Rabu, 17 September 2014

Pelecehan Seksual


MAKALAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
PELECEHAN SEKSUAL                                                    









DISUSUN OLEH
ADRI HERMAWAN


 DOSEN PEMBIMBING      : NURUSSAKINAH DAULAY, M.Psi
 MATA KULIAH                : PSIKOLOGI PERKEMBANGAN-2
 JURUSAN                         : BIMBINGAN KONSELING ISLAM - 2
 FAKULTAS                       : ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

IAIN – SU MEDAN
2014


KATA PENGANTAR
ÉOó¡Î0 «!$# Ç`»uH÷q§9$# ÉOŠÏm§9$#   
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Ilahi Robbi, yang telah memberikan nikmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga tercurahkan pada nabi Muhammad SAW, serta keluarga dan sahabat dan pengikutnya.
Makalah ini berjudul “Pelecehan Seksual (diambil dari tema yang terjandung didalam Koran Posmetro Medan)” yang disusun untuk melengkapi tugas ujian semester mata kuliah Psikologi Perkembangan-2. 
Makalah ini terselsaikan berkat bantuan dari beberapa pihak, oleh karena itu saya menghanturkan terima kasih yang sedalm-dalamnya kepada orang tua yang selalu memberikan dukungan baik material maupun spiritual, Ibu Nurussakinah Daulay, M.Psi selaku dosen pembimbing dalam mata kuliah Psikologi Perkembangan-2 Jurusan Bimbingan Konseling Islam Falultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN-SU, dan yang terkahir terima kasih juga kepada teman-teman mahasiswa terkhusus BKI-2 yang selalu berjuang bersama.
Saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Hanya dengan bermunajat kepada Allah-lah saya memohon dan berdo’a semoga amal baik serta jasa-jasa mereka diberikan balasan pahala yang berlipat ganda oleh Allah SWT, Amin ya Robbal ‘alamin.













DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................          i
DAFTAR ISI .............................................................................................................          ii
PENDAHULUAN .....................................................................................................          1
Isi Kasus.......................................................................................................................         
PEMBAHASAN ........................................................................................................
1.      Pengertian ..................................................................................................
2.      Faktor ........................................................................................................
3.      Dampak......................................................................................................
4.      Landasan Hukum.......................................................................................
PENUTUP .................................................................................................................
1.      Kesimpulan ................................................................................................
2.      Saran ..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................




















PENDAHULUAN

Manusia dikenal sebagai makhluk sosial, makhluk yang hidup didalam kehidupan yang berkelompok. Disinilah gejala sosial yang disebut dengan pelecehan sering timbul dalam kehidupan manusia. Maslah pelecehan seksual ini merupakan persoalan reaksi jender yang sangat luas dan kompleks yang menyangkut dalam aspek kehidupan manusia seperti terdapat pada moral, agama, iman dan lain-lain.
Pelecehan seksual bisa sering terjadi dimana saja dan kapan saja, seperti di dalam bus kota, pabrik, supermarket, bioskop, kantor hotel, trotoar dan sebagainya baik pada siang hari ataupun malam hari.
Didalam makalah ini, akan difaparkan tentang contoh kasus pelecehan seksual, pengertian, faktor, dampak dan landasan hukum serta upaya yang dilakukan sebagai konselor dalam menangani permasalahan pelecehan seksual ini.


























































































































