Kamis, 05 Desember 2013

Pendidik dalam perspektif pendidikan islam



  MAKALAH ILMU PENDIDIKAN ISLAM

Pendidik Dalam Perspektif Pendidikan Islam


DISUSUN OLEH:

ADRI HERMAWAN
HABIBURRAHMAN
NUR’AINUN
EKA LESTARI
INDAH LESTARI
YANA LESTARI SIHOTANG







BIMBINGAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN TARBIYAH
IAIN-SU
2013


PENDAHULUAN

Pendidikan Islam mempunyai tujuan akhir yaitu agar terciptanya insan kamil, dan untuk mengaktualisasikan tujuan tersebut dalam pendidikan Islam, seorang pendidik mempunyai tanggung jawab dalam mengantarkan peserta didik ke arah yang dimaksud, sehingga keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan sangatlah penting, sebab kewajibannya tidak hanya memberikan atau memasukkan ilmu pengetahuan tetapi juga dituntut untuk menginternalisasikan nilai-nilai pada peserta didik, dan sebagai pendidik juga bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensinya, baik potensi afektif, kognitif maupun psikomotorik, ataupun sering disebut potensi rasa, cipta, dan karsa. Nah, maka dari itu, pembahasan yang terdapat dalam makalah ini, akan memberkan informasi atau gambaran tentang hakikat pendidik dalam perspektif pendidikan Islam, siapa sajakah pendidik dalam pendidikan Islam, Peran pendidik dalam pembinaan akhlak,  Sifat guru dalam pendidikan Islam, dan yang terakhir tugas pendidik dalam pendidikan Islam.
Makalah ini bertujuan agar setelah mengetahui bagaimana pendidik dalam perspektif pendidikan Islam, akan membantu pembaca dalam mengaktualisasikan perannya terhadap perkembangan generasi agar menjadi manusia yang bermanfaat bagi bangsa dan agama. Khususnya mahasiswa dan mahasiswi BKI 2 yang memang berada dalam instansi pendidikan yaitu fakultas ilmu keguruan dan tarbiyah.




PEMBAHASAN
A.    Hakikat Pendidik dalam perspektif Islam
Dalam konteks pendidikan Islam, secara etimologi pendidik disebut dengan murabbi, muallim, dan muaddib. Kata murabbi berasal dari kata rabba, yurabbi. Misalnya, sering dijumpai dalam kalimat yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat jasmani atau rohani. Pemeliharaan seperti ini terlihat dalam proses orang tua membesarkan anaknya. Mereka tentunya memberikan pelayanan secara penuh agar anaknya tumbuh dengan fisik yang sehat dan kepribadian serta akhlak yang terpuji. Sedangkan untuk istilah muallim pada umumnya dipakai dalam membicarakan aktifitas yang lebih terfokus pada pemberian atau pemindhan ilmu pengetahuan (baca: pengajaran), dari seorang yang tahu kepada seseorang yang tidak tahu. Dan istilah muaddibi lebih luas dari istilah muallim dan lebih relevan dengan konsep pendidikan Islam. Beragamnya penggunaan istilah pendidikan dalam literatur pendidikan Islam telah memberikan pengaruh terhadap penggunaan istilah untuk pendidik dan ini sesuai alasan masing-masing pemakai istilah tersebut bagi mereka yang cenderung memakai istilah tarbiyah, tentu murabbi adalah sebutan yang tepat untuk seorang pendidik. Dan bagi yang merasa bahwa istilah ta’lim lebih cocok untuk pendidikan, sudah pasti ia menggunakan istilah mu’allim untuk menyebut seorang pendidik. Begitu juga dengan mereka yang cenderung menggunakan ta’dib untuk mengistilahkan pendidikan, tentunya muaddib menjadi pilihannya. Secara terminologi, pendidikan Islam menggunakan tujuan sebagai dasar untuk menentukan pengertian pendidik. Hal ini disebabkan karena pendidikan merupakan kewajiban agama, dan kewajiban hanya dipikulkan kepada orang yang telah dewasa.[1]
Istilah pendidik didalam islam disebut dengan istilah seperti mu’addid, murabbi, dan mu’allim. Walaupun ketiga istilah itu masih terbedakan, karena masing-masing memiliki konotasi dan penekanan makna yang agak berbeda, namun dalam sejarah pendidikan islam ketiganya selalu digunakan secara bergantian.[2]
Memang betul, walaupun pendidik disebut dengan istilah yang berbeda, namun menurut pemakalah bahwa ketiganya mempunyai tujuan yang sama yaitu adalah menciptakan insan kamil ataupun membimbing peserta didik agar mampu mengembangkan potensinya baik potensi afektif, kognitif, dan psikomotorik dan juga mampu menyempurnakan akhlak yang baik, agar bahagia didunia dan akhirat.

