MAKALAH ILMU PENDIDIKAN
ISLAM
Pendidik Dalam Perspektif
Pendidikan Islam
DISUSUN OLEH:
ADRI HERMAWAN
HABIBURRAHMAN
NUR’AINUN
EKA LESTARI
INDAH LESTARI
YANA LESTARI SIHOTANG
BIMBINGAN
KONSELING ISLAM
FAKULTAS
ILMU KEGURUAN DAN TARBIYAH
IAIN-SU
2013
PENDAHULUAN
Pendidikan Islam mempunyai tujuan
akhir yaitu agar terciptanya insan kamil, dan untuk mengaktualisasikan
tujuan tersebut dalam pendidikan Islam, seorang pendidik mempunyai tanggung
jawab dalam mengantarkan peserta didik ke arah yang dimaksud, sehingga keberadaan
pendidik dalam dunia pendidikan sangatlah penting, sebab kewajibannya tidak
hanya memberikan atau memasukkan ilmu pengetahuan tetapi juga dituntut untuk
menginternalisasikan nilai-nilai pada peserta didik, dan sebagai pendidik juga
bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya
mengembangkan seluruh potensinya, baik potensi afektif, kognitif maupun
psikomotorik, ataupun sering disebut potensi rasa, cipta, dan karsa. Nah, maka
dari itu, pembahasan yang terdapat dalam makalah ini, akan memberkan informasi
atau gambaran tentang hakikat pendidik dalam perspektif pendidikan Islam, siapa
sajakah pendidik dalam pendidikan Islam, Peran pendidik dalam pembinaan
akhlak, Sifat guru dalam pendidikan
Islam, dan yang terakhir tugas pendidik dalam pendidikan Islam.
Makalah ini bertujuan agar setelah
mengetahui bagaimana pendidik dalam perspektif pendidikan Islam, akan membantu
pembaca dalam mengaktualisasikan perannya terhadap perkembangan generasi agar
menjadi manusia yang bermanfaat bagi bangsa dan agama. Khususnya mahasiswa dan
mahasiswi BKI 2 yang memang berada dalam instansi pendidikan yaitu fakultas
ilmu keguruan dan tarbiyah.
PEMBAHASAN
A. Hakikat Pendidik dalam perspektif
Islam
Dalam konteks pendidikan Islam, secara etimologi pendidik
disebut dengan murabbi, muallim, dan muaddib. Kata murabbi
berasal dari kata rabba, yurabbi. Misalnya, sering dijumpai dalam
kalimat yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat
jasmani atau rohani. Pemeliharaan seperti ini terlihat dalam proses orang tua
membesarkan anaknya. Mereka tentunya memberikan pelayanan secara penuh agar
anaknya tumbuh dengan fisik yang sehat dan kepribadian serta akhlak yang
terpuji. Sedangkan untuk istilah muallim pada umumnya dipakai dalam
membicarakan aktifitas yang lebih terfokus pada pemberian atau pemindhan ilmu
pengetahuan (baca: pengajaran), dari seorang yang tahu kepada seseorang yang
tidak tahu. Dan istilah muaddibi lebih luas dari istilah muallim
dan lebih relevan dengan konsep pendidikan Islam. Beragamnya penggunaan
istilah pendidikan dalam literatur pendidikan Islam telah memberikan pengaruh
terhadap penggunaan istilah untuk pendidik dan ini sesuai alasan masing-masing
pemakai istilah tersebut bagi mereka yang cenderung memakai istilah tarbiyah,
tentu murabbi adalah sebutan yang tepat untuk seorang pendidik. Dan bagi
yang merasa bahwa istilah ta’lim lebih cocok untuk pendidikan, sudah
pasti ia menggunakan istilah mu’allim untuk menyebut seorang pendidik.
Begitu juga dengan mereka yang cenderung menggunakan ta’dib untuk
mengistilahkan pendidikan, tentunya muaddib menjadi pilihannya. Secara
terminologi, pendidikan Islam menggunakan tujuan sebagai dasar untuk menentukan
pengertian pendidik. Hal ini disebabkan karena pendidikan merupakan kewajiban
agama, dan kewajiban hanya dipikulkan kepada orang yang telah dewasa.[1]
Istilah
pendidik didalam islam disebut dengan istilah seperti mu’addid, murabbi, dan
mu’allim. Walaupun ketiga istilah itu masih terbedakan, karena masing-masing
memiliki konotasi dan penekanan makna yang agak berbeda, namun dalam sejarah
pendidikan islam ketiganya selalu digunakan secara bergantian.[2]
Memang betul, walaupun pendidik disebut dengan istilah yang
berbeda, namun menurut pemakalah bahwa ketiganya mempunyai tujuan yang sama
yaitu adalah menciptakan insan kamil ataupun membimbing peserta didik agar
mampu mengembangkan potensinya baik potensi afektif, kognitif, dan psikomotorik
dan juga mampu menyempurnakan akhlak yang baik, agar bahagia didunia dan
akhirat.