TIGA POLISI JADI PELAKU CABUL

1.      Denda Tilang Ditukar Raba Payudara
2.      Perkosa Gadis 16 Tahun
3.      Cabuli 5 Siswa SMP

Polisi seharusnya sebagai pengayom masyarakat. Tai, hal itu tak berlaku bagi tiga oknum polisi Brigpol Ariefuddin Nanu, anggota Reskrim Polsek Tamalate, Briptu Aris Chandra, anggota Sabhara Polres Parepare dan Aiptu Sutarno, oknum petugas lalu lintas Polrestabes Makassar. Pasalnya, ketiganya malah berbuat cabul terhadap wanita yang seharusnya dilindungi. Aduh !
Brigpol Ariefuddin Nanu anggota Reskrim Polsek Tamalate dilaporkan memerkosa gadis berusia 16 tahun, Briptu Aris Chandra dilaporkan encabuli 5 siswa SMP. Yang teranyar, ulah Aiptu Sutarno, oknum petugas lalu lintas ini sudah lancing mengganti denda tilang dengan meraba payudara seorang karyawan Matahari Dept Store berisinial RT (21).
Ulah Aiptu dilaporkan korban ke polrestabes Makassar. Pelecehan itu berlangsung saat korban dalam perjalanan pulang kerja. Saat itu RT melintas di jalan Urip Sumoharjo menggunakan sepeda motor Mio DD 3396 QY, berboncengan dengan temannya Bety tanpa menggunakan helm. Tiba-tiba Aiptu Sutarno, menahannya dan mengajak masuk kedalam Pos Lantas.
Namun korban RT (21) hanya berdiri di pinggir jalan. Aiptu Sutarno Nampak marah dan mengancam korban untuk di tilang dengan denda uang. Hanya saja, korban mengatakan tidak punya uang. Aiptu Sutarno tidak kehabisan akal, ia mnyempaikan ke korban bahwa bayar saja pakai cumbu.
Aiptu sutarno langsung memegang tangan dan bahu korban. Tak cukup sampai disitu, pelaku melanjutan aksinya dengan meraba-raba buah dada korban. Merasa dilecehkan, korban berontak dan lari menyeberang jalan dan langsung pulang ke rumahnya yang tak jauh dari pos lantas.
Sesampainya dirumah, korban memberitahukan kejadian yang dialami kepada suaminya, Arman. Selanjutnya, Arman langsung melaporkan pelecehan yang dialami istrinya ke Polrestabes Makassar.  
Kepala Bidang Humas Polda Sulselbar, Komisaris Besar Polisi Endi Sutendi yang dikonfirmasi, seosa (27/5) mengaku sudah mendapat kasus dugaan pelecehan yang dilakukan oknum Polantas Polrestabes Makssar yang bertugas jaga di Pos Fly Over pada senin (26/5) malam.
“kami sudah dengar info tersebut dan kami prihatin atas peristiwa tersebut. Kami komitmen untuk menindak tegas anggota yang terbukti bersalah. Info dari kasat lantas Polrestabes Makassar, Aiptu sutarno sudah diamankan. Saya sudah sampaikan ke Kasat Lantas agar segera diperiksa oleh Propam,” tegas Endi.
Brigpol Ariefuddin Nanu (AN), anggota Reskrim Polsek Tamalate, juga dilaporkan memerkosa gadis berusia 6 tahun, peristiwa pemerkosaan yang terjadi kamis (22/5) kepada warga kelurahan baling baru, kecamatan tamalate tersebut.
Berawal saat brigpol AN manawarkan tumpangan kepada gadis berisinial G (17). Lalu G dibawa ke jalan sepi dipinggir pantai. Rayuan AN ternyata tak mempan, dan saat G menolak, si brigadier polisi menembakkan pistol ke udara. G yang ciut nyali mendengar tembakan akhirnya melayani nafsu sang polisi setelah semua selesai pistol si polisi itu direbut oleh G di todongkanlah pistol itu kearah polisi yang sehari-hari bertugas di unit reserce polsekta tamalate, Makassar. Sipolisi yang baru berulang tahun ke 32 tahun ini lalu ditinggal oleh wanita yang bekerja sebagai klining service di sebuah gedung kawasan pantai barat tanjung bunga mkassar itu. G melarikan diri dalam keadaan telanjang, ia lalu ditemukan oleh mansyur juru parker di jalan metro tanjung bunga. Hingga jum’at 23/5 AN masih ditahan dimapolrestabes Makassar jalan ahmad yani Makassar. Sedang G masih menjalani pemeriksaan intensif bersama dua saksi di mapolsekta tamalate, jalan danau tanjung bunga Makassar. “Pistol, motor Yamaha mio, DD 3333 AN dan pakaian korban kita amankan dulu sebagai barang bukti”. Kata kepala polsekta tamalate Kompol. Suaeb Majid. 
Sementara itu, Briptu Aris Chandra dilaporkan mencabuli 5 siswi SMP. Anggota Polresta Pare-pare ini akan dicek kondisi kejiwaannya. Informasi yang dihimpun, pencabulan terjadi pada 17 mei lalu, saat salah satu korban berusia 13 tahun diajak ke hotel oleh Briptu Aris. Korban diberi uang Rp. 20 ribu untuk mengaak 4 teman sekolahnya yang berusia 12 hingga 13 tahun, kelima bocah ini menempati kamar terpisah dengan Briptu Aris Anggota Sabhara Polres Pare-pare ini kemudian mengajak satu persatu bocah SMP itu kekamarnya lalu mencabulinya.
Aksi cabul ini kemudian terungkap saat salah satu korban mengakukepada orang tuanya. Ortu korban melaporkan Briptu Aris ke atasannya, sabtu (25/5). Briptu Aris yang dikenal berpenampilan klimis ditahan hari itu juga.
Kabid humas Polda Sulselbar Kombes Endi sutendi yang dihubungi menyebutkan pihaknya masih melakukan pemeriksaan pada terduka pelaku.
“Oknum tersebut akan ditindak tegas sesuai dengan hokum yang berlaku. Selain itu dia juga harus dicek kejiwaannya oleh para ahli jiwa guna mengetahui kesehatan jiwanya dan juga motif perbuatannya,” ujar Endi.
“Untuk itu kita tunggu perkembangan dari Polrestabes Pare-pare,” imbunya.
Kepala Kepolisian Resort kota (Kapolresta) Pare-pare AKBP Himawan Sugehaberjanji akan menjatuhkan sanksi berat kepada polisi yang bertugas sebagai anggota satuan narkoba Polres Pare-pare tersebut. Himawan mengatakan, tersangka saat ini masih menjalani pemerikasaan mendalam, termasuk lima pelajar yang diduga menjadi korban kekerasan seksual tersangka.  
“jika terbukti, maka tidak ada sanksi lain selain pemecahan terhadap anggota yang merusak cita korps Polri,” ungkap Himawan Sugeha.
Dia menambahkan, selain pemecatan, Briptu Aris Chandra akan dikenakan undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 81 dan pasal 82 dengan ancaman hokum diatas 15 tahun penjara.
Dibagian lain proteksi terhadap pelajar mulai diberlakukan di SMP 9 tempat lima kelima korban mengenyam pendidikan. Namun, para guru mengaku belum tahu siapa kelima anak didiknya yang mengalami kekerasan seksual itu.
Hanya saja, rasa trauma karena kekerasan seksual kali kedua terjadi di sekolah tersebut membuat para guru akan meniadakan sekolah sore. Hasdi subroto, wakil kepala sekolah SMP 9 mengaku sangat syok mendengar kejadian sodomi yang korbannya dari pelajar SMP 9.
