Hakekat pendidik dalam islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap pekembangan peserta didik dengan mengupayakan seluruh potensi anak didik baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik. Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, maupun berdiri sendiri memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu berdiri sendiri memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT dan mampu sebagai makhluk sosial, dan sebagai makhluk individu yang mandiri. Marimba mengartikan pendidik sebagai orang yang memikul pertanggung jawaban sebagai pendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab terhadap pendidikan peserta didik. Pendidik juga diartikan sebagai orang yang betanggung jawab dalam menginternalisasikan nilai -nilai religious dan berupaya menciptakan individu yang memiliki pola pikir ilmiah dan pribadi yang sempurna.[3]
Jika kita lihat dari hakikat pendidik diatas, jelas bahwa kehadiran seorang pendidik itu sangat diharapkan untuk perkembangan peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan yang diharapkan mampu untuk menjadi makhluk sosial mampu untuk memenuhi berdiri sendiri memenuhi tingkat kedewasaan sehingga menjadi hamba yang selalu bertaqwa kepada Allah SWT, dan memilikiakhlaktul karimah.
Pendidik dalam islam adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam islam, orang yang paling bertanggung jawab tersebut adalah orang tua (ayah dan ibu) anak didik. Tanggung jawab itu disebabkan sekurang-kurangnya oleh dua hal: pertama, karena kodrat, yaitu karena orang tua ditakdirkan menjadi orang tua anaknya, dan kerena itu ia di takdirkan pula bertanggung jawab mendidik anaknya; kedua, karena kepentingan kedua orang tua, yaitu orang tua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya, sukses anaknya adalah sukses orang tuanya juga. Pada awalnya tugas itu adalah murni tugas kedua orang tua ; jadi tidak perlu orang tua mengirimkan anaknya ke sekolah. Akan tetapi, karena perkembangan pengetahuan, keterampilan, sikap, serta kebutuhan hidup sudah sedemikian luas, dalam, dan rumit. Maka orang tua tidak mampu lagi melaksanakan sendiri tugas-tugas mendidik anaknya. Coba bayangkan, seandainya orang tua mendidik anaknya sejak tingkat dasar sampai perguruan tinggi dirumah, oleh dirinya sendiri, sekalipun katakanlah orang tua mampu menyelenggarakan itu, apa yang terjadi ? mahal, tidak efisien, dan mungkin juga tidak akan efektif. Pada zaman yang telah maju ini semakin banyak tugas orang tua sebagai pendidik yang diserahkan kepada sekolah. Itu lebih murah lebih efisien, dan juga lebih efektif.[4]

Jika kita lihat dari konteks pendidik diatas yang menyatakan bahwa memang orang tua sangat berperan penting dalam perkembangan anak, bisa juga dibilang orang tua adalah yang paling berperan. Terdapat dua alasan mengapa orang tua sangat berperan penting dalam pendidikan anak, yang pertama karena kodrat, dan kedua adalah kepentingan orang tua terhadap anak. Walaupun demikian tidak bisa sepenuhnya pendidikan anak itu dibebankan kepada orang tua, karena jika hal pendidikan anak itu hanya dibebankan kepada orang tua maka tidak efisien dan tidak efektif. Pada zaman sekarang ini banyak tugas mendidik dari orang tua itu diserahkan kepada sekolah. Maka itu akan lebih efisien dan efektif.