Hakekat
pendidik dalam islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap
pekembangan peserta didik dengan mengupayakan seluruh potensi anak didik baik
potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik. Pendidik berarti juga orang
dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada anak didik dalam
perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, maupun
berdiri sendiri memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu berdiri sendiri memenuhi
tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT dan mampu sebagai makhluk sosial,
dan sebagai makhluk individu yang mandiri. Marimba mengartikan pendidik sebagai
orang yang memikul pertanggung jawaban sebagai pendidik, yaitu manusia dewasa
yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab terhadap pendidikan peserta
didik. Pendidik juga diartikan sebagai orang yang betanggung jawab dalam
menginternalisasikan nilai -nilai religious dan berupaya menciptakan individu
yang memiliki pola pikir ilmiah dan pribadi yang sempurna.[3]
Jika kita lihat dari hakikat pendidik diatas, jelas bahwa kehadiran
seorang pendidik itu sangat diharapkan untuk perkembangan peserta didik agar
mencapai tingkat kedewasaan yang diharapkan mampu untuk menjadi makhluk sosial
mampu untuk memenuhi berdiri sendiri memenuhi tingkat kedewasaan sehingga
menjadi hamba yang selalu bertaqwa kepada Allah SWT, dan memilikiakhlaktul
karimah.
Pendidik
dalam islam adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak
didik. Dalam islam, orang yang paling bertanggung jawab tersebut adalah orang
tua (ayah dan ibu) anak didik. Tanggung jawab itu disebabkan sekurang-kurangnya
oleh dua hal: pertama, karena kodrat, yaitu karena orang tua ditakdirkan
menjadi orang tua anaknya, dan kerena itu ia di takdirkan pula bertanggung
jawab mendidik anaknya; kedua, karena kepentingan kedua orang tua, yaitu orang
tua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya, sukses anaknya
adalah sukses orang tuanya juga. Pada awalnya tugas itu adalah murni tugas
kedua orang tua ; jadi tidak perlu orang tua mengirimkan anaknya ke sekolah.
Akan tetapi, karena perkembangan pengetahuan, keterampilan, sikap, serta
kebutuhan hidup sudah sedemikian luas, dalam, dan rumit. Maka orang tua tidak
mampu lagi melaksanakan sendiri tugas-tugas mendidik anaknya. Coba bayangkan,
seandainya orang tua mendidik anaknya sejak tingkat dasar sampai perguruan
tinggi dirumah, oleh dirinya sendiri, sekalipun katakanlah orang tua mampu
menyelenggarakan itu, apa yang terjadi ? mahal, tidak efisien, dan mungkin juga
tidak akan efektif. Pada zaman yang telah maju ini semakin banyak tugas orang
tua sebagai pendidik yang diserahkan kepada sekolah. Itu lebih murah lebih
efisien, dan juga lebih efektif.[4]
Jika kita lihat dari konteks pendidik diatas yang menyatakan bahwa
memang orang tua sangat berperan penting dalam perkembangan anak, bisa juga
dibilang orang tua adalah yang paling berperan. Terdapat dua alasan mengapa
orang tua sangat berperan penting dalam pendidikan anak, yang pertama karena
kodrat, dan kedua adalah kepentingan orang tua terhadap anak. Walaupun demikian
tidak bisa sepenuhnya pendidikan anak itu dibebankan kepada orang tua, karena
jika hal pendidikan anak itu hanya dibebankan kepada orang tua maka tidak
efisien dan tidak efektif. Pada zaman sekarang ini banyak tugas mendidik dari
orang tua itu diserahkan kepada sekolah. Maka itu akan lebih efisien dan
efektif.
