pelecehan itu mengganggu
kinerja korban. Semakin parah gangguan yang dialaminya, semakin tinggi taraf
frustasi dan semakin parah kerusakan psikologisnya.
Secara umum, menurut Kelly (1998)
dampak utama psikologis pelecehan seksual yang paling sering tampil adalah:
1. Jengkel,
marah, stress hingga breakdown
2. Ketakutan,
frustasi, rasa tidak berdaya dan menarik diri
3. Kehilangan
rasa percaya diri
4. Merasa
berdosa atau merasa dirinya sebagai penyebab
5. Kebencian
pribadi hingga generalisasi kebencian pada pelaku atau mereka dari jenis
kelamin yang sama dengan pelaku.
Menurut Rumini & Sundari (2004)
wanita yang mengalami pelecehan seksual dapat mengalami akibat fisik seperti
gangguan perut, nyeri tulang belakang, gangguan makan, gangguan tidur rasa
cemas dan mudah marah.Sedangkan akibat psikologis ynag dirasakan antara lain
adalah perasaan terhina, terancam dan tidak berdaya. Hasil ini diperkiat oleh
penelitian Goodman (dalam Rumini & Sundari, 2004) yang menyatakan bahwa
wanita korban pelecehan seksual sebagian besar mengalami simtom-simtom fisik
dan stress emosional. Beberapa peneliti mencoba menyimpulkan akibat dari
pelecehan seksual pada kehidupan perempuan dan kesejahteraannya dapat diperiksa
dari tiga perspektif utama yaitu yang berkaitan dengan pekerjaan atau
pendidikan, faktor psikologis dan fisik yang berkaitan dengan masalah kesehatan
(Basri, 1994)
4.
Landasan Hukum
Perlindungan hukum yang dapat diberikan terhadap perempuan
yang menjadi korban tindak kekerasan/pelecehan seksual dapat diberikan melalui
1. Undang-undang No. 23 Tahun 2004
tentang PKDRT dan KUHP yang menyangkut ’perkosaan’
2. Pasal 285 KUHP yang merupakan tindak
kekerasan seksual yang sangat mengerikan dan merupakan tindakan pelanggaran
hak-hak asasi yang paling kejam terhadap perempuan.
3. UU No. 13 Tahun 2006 khususnya dalam
Pasal 5, Pasal 8, dan Pasal 9 yang merupakan hak dari seorang perempuan yang
menjadi korban.
4. pelecehan
seksual dapat dijerat dengan pasal percabulan (Pasal 289 s.d.
Pasal 296 KUHP)
5. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak
(“UU Perlindungan Anak”), sebagai lex specialis (hukum yang lebih
khusus) dari KUHP.
6. Pasal 82 UU Perlindungan Anak:
“Setiap orang yang dengan sengaja
melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat,
serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan
dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00
(enam puluh juta rupiah).”
Sedangkan dalam pandangan hukum
Islam tentang perilaku pelecehan seksual telah menjadi Ijtihad para ulama.
Hukuman tersebut berbentuk Tkazir. Bentuk hukuman tersebut dapat berupa hukuman
mati, jilid, denda, pencemaran nama baik dan lain-lain. Hukuman takzir yang
dikenakan kepada pelaku pelecehan seksual harus seuai dengan bentuk pelecehan
seksual yang dilakukan, dan hukuman tersebut disanksikan kepada pelaku demi
kemaslahatan. Karena pada dasarnya seksual ini menyangkut seseorang baik atau
buruknya.
5.
Upaya Bagi Seorang Konselor
Karena banyaknya kasus pelecehan seksual sudah seharusnya
kita waspada dan menjaga diri dengan sebaik-baiknya terutama perempuan. Kita
dapat mencegah terjadinya pelecehan seksual dengan cara : mempunyai prinsip
yang tegas, berpakaian yang baik, sopan dan tertutup serta tidak menampilkan
lekuk tubuh karena hal tersebut dapat memicu terjadinya pelecehan seksual,
berperilaku sopan, segera melaporkan pelaku pelecehan seksual kepada pihak yang
berwenang agar mendapat sanksi dan dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku sebab
dampak yang ditimbulkan dari pelecehan sosial adalah trauma psikologis yang
sangat berat yang akan dibawa seumur hidupnya. Selalu perbaiki akhlak,iman dan
taqwa kita agar senantiasa mendapat
perlindungan dari-Nya serta dekat dengan sang Pencipta yaitu Allah SWT.