B.     Siapa Saja Pendidik Dalam Pandangan Islam
Terdapat empat pembagian pendidik dalam pandangan Islam, seperti berikut:
1.      Allah
Dari berbagai ayat al-Qur’an yang membicarakan tentang kedudukan Allah sebagai pendidik dapat dipahami dalam firman-firman yang diturunkannya kepada Nabi Muhammad SAW. Allah memiliki pengetahuan yang amat luas. Ia adalah Maha pencipta. Firman Allah SWT. yang artinya:
“Dan (Allah) ‘allama (mengajarkan) segala macam nama kepada Adam.” (QS. al-Baqarah).
Berdasarkan ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah SWT. sebagai pendidik bagi manusia. Menurut Al-Razi, yang membuat perbandingan antara Allah sebagai pendidik dengan manusia sebagai pendidik sangatlah berbeda. Allah sebagai pendidik mengetahui segala kebutuhan orang yang dididiknya. Sebab Dia adalah Zat Pencipta. Perhatian Allah tidak terbatas hanya terhadap sekelompok manusia saja, tetapi memperhatikan dan mendidik seluruh alam.[5]
Allah sebagai pendidik adalah suatu hal yang tidak bisa dipungkiri lagi, mengapa? Karena menurut pemakalah dan mungkin menurut kita semua sebagai umat muslim setuju jika menyatakan Allah adalah pendidik yang mengetahui segala kebutuhan yang dibutuhkan oleh hambanya selaku peserta didik, dan Allah sebagai pendidik tidak hanya kepada manusia saja, namun kepada seluruh alam ini.
2.      Nabi Muhammad SAW.
Nabi sendiri mengidentifikasikan dirinya sebagai muallim (pendidik). Nabi sebagai penerima wahyu Al-Qur’an bertugas menyampaikan petunjuk-petunjuk kepada seluruh umat Islam kemudian dilanjutkan dengan mengajarkan kepada manusia ajaran-ajaran tersebut. Hal ini pada intinya menegaskan bahwa kedudukan Nabi sebagai pendidik ditunjuk langsung oleh Allah SWT. Untuk mewujudkan pendidik yang profesional, kita dapat mengacu pada tuntunan Nabi SAW, karena beliau satu-satunya pendidik yang paling berhasil dalam rentang waktu yang begitu singkat, sehingga diharapkan dapat mendekatkan realitas (pendidik) dengan yang ideal (Nabi SAW). Keberhasilan Nabi SAW. sebagai pendidik didahului oleh bekal kepribadian (personality) yang berkualitas unggul, kepeduliannya terhadap masalah-masalah sosial, serta ketajamannya dalam Iqra’ bismirabbik (membaca, menganalisis, meneliti dan mengeksperimentasi terhadap berbagai fenomena kehidupan dengan menyebut nama Tuhan), kemudian beliau mampu mempertahankan iman, amal shaleh, berjuang dan menegakkan agama Allah.[6]
Jika kita lihat sejarah perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam menyiarkan Agama Islam, perjuangan dengan niat yang konsisten yaitu menyempurnakan akhlak memang sangat patut kita banggakan. Seorang yang buta huruf mampu menjadi pendidik yang sangat luar biasa, Nabi Muhammad juga merupakan tokoh yang menduduki nomor satu dalam 100 tokoh yang paling berpengaruh didunia.

3.      Orang tua
Pendidik dalam lingkungan keluarga adalah orang tua. Hal ini disebabkan karena secara alami anak-anak pada masa awal kehidupannya berada di tengah-tengah ayah dan ibunya. Dari merekalah anak mulai mengenal pendidikannya, dasar pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup banyak tertanam sejak anak berada di tengah orang tuanya. Al-Qur’an menyebutkan sifat-sifat yang dimiliki orang tua sebagai guru, yaitu memiliki kesadaran tentang kebenaran yang diperoleh melalui ilmu dan rasio, dapat bersyukur kepada Allah, suka menasehati anaknya agar tidak menyekutukan Tuhan, memerintahkan anaknya agar menjalankan perintah shalat, sabar dalam menghadapi penderitaan (QS. Luqman: 104). Itulah sebabnya orang tua disebut “pendidik kodrati” yaitu pendidik yang telah diciptakan oleh Allah qodratnya menjadi pendidik. Pendidik pertama dan utama orang tua sendiri. mereka berdua yang bertanggungjawab penuh atas kemajuan perkembangan anak kandungnya, karena sukses tidaknya anak sangat tergantung pengasuhan, perhatian, dan pendidikannya. Kesuksesan anak merupakan cerminan atas kesuksesan orang tua juga. Firman Allah SWT.:
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا قُوْا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارًا
“Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. at-Tahrim: 6)
Sebagai pendidik pertama dan utama terhadap anak-anaknya, orang tua tidak selamanya memiliki waktu yang leluasa dalam mendidik anak-anaknya, sehingga anak lazimnya dimasukkan ke lembaga sekolah.
4.      Guru
Pendidik di lembaga pendidikan persekolahan disebut dengan guru, yang meliputi guru madrasah atau sekolah sejak dari taman kanak-kanak, sekolah menengah, dan sampai dosen-dosen di perguruan tinggi, kiai di pondok pesantren, dan lain sebagainya. Namun guru buka hanya menerima amanat dari orang tua untuk mendidik, melainkan juga dari setiap orang yang memerlukan bantuan untuk mendidiknya. Sebagai pemegang amanat, guru bertanggungjawab atas amanat yang diserahkan kepadanya. Allah menjelaskan:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat.” (QS. an-Nisa’: 58)[7]
Walaupun kewajiban mendidik adalah milik orang tua, namun tidak sepenuhnya orang tua mampu untuk mendidik, maka dari itu orangtua perlu bantuan dari lembaga pendidikan, dan dalam lembaga pendidikan pendidik itu biasa disebut guru ataupun dosen. Selaku pemegang amanat dari orang tua dalam hal pendidikan sang anak, maka guru atau dosen harus bertanggung jawab atas amanat yang dipegangnya.