B. Siapa Saja Pendidik Dalam Pandangan Islam
Terdapat empat pembagian pendidik
dalam pandangan Islam, seperti berikut:
1. Allah
Dari berbagai ayat al-Qur’an yang membicarakan tentang
kedudukan Allah sebagai pendidik dapat dipahami dalam firman-firman yang
diturunkannya kepada Nabi Muhammad SAW. Allah memiliki pengetahuan yang amat
luas. Ia adalah Maha pencipta. Firman Allah SWT. yang artinya:
“Dan
(Allah) ‘allama (mengajarkan) segala macam nama kepada Adam.” (QS. al-Baqarah).
Berdasarkan ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah SWT.
sebagai pendidik bagi manusia. Menurut Al-Razi, yang membuat perbandingan
antara Allah sebagai pendidik dengan manusia sebagai pendidik sangatlah
berbeda. Allah sebagai pendidik mengetahui segala kebutuhan orang yang
dididiknya. Sebab Dia adalah Zat Pencipta. Perhatian Allah tidak terbatas hanya
terhadap sekelompok manusia saja, tetapi memperhatikan dan mendidik seluruh
alam.[5]
Allah sebagai pendidik adalah suatu
hal yang tidak bisa dipungkiri lagi, mengapa? Karena menurut pemakalah dan
mungkin menurut kita semua sebagai umat muslim setuju jika menyatakan Allah
adalah pendidik yang mengetahui segala kebutuhan yang dibutuhkan oleh hambanya
selaku peserta didik, dan Allah sebagai pendidik tidak hanya kepada manusia
saja, namun kepada seluruh alam ini.
2.
Nabi Muhammad SAW.
Nabi sendiri mengidentifikasikan dirinya sebagai muallim
(pendidik). Nabi sebagai penerima wahyu Al-Qur’an bertugas menyampaikan
petunjuk-petunjuk kepada seluruh umat Islam kemudian dilanjutkan dengan
mengajarkan kepada manusia ajaran-ajaran tersebut. Hal ini pada intinya
menegaskan bahwa kedudukan Nabi sebagai pendidik ditunjuk langsung oleh Allah
SWT. Untuk mewujudkan pendidik yang profesional, kita dapat mengacu pada
tuntunan Nabi SAW, karena beliau satu-satunya pendidik yang paling berhasil
dalam rentang waktu yang begitu singkat, sehingga diharapkan dapat mendekatkan
realitas (pendidik) dengan yang ideal (Nabi SAW). Keberhasilan Nabi SAW.
sebagai pendidik didahului oleh bekal kepribadian (personality) yang
berkualitas unggul, kepeduliannya terhadap masalah-masalah sosial, serta
ketajamannya dalam Iqra’ bismirabbik (membaca, menganalisis, meneliti
dan mengeksperimentasi terhadap berbagai fenomena kehidupan dengan menyebut
nama Tuhan), kemudian beliau mampu mempertahankan iman, amal shaleh, berjuang
dan menegakkan agama Allah.[6]
Jika kita lihat sejarah perjuangan
Nabi Muhammad SAW dalam menyiarkan Agama Islam, perjuangan dengan niat yang
konsisten yaitu menyempurnakan akhlak memang sangat patut kita banggakan.
Seorang yang buta huruf mampu menjadi pendidik yang sangat luar biasa, Nabi
Muhammad juga merupakan tokoh yang menduduki nomor satu dalam 100 tokoh yang
paling berpengaruh didunia.
3.
Orang tua
Pendidik dalam lingkungan keluarga adalah orang tua. Hal ini
disebabkan karena secara alami anak-anak pada masa awal kehidupannya berada di
tengah-tengah ayah dan ibunya. Dari merekalah anak mulai mengenal
pendidikannya, dasar pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup
banyak tertanam sejak anak berada di tengah orang tuanya. Al-Qur’an menyebutkan
sifat-sifat yang dimiliki orang tua sebagai guru, yaitu memiliki kesadaran
tentang kebenaran yang diperoleh melalui ilmu dan rasio, dapat bersyukur kepada
Allah, suka menasehati anaknya agar tidak menyekutukan Tuhan, memerintahkan
anaknya agar menjalankan perintah shalat, sabar dalam menghadapi penderitaan
(QS. Luqman: 104). Itulah sebabnya orang tua disebut “pendidik kodrati” yaitu
pendidik yang telah diciptakan oleh Allah qodratnya menjadi pendidik. Pendidik
pertama dan utama orang tua sendiri. mereka berdua yang bertanggungjawab penuh
atas kemajuan perkembangan anak kandungnya, karena sukses tidaknya anak sangat
tergantung pengasuhan, perhatian, dan pendidikannya. Kesuksesan anak merupakan
cerminan atas kesuksesan orang tua juga. Firman Allah SWT.:
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا قُوْا
أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارًا
“Peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. at-Tahrim: 6)
Sebagai pendidik pertama dan utama terhadap anak-anaknya,
orang tua tidak selamanya memiliki waktu yang leluasa dalam mendidik
anak-anaknya, sehingga anak lazimnya dimasukkan ke lembaga sekolah.