Sebab kita tidak bisa 100% menyalahkan pelaku, segala tindak kejahatan tidak
hanya karena niat pelaku namun karena ada kesempatan dan perilaku yang menarik
pelaku untuk berbuat jahat terhadap kita.
KESIMPULAN
Pelecehan dapat dilakukan oleh siapa saja baik laki-laki
maupun perempuan. Namun sebagian besar pelaku kasus pelecehan seksual adalah
laki-laki. Seseorang dapat melakukan pelecehan seksual karena hal-hal sebagai
berikut :
1.
Lingkungan sosialnya.
2.
Suasana sekitar yang mendukung.
3.
Memiliki kekuasaan yang lebih
tinggi.
4.
Stres terhadap perkawinannya.
5.
Mengalami penurunan moral.
6.
Memiliki perilaku seks yang
menyimpang.
7.
Kurangnya peraturan hukum yang ada.
Pelecehan seksual dapat berupa sikap yang tidak
senonoh, seperti menyentuh anggota tubuh yang vital dan dapat pula hanya berupa
kata-kata atau pertanyaan yang bernuansa tidak senonoh. Sedangkan orang yang
menjadi objek sentuhan atau pernyataan tersebut tidak menyenanginya.
Perlu adanya kesadaran didalam diri individu
masing-masing untuk menghindari hal ini, jika setiap orang memiliki keimanan
dan ketaqwaan yang kokoh maka masalah yang ada dalam contoh kasus pelecehan
seksual itu tidak akan terjadi. Apalagi seorang polisi yang seharusnya melindungi
masyarakat bukan malah menjadi pelaku dalam tindakan yang keji ini.
SARAN
Untuk dapat menghindari dari perbuatan pelecehan
seksual hendaknya setiap individu memulai dari diri sendiri, dapat dicegah dari
hal sekeceli apapun mulai dari sekarang. Para pemuka agama ataupun pemerintahan
hendaknya memberikan bimbingan dan siraman rohani keagamaan kepada setiap
individu maupun perorangan agar terbentuknya pribadi moral yangbaik dan
berakhlak mulia, sehingga tidak terjadi pelaku atau perbuatan pelecehan
seksual.
DAFTAR
PUSTAKA
Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1996. Jakarta.
Balai Pustaka
Jalaluddin. Pengantar Ilmu Jiwa Agama”. 1989. Jakarta.
Pustaka.
Khairudin. Pelecehan Seksual Terhadap Istri. 1999.
Yogyakarta. Pusat penelitian kependudukan unversitas Gajam dana
Rohan Colier. pelecehan seksual, Hubungan dominasi
masyarakat dan minoritas. 1998. Yogyakarta. Tiara Yogya.
Sarwono.
(2008). S.W. Psikologi
Remaja. Jakarta. Balai Pustaka
Sobsey, D.(1994). Violence and Abuse in the Lives of People
With Disabilities: The End of Silent Acceptance?. Baltimore: Paul H.
Brookes Publishing Co.
Sorenson, Susan B. (1997). Violence and Sexual Abuse at Home:
Current Issues in Spousal Battering and Child Maltreatment. New York:
Haworth Press.
[2] Depdikbud. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. 1996. Jakarta. Balai Pustaka. Hlm. 507
[3] Sorenson, Susan B. (1997). Violence and Sexual Abuse at
Home: Current Issues in Spousal Battering and Child Maltreatment. New York:
Haworth Press. Hlm. 42
[4] Sobsey, D.(1994). Violence and Abuse in the Lives of
People With Disabilities: The End of Silent Acceptance?. Baltimore: Paul H.
Brookes Publishing Co. Hlm. 71
[5] Khairudin. Pelecehan
Seksual Terhadap Istri. 1999. Yogyakarta. Pusat penelitian kependudukan
unversitas Gajam dana. Hlm. 1-3
[6] Rohan Colier. pelecehan
seksual, Hubungan dominasi masyarakat dan minoritas. 1998. Yogyakarta. Tiara
Yogya.Hlm. 4
[7] Jalaluddin. Pengantar
Ilmu Jiwa Agama”. 1989. Jakarta. Pustaka. Hlm. 11
0 komentar:
Posting Komentar