C.    Peran Pendidik dalam pembinaan Akhlak
Jujun Suryasumantri berkata, “ kalau kita kaji lebih dalam maka sesungguhnya pendidikan keilmuan juga merupakan sumber pendidikan etika”. Pendidikan di Negara kita belum memanfaatkan pendidikan keilmuan sebagai salah satu wahana pendidikan moral. Seperti sudah di singgung kedepan bahwa pendidikan akhlak atau moral hanya bisa dilakukan sungguh-sungguh bila dilakukan secara formal melalui pembelajaran budi pekerti atau pendidikan agama. Sikap-sikap ilmiah yang mengarah pada terbentuknya pribadi yang berakhlak mulia antara lain:
1.      Sikap cinta akan kebenaran yang akan memberikan dorongan untuk terus-menerus dengan segala ketelitian, ketekunan, keterbukaan, kerendahan hati, dan kejujuran mau mencari jawaban yang lebih memuaskan dan sesuai dengan kenyataan.
2.      Sikap objektif yang berusaha menghindarkan diri dari pamrih, sikap apriori, dan kecondongn-kecondongan subjektif (bisa) yang mengakibatkan distorsi atas hasil penelitian.
3.      Sikap bertanggung jawab atas ilmunya baik pada komunitas ilmuwan maupun pada masyarakat luas yang langsung atau tidak langsung cepat atau lambat, akan terkena oleh buah pemikiran dan penelitiannya.
4.      Sikap logis dan kritis yang tidak begitu saja menerima anggapan yang berlaku dalam masyarakat, melainkan berusaha untuk mencari dan menemukan dasar penalaran di balik anggapan tersebut, yang secara keseluruhan merupakan sikap-sikap yang relevan bagi pembentukan pribadi yang beakhlak mulia.[8]
Didalam pembinaan terhadap akhlak, seorang pendidik harus memiliki sikap ilmiah yang mengarah pada terbentuknya pribadi yang berakhlak mulia, seperti sikap cinta, objektif, bertanggung jawab, logis dan kritis. Keempat sifat ini sangat penting dimiliki. Karena sudah jelas jika membuat peserta didik senang dengan pendidik harus dengan sikap cinta, seorang pendidik harus memiliki sikap objektif dalam arti harus mendidik dengan menghilangkan rasa keinginan mendapat imbalan atau pamrih, sikap bertanggung jawab juga harus dimiliki seorang pendidik baik itu kepada ilmu yang dimiliki, kepada sesama ilmuan, kepada masyarakat dan kepada peserta didiknya, sikap kritis dan logis juga sangat berperan penting bagaimana seorang pendidik tidak boleh begitu saja menerima anggapan dari masyarakat, namun harus melalui pikirian yang kritis dan logis.