4. Guru
Pendidik di lembaga pendidikan persekolahan disebut dengan
guru, yang meliputi guru madrasah atau sekolah sejak dari taman kanak-kanak,
sekolah menengah, dan sampai dosen-dosen di perguruan tinggi, kiai di pondok
pesantren, dan lain sebagainya. Namun guru buka hanya menerima amanat dari
orang tua untuk mendidik, melainkan juga dari setiap orang yang memerlukan
bantuan untuk mendidiknya. Sebagai pemegang amanat, guru bertanggungjawab atas
amanat yang diserahkan kepadanya. Allah menjelaskan:
“Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat.” (QS. an-Nisa’: 58)[7]
Walaupun kewajiban mendidik adalah
milik orang tua, namun tidak sepenuhnya orang tua mampu untuk mendidik, maka
dari itu orangtua perlu bantuan dari lembaga pendidikan, dan dalam lembaga
pendidikan pendidik itu biasa disebut guru ataupun dosen. Selaku pemegang
amanat dari orang tua dalam hal pendidikan sang anak, maka guru atau dosen
harus bertanggung jawab atas amanat yang dipegangnya.
C. Peran Pendidik dalam pembinaan
Akhlak
Jujun
Suryasumantri berkata, “ kalau kita kaji lebih dalam maka sesungguhnya pendidikan
keilmuan juga merupakan sumber pendidikan etika”. Pendidikan di Negara kita
belum memanfaatkan pendidikan keilmuan sebagai salah satu wahana pendidikan
moral. Seperti sudah di singgung kedepan bahwa pendidikan akhlak atau moral
hanya bisa dilakukan sungguh-sungguh bila dilakukan secara formal melalui
pembelajaran budi pekerti atau pendidikan agama. Sikap-sikap ilmiah yang
mengarah pada terbentuknya pribadi yang berakhlak mulia antara lain:
1.
Sikap
cinta akan kebenaran yang akan memberikan dorongan untuk terus-menerus dengan
segala ketelitian, ketekunan, keterbukaan, kerendahan hati, dan kejujuran mau
mencari jawaban yang lebih memuaskan dan sesuai dengan kenyataan.
2.
Sikap
objektif yang berusaha menghindarkan diri dari pamrih, sikap apriori, dan kecondongn-kecondongan
subjektif (bisa) yang mengakibatkan distorsi atas hasil penelitian.
3.
Sikap
bertanggung jawab atas ilmunya baik pada komunitas ilmuwan maupun pada
masyarakat luas yang langsung atau tidak langsung cepat atau lambat, akan
terkena oleh buah pemikiran dan penelitiannya.
4.
Sikap
logis dan kritis yang tidak begitu saja menerima anggapan yang berlaku dalam
masyarakat, melainkan berusaha untuk mencari dan menemukan dasar penalaran di
balik anggapan tersebut, yang secara keseluruhan merupakan sikap-sikap yang
relevan bagi pembentukan pribadi yang beakhlak mulia.[8]
Didalam pembinaan terhadap akhlak,
seorang pendidik harus memiliki sikap ilmiah yang mengarah pada terbentuknya
pribadi yang berakhlak mulia, seperti sikap cinta, objektif, bertanggung jawab,
logis dan kritis. Keempat sifat ini sangat penting dimiliki. Karena sudah jelas
jika membuat peserta didik senang dengan pendidik harus dengan sikap cinta,
seorang pendidik harus memiliki sikap objektif dalam arti harus mendidik dengan
menghilangkan rasa keinginan mendapat imbalan atau pamrih, sikap bertanggung
jawab juga harus dimiliki seorang pendidik baik itu kepada ilmu yang dimiliki,
kepada sesama ilmuan, kepada masyarakat dan kepada peserta didiknya, sikap
kritis dan logis juga sangat berperan penting bagaimana seorang pendidik tidak
boleh begitu saja menerima anggapan dari masyarakat, namun harus melalui
pikirian yang kritis dan logis.