PELECEHAN SEKSUAL

1.      Pengertian Pelecehan Seksual
Perilaku seksual adalah segala tingkah  laku  yang  didorong  oleh  hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis.[1]
Menurut tim penulis dari departemen pendidikan dan budaya dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata pelecehan seksual itu di bagi dua, yaitu kata pelecehan dan seksual. Dalam kamus besar bahasa Indonesia ini pelecehan berasal dari kata leceh yang berarti memandang rendah, menghinakan atau tak berharga, sedangkan kata seksual berasal dari kata seks. Seks, sangat sering diartikan sebagai jenis kelamin biologis, yaitu: laki-laki dan perempuan. Jadi kata seksual (kata sifat) adalah sifat suatu ha yang berkenaan dengan seks atau jenis kelamin dan hal yang berkaitan dengan perkara persetubuhan antara laki-laki dengan perempuan, serta hal-hal lainnya yang mengandung unsure yang bersifat hasrat atau nafsu seksual.[2]
Sorenson mendefinisikan Pelecehan seksual sebagai perilaku yang dilakukan melalui pendekatan-pendekatan yang terkait dengan seks yang tidak diinginkan, termasuk permintaan untuk melakukan Hubungan seks, dan perilaku lainnya yang secara verbal ataupun fisik merujuk pada aktivitas seksual.[3]
Kekerasan seksual cenderung menjadikan perempuan sebagai objek seksual, oleh karenanya kekerasan seksual dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan.[4] Menurut Deklarasi PBB (pasal 1, 1983) tentang anti kekerasan terhadap perempuan, kekerasan seksual adalah segala bentuk kekerasan berbasis Gender yang berakibat atau mungkin berakibat, menyakiti secara fisik, seksual, mental atau penderitaan terhadap perempuan; termasuk ancaman dari tindakan tersebut, pemaksaan atau perampasan semena-mena kebebasan, baik yang terjadi dilingkungan masyarakat maupun dalam kehidupan pribadi.
Pelecehan seksual adalah perilaku atau perhatian yang bersifat seksual yang tidak diinginkan dan tidak dikehendaki dan berakibat mengganggu diri penerima pelecehan. Pelecehan seksual mencakup, tetapi tidak terbatas pada: bayaran seksual bi la menghendaki sesuatu, pemaksaan melakukan kegiatan seksual, pernyataan merendahkan tentang orientasi seksual atau seksualitas, permintaan melakukan tindakan seksual yang disukai pelaku, ucapan atau perilaku yang berkonotasi seksual; semua dapat digolongkan sebagai pelecehan seksual. Tindakan ini dapat disampaikan secara langsung maupun implicit. Pengaruhnya selain pada korban yang justru dianggap menimbulkan masalah dan bukannya pelaku. Umumnya, para korban akan tutup mulut yang terkadang hingga waktu yang sangat lama karena alasan-alasan tersebut, dan adanya ketakutan ia akan kian menjadi sasaran pelecehan. Mereka tidak membicarakan -nya dengan teman ataupun keluarga. Proses penyembuhan akan kian sulit ketika ada penyangkalan dari institusi, ketidak-percayaan, atau mempersalahkan korban.
Menurut Beauvis pelesehan seksual ini tidak hanya terjadi pada kaum wanita saja tetapi pada kaum laki-laki juga bisa terjadi korban pelecehan seksual. Dan juga beruvais ini mengelompokkan menjadi empat kelompok yang menjadi pelecehan seksual antara lain: laki-laki melecehkan perempuan, perempuan melecehkan laki-laki, heteroseksual melecehkan homoseksual, dan homoseksual melechkan heteroseksual.[5]
Pelecehan seksual mencakup perilaku menetap, berbicara mengenai seksualitas, menyentuh tubuh perempuan, mencoba memaksa perempuan untuk melakukan tindakan seksual yang tidak diinginkan, mengajak kencan berulang kali hingga sampai dengan pemerkosaan (Matlin, 1987).