D.    Sifat Guru Dalam Pandangan Islam
Memang harus diakui sulit membedakan dengan tegas antara tugas, syarat, dan sifat. Dalam karangan ini “syarat” diartikan sebagai sifat guru yang pokok, yang dapat dibuktikan secara empiris tatkala menerima tenaga guru. Jadi syarat guru yang dimaksud ini adalah syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi guru. Adapun “sifat” guru yang dimaksud dalam karangan ini adalah pelengkap syarat tersebut; dapat juga dikatakan syarat adalah sifat minimal yang harus dipenuhi guru; sedangkan sifat adalah pelengkap syarat sehingga guru tersebut dikatakan memenuhi syarat maksimal. Al-abrasy menyebutkan bahwa guru dalam islam sebaiknya memiliki sifat – sifat sebagai berikut ini:
1.      Juhud, tidak mengutamakan materi, mengajar dilakukan mencari keridhoan Allah.
2.      Bersih tubuhnya. jadi, penampilan lahiriah menyenangkan.
3.      Bersih jiwanya, tidak mempunyai dosa besar.
4.      Tidak riya, karena riya akan menghilangkan keihklasan.
5.      Tidak memendam rasa dengki dan iri hati
6.      Ikhlas dalam melaksanakan tugas
7.      Sesuai perbuatan dengan perkataan.
8.      Tidak malu mengakui ketidaktauan
9.      Tidak menyenangi permusuhan
10.  Bijaksana
11.  Tegas dalam perkataan dan perbuatan tetapi tidak kasar
12.  Rendah hati (tidak sombong)
13.  Lemah lembut
14.  Pemaaf
15.  Sabar , tidak marah karena hal-hal kecil
16.  Berkepribadian
17.  Tidak merasa rendah diri
18.  Bersifat kebapakan (mampu mencintai murid seperti mencintai anak sendiri)
Mengetahui karakter murid, emncakup pembawaan, kebiasaan, perasaan, dan pemikiran.[9]
Begitu banyak sifat yang harus di miliki seorang pendidik, itu memang tidak bisa dipungkiri lagi karena salah satu sifat saja tidak lengkap maka akan mengurangi keprofesionalan seorang pendidik tersebut.
Tadi diatas ada dibahas tentang syarat guru. Maka syarat tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Tentang umur harus sudah dewasa
Tugas mendidik adalah tugas yang amat paling penting karena menyangkut perkembangan seseorang, jadi menyangkut nasib seseorang. Oleh karena itu, tugas itu harus dilakukan secara tanggung jawab.
2.      Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani
Jasmaniah tidak sehat akan mengahambat pelaksana pendidikan, bahkan dapat  membahayakan anak didik bila mempunyai penyakit menular, dari segi rohani, orang gila berbahaya juga bila ia mendidik.
3.      Tentang kemampuan mengajar ia harus ahli
Ini penting sekali bagi pendidik, termasuk guru. Orang tua dirumah seharusnya perlu sekali mempelajari teori- teori pendidikan. Dengan pegetahuan nya diharapkan ia akan lebih berkemampuan menyelenggarakan pendidikan bagi anak – anak nya dirumah.
4.      Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi.
Syarat ini amat penting dimiliki untuk melaksanakan tugas – tugas mendidik selain mengajar. bagaimana guru akan memberikan contoh-contoh kebaikan bila ia sendiri tidak baik perangainya.[10]