D. Sifat Guru Dalam Pandangan Islam
Memang harus diakui
sulit membedakan dengan tegas antara tugas, syarat, dan sifat. Dalam karangan
ini “syarat” diartikan sebagai sifat guru yang pokok, yang dapat dibuktikan
secara empiris tatkala menerima tenaga guru. Jadi syarat guru yang dimaksud ini
adalah syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi guru. Adapun “sifat” guru yang
dimaksud dalam karangan ini adalah pelengkap syarat tersebut; dapat juga
dikatakan syarat adalah sifat minimal yang harus dipenuhi guru; sedangkan sifat
adalah pelengkap syarat sehingga guru tersebut dikatakan memenuhi syarat
maksimal. Al-abrasy menyebutkan bahwa guru dalam islam sebaiknya memiliki sifat
– sifat sebagai berikut ini:
1. Juhud,
tidak mengutamakan materi, mengajar dilakukan mencari keridhoan Allah.
2. Bersih
tubuhnya. jadi, penampilan lahiriah menyenangkan.
3. Bersih
jiwanya, tidak mempunyai dosa besar.
4. Tidak
riya, karena riya akan menghilangkan keihklasan.
5. Tidak
memendam rasa dengki dan iri hati
6. Ikhlas
dalam melaksanakan tugas
7. Sesuai
perbuatan dengan perkataan.
8. Tidak
malu mengakui ketidaktauan
9. Tidak
menyenangi permusuhan
10. Bijaksana
11. Tegas
dalam perkataan dan perbuatan tetapi tidak kasar
12. Rendah
hati (tidak sombong)
13. Lemah
lembut
14. Pemaaf
15. Sabar
, tidak marah karena hal-hal kecil
16. Berkepribadian
17. Tidak
merasa rendah diri
18. Bersifat
kebapakan (mampu mencintai murid seperti mencintai anak sendiri)
Mengetahui
karakter murid, emncakup pembawaan, kebiasaan, perasaan, dan pemikiran.[9]
Begitu banyak sifat yang harus di
miliki seorang pendidik, itu memang tidak bisa dipungkiri lagi karena salah
satu sifat saja tidak lengkap maka akan mengurangi keprofesionalan seorang
pendidik tersebut.
Tadi diatas ada dibahas tentang
syarat guru. Maka syarat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tentang
umur harus sudah dewasa
Tugas mendidik adalah
tugas yang amat paling penting karena menyangkut perkembangan seseorang, jadi
menyangkut nasib seseorang. Oleh karena itu, tugas itu harus dilakukan secara
tanggung jawab.
2. Tentang
kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani
Jasmaniah tidak sehat
akan mengahambat pelaksana pendidikan, bahkan dapat membahayakan anak didik bila mempunyai
penyakit menular, dari segi rohani, orang gila berbahaya juga bila ia mendidik.
3. Tentang
kemampuan mengajar ia harus ahli
Ini penting sekali bagi
pendidik, termasuk guru. Orang tua dirumah seharusnya perlu sekali mempelajari
teori- teori pendidikan. Dengan pegetahuan nya diharapkan ia akan lebih
berkemampuan menyelenggarakan pendidikan bagi anak – anak nya dirumah.
4. Harus
berkesusilaan dan berdedikasi tinggi.
Syarat ini amat penting
dimiliki untuk melaksanakan tugas – tugas mendidik selain mengajar. bagaimana
guru akan memberikan contoh-contoh kebaikan bila ia sendiri tidak baik perangainya.[10]
Menurut
pemakalah keempat syarat diatas sudah cukup untuk menjadi pedoman dalam
penyeleksian seorang calon guru atau pendidik. Dimana keempat syarat ini harus
sangat diperhatikan oleh lembaga pendidikan dalam penerimaan guru. Calon guru
itu harus sudah dewasa dalam arti tanggung jawabnya lebih konsisten, calon guru
harus sehat jasmani dan rohani kalau keduanya tidak sehat maka akan menggurangi
keoptimalan dalam mendidik, calon guru harus memiliki keahlian dalam mendidik
dengan pengalaman yang telah didapatkan, calon guru harus berdedikasi dan
kesusilaan yang tinggi karena seorang guru harus bisa menjadi teladan terhadap
peserta didik dan masyarakat.