Selain itu secara lebih jelas, bentuk-bentuk yang dianggap sebagai pelecehan seksual (Collier, 1992) adalah sebagai berikut :
1.      Menggoda atau menarik perhatian lawan jenis dengan siulan.
2.      Menceritakan lelucon jorok atau kotor kepada seseorang yang merasakannya sebagai merendahkan martabat.
3.      Mempertunjukan gambar-gambar porno berupa kalender, majalah, atau buku bergambar porno kepada orang yang tidak menyukainya.
4.      Memberikan komentar yang tidak senonoh kepada penampilan, pakaian atau gaya seseorang.
5.      Menyentuh, menyubit, menepuk tanpa dikehendaki, mencium dan memeluk seseorang yang tidak menyukai pelukan tersebut.
6.      Perbuatan memamerkan tubuh atau alat kelamin kepada orang yang terhina karenanya.
Guntoro Utamadi & Paramitha Utamadi (2001) membagi kategori pelecehan seksual yang dipakai dalam dasar pengukuran dalam Sexual Experience Questionnaire (SEQ), yaitu dalam bentuk yang lebih tersistematis :
1.      Pelecehan seksual itu Gender Harassment yaitu pernyataan atau tingkah laku yang bersifat merendahkan berdasarkan jenis kelamin.
2.      Pelecehan seksual itu Seductive Behaviour yaitu permintaan seksual tanpa ancaman, rayuan yang bersifat tidak senonoh atau merendahkan
3.      Pelecehan seksual itu Sexual Bribery yaitu penyuapan untuk melakukan hal yang berbau seksual dengan memberikan janji akan suatu ganjaran.
4.      Pelecehan seksual itu Sexual Coercion yaitu tekanan yang disertai dengan ancaman untuk melakukan hal-hal yang bersifat seksual.
5.      Pelecehan seksual itu Sexual Assault yaitu serangan atau paksaan yang bersifat seksual, gangguan seksual yang terang-terangan atau kasar.
Sedangkan Kelly (1988) membaginya dalam bentuk pelecehan seksual yang dapat dilihat sebagai berikut :
1.      Bentuk Visual : tatapan yang penuh nafsu, tatapan yang mengancam, gerak-gerik yang bersifat seksual.
2.      Bentuk Verbal : siulan-siulan, gosip, gurauan seksual, pernyataan-pernyataan yang bersifat mengancam (baik secara langsung maupun tersirat).
3.      Bentuk Fisik : menyentuh, mencubit, menepuk-nepuk, menyenggol dengan sengaja, meremas, mendekatkan diri tanpa diinginkan.
Menurut Guntoro Utamadi & Paramitha Utamadi (2001) ciri-ciri utama yang membedakan pelecehan seksual adalah sebagai berikut :
1.      Tidak dikehendaki oleh individu yang menjadi sasaran.
2.      Seringkali dilakukan dengan disertai janji, iming-iming ataupun ancaman.
3.      Tanggapan (menolak atau menerima terhadap tindakan sepihak tersebut dijadikan pertimbangan dalam penentuan karir atau pekerjaan.
4.      Dampak dari tindakan sepihak tersebut menimbulkan berbagai gejolak psikologis, diantarannya : malu, marah, benci, dendam, hilangnya rasa aman dan nyaman dalam bekerja, dan sebagainya
Pelecehan sekssual sering dirasakan sebagai perilaku menyimpang, karena perbuatan tersebut memaksa seseorang terlibat dalam suatu Hubungan seksual atau menetapkan seseorang sebagai objek perhatian yang tidak diinginkannya.[6] Artinya pelecehan seksual dapat berupa sikap yang tidak senonoh, seperti menyentuh anggota tubuh yang vital dan dapat pula hanya berupa kata-kata atau pertanyaan yang bernuansa tidak senonoh. Sedangkan orang yang menjadi objek sentuhan atau pernyataan tersebut tidak menyenanginya.