E. Kedudukan dan Tugas Pendidik Dalam
Pendidikan Islam
Pendidik adalah bapak
rohani (spritual father) bagi peserta didik, yang memberikan santapan jiwa
dengan ilmu, pembinaan dalam akhlak mulia, dan meluruskan prilakunya yang
buruk. Oleh karena itu pendidik mempunyai kedudukan yang tinggi dalam islam.
Dalam beberapa hadist di sebutkan : “ jadilah engkau sebagai guru, atau
pelajar, atau pendengar, atau pecinta dan janganlah kamu menjadi orang yang
kelima, sehingga engkau menjadi rusak”. Al-ghazali menukil beberapa hadis nabi
tentang keutamaan seorang pendidik. Ia berkesimpulan bahwa pendidik disebut
sebagai orang-orang besar yang aktifitasnya lebih baik dari pada ibadah yang
setahun (Qs, taubah : 122). Selanjutnya al-Ghazali menukil dari perkataan para
ulama yang menyatakan bahwa pendidik merupakan pelita (siraj) segala zaman,
orang yang hidup semasa dengannya akan
memperoleh pelancaran cahaya keilmiahannya. Andai kata dunia tidak ada pendidik
, niscaya manusia akan seperti binatang, sebab : “pendidilk adalah upaya
mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangan (baik binatang buas ataupun
binatang jinak ) kepada sifat insaniah dan ilahiyah.[11]
Islam
sangat menempatkan pendidik dalam tingkatan yang sangat tinggi, karena tidak
akan ada Ustadz, presiden, profesor, dokter, polisi, dan lain sebagainya, jika
tidak diawali dari bantuan seorang pendidik yang dengan tujuannya untuk
menajadikan insan kamil yang bahagia di dunia dan akhirat. Maka dari itu ada
pepatah mengatakan “Jadilah Guru, bukan Guru jadilah”. Kita semua bisa menjadi
pendidik, jika kita mampu menjadi orang yang dewasa, dalam arti bisa
bertanggung jawab terhadap amanat yang di berikan Allah SWT kepada kita sebagai
khalifah dimuka bumi.
Ada
juga tugas yang harus di emban oleh seorang pendidik, seperti yang dibahas
berikut :
Menurut
Al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan,
menyucikan serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri (taqarrub)
kepada allah swt. Hal tersebut karena pendidikan islam yang utama adalah upaya
untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Jika pendidik belum mampu membiasakan diri
dalam peribadatan pada peserta didiknya , maka ia akan mengalami kegagalan dan
tugasnya, sekalipun peseta didiknya memiliki prestasi akademis yang luar biasa.
Hal itu akan mengandung arti akan keterkaitan antara ilmu dan amal shaleh. Kadang
kala seseorang terjebak dengan sebutan pendidik, misalnya ada sebagian orang yang
mampu memberikan dan memindahkan ilmu pengetahuan (transfer of knowledge)
kepada orang lain sudah di katakan sebagai pendidik. sesungguhya seorang
pendidik bukanlah seorang bertugas itu saja, tetapi juga bertanggung jawab atas
pengelolaan, pengarah, fasilitator, dan
perencana. Oleh karena itu, fungsi dan tugas pendidik dalam pendidikan dapat
disimpulkan menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Sebagai
pengajar (instruksional), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan
melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan
penilaian setelah program dilakukan.
2. Sebagai
pendidik (educator), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan
berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT. menciptakannya.
3. Sebagai
pemimpin, yang memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri. Peserta didik dan
masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya
pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, dan partisipasi atas
program pendidikan yang dilakukan.[12]
Dari tiga tugas pendidik diatas pemakalah mengambil
kesimpulan dikatakan sebagai pengajar dapat kita lihat dalam kehidupan di
lembaga pendidikan seperti kita sekarang ini selaku peserta didik. Dikatakan
sebagai pendidik karena memang jelas bahwa itu adalah tugas dari seorang
pendidik yaitu mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan
berkepribadian teladan. Dikatakan sebagai pemimpin karena seorang pendidik
memiliki kewajiban untuk mengendalikan kepada diri sendiri, kepada peserta
didik dan masyarakat yang terkait, dan juga dalam mengarahkan terhadap masalah
yang dihadapi orang lain, dan lain sebagainya.