2.      Faktor Yang Mempengaruhi Pelecehan Seksual
Secara umum tentang asal penyebab pelecehan seksual menurut Collier (1992) dibagi menjadi lima bagian, yaitu :
1.      Pengalaman pelecehan seksual dari faktor biologik.
Dalam kasus pelecehan seksual diduga bahwa lelaki itulah yang berkemungkinan lebih besar sebagai “pelaku jahatnya”. Sedangkan perempuan itulah yang lebih berkemungkinan untuk diposisikan sebagai korbannya. Selain itu, atribut pelecehan seksual terhadap perempuan merupakan kelemahan laki-laki dalam mengontrol dorongan alamiahnya tersebut. Laki-laki melakukan pelecehan seksual untuk memenuhi kebutuhannya sendiri yaitu melakukan rangsangan erotis untuk menutupi dan mengatasi kelemahannya. Ketidakmampuannya dalam menahan keinginan dan dorongan-dorongan seksualnya sendiri yang diungkapkan melalui pelecehan seksual.
Ketika seorang perempuan memberikan sebuah rangsangan terhadap laki-laki yang tidak mampu untuk mengendalikan syahwatnya maka pelecehan seksual adalah hal yang sering terjadi akibat hal tersebut. Jadi intinnya walaupun biasanya yang menjadi pelaku pelecehan seksual adalah laki-laki tidak dipungkiri bahwa penyebabnya itu dikarenakan oleh si korban ataupun perempuan yang terlalu berbuat atau berpenampilan yang tidak sepatutnya di tunjukkan dihadapan laki-laki.
2.      Peristiwa pelecehan seksual dari faktor sosial budaya
Pola kehidupan sosial budaya yang dijalani seseorang semenjak kecil dalam etnis keluarganya, tanpa disadari sedikit banyak berpengaruh terhadap pola tingkah laku seseorang kemudian dalam kehidupan bermasyarakat. Adanya realita bahwa fisik lelaki lebih kuat daripada perempuan telah turut mempengaruhi pola pikir, sikap dan tingkah laku lelaki terhadap perempuan dan sebaliknya. Selain itu, budaya pun mempengaruhi perlakuan seksualitas yang memungkinkan pelecehan seksual terjadi. Hal ini berdasarkan peran jenis kelamin atau social-role stereotype, dimana dengan kebudayaan Indonesia yang partiakal tersebut menempatkan laki-laki pada posisi superordinat dan perempuan dalam posisi subordinat. Hal ini lebih memungkinkan timbulnya pelecehan (perendahan secara harkat dan martabat) sampai timbulnya pelecehan seksual.
Bisa kita lihat dalam kehidupan sosial di masyarakat kota dengan masyarakat di pedesaan, tindakan pelecehan di kota akan lebih besar terjadi daripada di desa, mengapa karena di kota sudah banyak masyarakat yang melalaikan nilai-nilai agama sedangkan dilingkungan desamasih kental agamanya, jadi tindakan pelecehan seksual akan lebih kecil untuk terjadi.
3.      Pengaruh pendidikan terhadap pelecehan seksual
Pendidikan dalam hal ini juga berpengaruh terhadap adanya pelecehan seksual. Hal ini, khususnya di Indonesia, perempuan belum punya banyak kesempatan untuk menikmati jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga belum mampu menolak perlakuan, sikap dan anggapan yang diskriminatif terhadap dirinya. Kejadian ini terjadi, biasanya dengan keberadaan atau posisi laki-laki sebagai atasan dan perempuan sebagai bawahannya. Dimana, perempuan dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah daripada laki-laki.
Seperti yang terjadi pada kasus yang diangkat didalam makalah ini, kebanyakan orang yang tidak memiliki keimanan yang kuat akan memanfaatkan jabatannya untuk memuaskan nafsunya. Ia tidak peduli terhadap dampak dari perbuatannya terhadap orang yang menjadi korbannya.  
4.      Timbulnya pelecehan seksual yang diambil dari faktor pembelajaran sosial dan motivasi.
Dengan adanya pengkondisian tingkah laku yang dianggap disetujui secara sosial budaya seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, maka pengkondisian tingkah laku tersebut dianggap disetujui untuk tetap dilakukan dalam masyarakat. Hal ini mengingat bahwa hukum yang menindak dengan tegas kasus-kasus pelecehan seksual belum juga sempurna, malah memperkuat dan menegaskan bagi timbulnya pelecehan seksual. Selain itu, seseorang selalu belajar dari lingkungan di sekitarnya dan apabila hal ini dipertegas dari hasil observasinya, maka kecenderungan tingkah laku ini akan terus berulang. Dalam beberapa kasus, pelecehan seksual dilakukan agar laki-laki tetap menempati posisinya. Hal ini didorong oleh motif ekonominya.
Tidak jarang disuatu lingkungan masyarakat yang tidak memperdulikan perkembangan pola pikir masyarakatnya terhadap perbuatan seksual akan lebih memberikan kesempatan kepada orang-orang yang memiliki kesalahan dalam  perkembangan seksualnya untuk melakukan pelecehan seksual.
Dengan kata lain manusia tidak dapat lepas dari unsur nafsu  karena dengan adanya unsure tersebut manusia dapat melanjutkan dan memperbanyak keturunannya.[7]

3.      Dampak dari Pelecehan Seksual
Begitu banyak dampak yang muncul akibat pelecehan seksual, berikut ini adalah pemafaran tentang dampak yang sering muncul bagi korban yang pernah mengalami pelecehan seksual. Dampak pelecehan seksual bagi pelajar lebih dari apa yang bisa kita bayangkan. Stephen J. Sossetti dengan tepat mengatakan bahwa “dampak pelecehan seksual pada pelajar  adalah membunuh jiwanya”. Bagaimana tidak, luka pelecehan itu akan dibawa terus oleh seorang anak hingga ia dewasa, menjadi luka abadi yang sulit dihilangkan.
Dampak Psikologis Pelecehan Seksual Menurut Collier (1992), dampak-dampak psikologis pelecehan seksual tergantung pada :
1.      Frekuensi terjadi pelecehan : semakin sering terjadi, semakin dalam pula luka yang ditimbulkan.
2.      Parah tidaknya (halus atau kasar, taraf) semakin parah tindak pelecehan seksual dan semakin tindakan tersebut menghina martabat dan integritas seseorang, semakin dalam pula luka yang ditimbulkan, apalagi jika menyangkut keluarga korban.
3.      Apakah secara fisik juga mengancam atau hanya verbal : semakin tindakan pelecehan ini dirasakan mengancam korban secara fisik, lebih dalam dampak dan luka yang ditimbulkan. Bila pelecehan seksual dilakukan dengan ancaman pemecatan dan korban tidak yakin mampu menemukan pekerjaan lain, maka dampak psikologis akan lebih besar.
4.      Apakah menggangu kinerja pekerja : bila ya, maka akan disertai dengan rasa frustasi. Ini tentunya juga tergantung seberapa parah dan jauh pelecehan itu mengganggu kinerja korban. Semakin parah gangguan yang dialaminya, semakin tinggi taraf frustasi dan semakin parah kerusakan psikologisnya.
Secara umum, menurut Kelly (1998) dampak utama psikologis pelecehan seksual yang paling sering tampil adalah:
1.      Jengkel, marah, stress hingga breakdown
2.      Ketakutan, frustasi, rasa tidak berdaya dan menarik diri
3.      Kehilangan rasa percaya diri
4.      Merasa berdosa atau merasa dirinya sebagai penyebab
5.      Kebencian pribadi hingga generalisasi kebencian pada pelaku atau mereka dari jenis kelamin yang sama dengan pelaku.
Menurut Rumini & Sundari (2004) wanita yang mengalami pelecehan seksual dapat mengalami akibat fisik seperti gangguan perut, nyeri tulang belakang, gangguan makan, gangguan tidur rasa cemas dan mudah marah.Sedangkan akibat psikologis ynag dirasakan antara lain adalah perasaan terhina, terancam dan tidak berdaya. Hasil ini diperkiat oleh penelitian Goodman (dalam Rumini & Sundari, 2004) yang menyatakan bahwa wanita korban pelecehan seksual sebagian besar mengalami simtom-simtom fisik dan stress emosional. Beberapa peneliti mencoba menyimpulkan akibat dari pelecehan seksual pada kehidupan perempuan dan kesejahteraannya dapat diperiksa dari tiga perspektif utama yaitu yang berkaitan dengan pekerjaan atau pendidikan, faktor psikologis dan fisik yang berkaitan dengan masalah kesehatan (Basri, 1994)