Dalam
tugas itu, seorang pendidik dituntut untuk mempunyai seperangkat prinsip
keguruan. Prinsip keguruan itu dapat berupa :
1. Kegairahan
dan kesediaan untuk mengajar seperti memerhatikan, kesediaan, kemampuan,
pertumbuhan, dan perbedaan peserta didik.
2. Membangkitkan
gairah peserta didik
3. Menumbuhkan
bakat dan sikap peserta didik yang baik
4. Mengatur
proses belajar mengajar yang baik,
5. Memerhatikan
perubahan-perubahan kecenderungan yang memengaruhi proses belajar
6. Adanya
hubungan manusiawi dalam peroses belajar –mengajar.[13]
Prinsip
diatas harus dipedomi oleh seorang guru dalam aktualisasinya dalam mendidik. Karena
prinsip-psinsip diatas akan menjadikan seorang pendidik paham bagaimana menjadi
pendidik yang professional.
KESIMPULAN
Dalam
Islam, pendidikan sangatlah dihargai baik itu pendidik, peserta didik, dan
orang-orang yang berkecimpung di dalam dunia pendidikan. Istilah pendidik didalam islam disebut dengan istilah seperti
mu’addid, murabbi, dan mu’allim. Walaupun ketiga istilah itu masih terbedakan,
karena masing-masing memiliki konotasi dan penekanan makna yang agak berbeda,
namun dalam sejarah pendidikan islam ketiganya selalu digunakan secara
bergantian. Pendidik dalam islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab
terhadap pekembangan peserta didik dengan mengupayakan seluruh potensi anak
didik baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik. Yang paling
ditekankan dalam Islam terhadap pendidik adalah bagaimana seorang pendidik
dalam mengarahkan peserta didik munuju kepada akhlatul karimah.
Menurut
pendidikan Islam, macam-macam pendidik yaitu diawali oleh sang pencipta yang
Maha mengetahui yaitu Allah SWT, kemudian Nabi Muhammad SAW selaku utusan Allah
dengan mukjizat terbesarnya yaitu Al-Qur’an sebagai pedoman seluruh manusia
untuk menjalani kehidupan agar bahagia di dunia dan akhirat. Kemudian pendidik
dalam lingkungan keluarga yaitu orang tua, karena orang tua adalah orang yang
sangat berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan anaknya dan itu memang
sudah kewajiban bagi orang tua yang diberikan oleh Allah. Pendidik berikutnya
adalah Guru, orang yang mengarahkan, mendidik, mengajar, dan memimpin peserta
didik di lembaga pendidikan seperti sekolah.
Didalam
pembinaan terhadap akhlak, seorang pendidik harus memiliki sikap ilmiah yang
mengarah pada terbentuknya pribadi yang berakhlak mulia, seperti sikap cinta,
objektif, bertanggung jawab, logis dan kritis. Seorang pendidik juga harus
memiliki sifat-sifat yang mendukung keprofesionalannya dalam mendidik, karena
kedudukan pendidik dalam Islam sangat penting dan tugas yang harus diemban
sebagai seorang pendidik adalah sebagai pengajar, pendidik, dan pemimpin,
pendidikan akan lebih berkembang jika dilakukan dalam instansi atau lembaga
pendidikan seperti sekolah dan perguruan tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Mujib Abdul. Ilmu Pendidikan Islam.Kencana Predana Media. 2006.
Jakarta
Ramayulis. Hakikat Peserta didik
Dalam Pendidikan Islam. Makalah. STAIN Batusangkar. 2000
Siddik Dja’far. Konsep Dasar
Ilmu Pendidikan Islam. Cita Pustaka Media Perintis. 2011. Bandung
Syafaruddin dkk. Ilmu Pendidikan Islam. Hijri Pustaka Utama.
2009. Jakarta
Tafsir Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Remaja
Rosdakarya. 2000. Bandung
Http//Pendidik dalam pendidikan Islam.Com
[1] Ramayulis, Hakikat Peserta didik
Dalam Pendidikan Islam, (Makalah, STAIN Batusangkar, 2000),Hlm.7
[2] Prof.Dr. Dja’far siddik MA, Konsep Dasar Ilmu Pendidikan Islam,(Cita Pustaka Media
Perintis, Bandung, 2011),Hlm.79
[4] Dr. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam,(PT.
Remaja Rosdakarya, Bandung,2000),Hlm.74.
0 komentar:
Posting Komentar