4.      Landasan Hukum
Perlindungan hukum yang dapat diberikan terhadap perempuan yang menjadi korban tindak kekerasan/pelecehan seksual dapat diberikan melalui
1.      Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT dan KUHP yang menyangkut ’perkosaan’
2.      Pasal 285 KUHP yang merupakan tindak kekerasan seksual yang sangat mengerikan dan merupakan tindakan pelanggaran hak-hak asasi yang paling kejam terhadap perempuan.
3.      UU No. 13 Tahun 2006 khususnya dalam Pasal 5, Pasal 8, dan Pasal 9 yang merupakan hak dari seorang perempuan yang menjadi korban.
4.      pelecehan seksual dapat dijerat dengan pasal percabulan (Pasal 289 s.d. Pasal 296 KUHP)
5.      Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”), sebagai lex specialis (hukum yang lebih khusus) dari KUHP.
6.      Pasal 82 UU Perlindungan Anak:
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).”
Sedangkan dalam pandangan hukum Islam tentang perilaku pelecehan seksual telah menjadi Ijtihad para ulama. Hukuman tersebut berbentuk Tkazir. Bentuk hukuman tersebut dapat berupa hukuman mati, jilid, denda, pencemaran nama baik dan lain-lain. Hukuman takzir yang dikenakan kepada  pelaku pelecehan seksual harus seuai dengan bentuk pelecehan seksual yang dilakukan, dan hukuman tersebut disanksikan kepada pelaku demi kemaslahatan. Karena pada dasarnya seksual ini menyangkut seseorang baik atau buruknya.

5.      Upaya Bagi Seorang Konselor
Karena banyaknya kasus pelecehan seksual sudah seharusnya kita waspada dan menjaga diri dengan sebaik-baiknya terutama perempuan. Kita dapat mencegah terjadinya pelecehan seksual dengan cara : mempunyai prinsip yang tegas, berpakaian yang baik, sopan dan tertutup serta tidak menampilkan lekuk tubuh karena hal tersebut dapat memicu terjadinya pelecehan seksual, berperilaku sopan, segera melaporkan pelaku pelecehan seksual kepada pihak yang berwenang agar mendapat sanksi dan dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku sebab dampak yang ditimbulkan dari pelecehan sosial adalah trauma psikologis yang sangat berat yang akan dibawa seumur hidupnya. Selalu perbaiki akhlak,iman dan taqwa kita agar senantiasa mendapat  perlindungan dari-Nya serta dekat dengan sang Pencipta yaitu Allah SWT. Sebab kita tidak bisa 100% menyalahkan pelaku, segala tindak kejahatan tidak hanya karena niat pelaku namun karena ada kesempatan dan perilaku yang menarik pelaku untuk berbuat jahat terhadap kita.








KESIMPULAN

Pelecehan dapat dilakukan oleh siapa saja baik laki-laki maupun perempuan. Namun sebagian besar pelaku kasus pelecehan seksual adalah laki-laki. Seseorang dapat melakukan pelecehan seksual karena hal-hal sebagai berikut :
1.     Lingkungan sosialnya.
2.     Suasana sekitar yang mendukung.
3.     Memiliki kekuasaan yang lebih tinggi.
4.     Stres terhadap perkawinannya.
5.     Mengalami penurunan moral.
6.     Memiliki perilaku seks yang menyimpang.
7.     Kurangnya peraturan hukum yang ada.
Pelecehan seksual dapat berupa sikap yang tidak senonoh, seperti menyentuh anggota tubuh yang vital dan dapat pula hanya berupa kata-kata atau pertanyaan yang bernuansa tidak senonoh. Sedangkan orang yang menjadi objek sentuhan atau pernyataan tersebut tidak menyenanginya.
Perlu adanya kesadaran didalam diri individu masing-masing untuk menghindari hal ini, jika setiap orang memiliki keimanan dan ketaqwaan yang kokoh maka masalah yang ada dalam contoh kasus pelecehan seksual itu tidak akan terjadi. Apalagi seorang polisi yang seharusnya melindungi masyarakat bukan malah menjadi pelaku dalam tindakan yang keji ini.

SARAN

Untuk dapat menghindari dari perbuatan pelecehan seksual hendaknya setiap individu memulai dari diri sendiri, dapat dicegah dari hal sekeceli apapun mulai dari sekarang. Para pemuka agama ataupun pemerintahan hendaknya memberikan bimbingan dan siraman rohani keagamaan kepada setiap individu maupun perorangan agar terbentuknya pribadi moral yangbaik dan berakhlak mulia, sehingga tidak terjadi pelaku atau perbuatan pelecehan seksual.








DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1996. Jakarta. Balai Pustaka





Jalaluddin. Pengantar Ilmu Jiwa Agama”. 1989. Jakarta. Pustaka.

Khairudin. Pelecehan Seksual Terhadap Istri. 1999. Yogyakarta. Pusat penelitian kependudukan unversitas Gajam dana

Rohan Colier. pelecehan seksual, Hubungan dominasi masyarakat dan minoritas. 1998. Yogyakarta. Tiara Yogya.

Sarwono. (2008). S.W. Psikologi Remaja. Jakarta. Balai Pustaka

Sobsey, D.(1994). Violence and Abuse in the Lives of People With Disabilities: The End of Silent Acceptance?. Baltimore: Paul H. Brookes Publishing Co.

Sorenson, Susan B. (1997). Violence and Sexual Abuse at Home: Current Issues in Spousal Battering and Child Maltreatment. New York: Haworth Press.
           




[1] Sarwono. (2008). S.W. Psikologi Remaja. Jakarta. Balai Pustaka
[2] Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1996. Jakarta. Balai Pustaka. Hlm. 507

[3] Sorenson, Susan B. (1997). Violence and Sexual Abuse at Home: Current Issues in Spousal Battering and Child Maltreatment. New York: Haworth Press. Hlm. 42

[4] Sobsey, D.(1994). Violence and Abuse in the Lives of People With Disabilities: The End of Silent Acceptance?. Baltimore: Paul H. Brookes Publishing Co. Hlm. 71
[5] Khairudin. Pelecehan Seksual Terhadap Istri. 1999. Yogyakarta. Pusat penelitian kependudukan unversitas Gajam dana. Hlm. 1-3
[6] Rohan Colier. pelecehan seksual, Hubungan dominasi masyarakat dan minoritas. 1998. Yogyakarta. Tiara Yogya.Hlm. 4
[7] Jalaluddin. Pengantar Ilmu Jiwa Agama”. 1989. Jakarta. Pustaka. Hlm. 11

0 komentar:

Posting Komentar

 
;