Menurut pemakalah keempat syarat diatas sudah cukup untuk menjadi pedoman dalam penyeleksian seorang calon guru atau pendidik. Dimana keempat syarat ini harus sangat diperhatikan oleh lembaga pendidikan dalam penerimaan guru. Calon guru itu harus sudah dewasa dalam arti tanggung jawabnya lebih konsisten, calon guru harus sehat jasmani dan rohani kalau keduanya tidak sehat maka akan menggurangi keoptimalan dalam mendidik, calon guru harus memiliki keahlian dalam mendidik dengan pengalaman yang telah didapatkan, calon guru harus berdedikasi dan kesusilaan yang tinggi karena seorang guru harus bisa menjadi teladan terhadap peserta didik dan masyarakat.
E.     Kedudukan dan Tugas Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Pendidik adalah bapak rohani (spritual father) bagi peserta didik, yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan dalam akhlak mulia, dan meluruskan prilakunya yang buruk. Oleh karena itu pendidik mempunyai kedudukan yang tinggi dalam islam. Dalam beberapa hadist di sebutkan : “ jadilah engkau sebagai guru, atau pelajar, atau pendengar, atau pecinta dan janganlah kamu menjadi orang yang kelima, sehingga engkau menjadi rusak”. Al-ghazali menukil beberapa hadis nabi tentang keutamaan seorang pendidik. Ia berkesimpulan bahwa pendidik disebut sebagai orang-orang besar yang aktifitasnya lebih baik dari pada ibadah yang setahun (Qs, taubah : 122). Selanjutnya al-Ghazali menukil dari perkataan para ulama yang menyatakan bahwa pendidik merupakan pelita (siraj) segala zaman, orang yang hidup semasa dengannya  akan memperoleh pelancaran cahaya keilmiahannya. Andai kata dunia tidak ada pendidik , niscaya manusia akan seperti binatang, sebab : “pendidilk adalah upaya mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangan (baik binatang buas ataupun binatang jinak ) kepada sifat insaniah dan ilahiyah.[11]
Islam sangat menempatkan pendidik dalam tingkatan yang sangat tinggi, karena tidak akan ada Ustadz, presiden, profesor, dokter, polisi, dan lain sebagainya, jika tidak diawali dari bantuan seorang pendidik yang dengan tujuannya untuk menajadikan insan kamil yang bahagia di dunia dan akhirat. Maka dari itu ada pepatah mengatakan “Jadilah Guru, bukan Guru jadilah”. Kita semua bisa menjadi pendidik, jika kita mampu menjadi orang yang dewasa, dalam arti bisa bertanggung jawab terhadap amanat yang di berikan Allah SWT kepada kita sebagai khalifah dimuka bumi.
Ada juga tugas yang harus di emban oleh seorang pendidik, seperti yang dibahas berikut :
Menurut Al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada allah swt. Hal tersebut karena pendidikan islam yang utama adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Jika pendidik belum mampu membiasakan diri dalam peribadatan pada peserta didiknya , maka ia akan mengalami kegagalan dan tugasnya, sekalipun peseta didiknya memiliki prestasi akademis yang luar biasa. Hal itu akan mengandung arti akan keterkaitan antara ilmu dan amal shaleh. Kadang kala seseorang terjebak dengan sebutan pendidik, misalnya ada sebagian orang yang mampu memberikan dan memindahkan ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) kepada orang lain sudah di katakan sebagai pendidik. sesungguhya seorang pendidik bukanlah seorang bertugas itu saja, tetapi juga bertanggung jawab atas pengelolaan, pengarah, fasilitator,  dan perencana. Oleh karena itu, fungsi dan tugas pendidik dalam pendidikan dapat disimpulkan menjadi tiga bagian, yaitu :
1.      Sebagai pengajar (instruksional), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan.
2.      Sebagai pendidik (educator), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT. menciptakannya.
3.      Sebagai pemimpin, yang memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri. Peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.[12]
Dari tiga tugas pendidik diatas pemakalah mengambil kesimpulan dikatakan sebagai pengajar dapat kita lihat dalam kehidupan di lembaga pendidikan seperti kita sekarang ini selaku peserta didik. Dikatakan sebagai pendidik karena memang jelas bahwa itu adalah tugas dari seorang pendidik yaitu mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian teladan. Dikatakan sebagai pemimpin karena seorang pendidik memiliki kewajiban untuk mengendalikan kepada diri sendiri, kepada peserta didik dan masyarakat yang terkait, dan juga dalam mengarahkan terhadap masalah yang dihadapi orang lain, dan lain sebagainya.
Dalam tugas itu, seorang pendidik dituntut untuk mempunyai seperangkat prinsip keguruan. Prinsip keguruan itu dapat berupa :
1.      Kegairahan dan kesediaan untuk mengajar seperti memerhatikan, kesediaan, kemampuan, pertumbuhan, dan perbedaan peserta didik.
2.      Membangkitkan gairah peserta didik
3.      Menumbuhkan bakat dan sikap peserta didik yang baik
4.      Mengatur proses belajar mengajar yang baik,
5.      Memerhatikan perubahan-perubahan kecenderungan yang memengaruhi proses belajar
6.      Adanya hubungan manusiawi dalam peroses belajar –mengajar.[13]

Prinsip diatas harus dipedomi oleh seorang guru dalam aktualisasinya dalam mendidik. Karena prinsip-psinsip diatas akan menjadikan seorang pendidik paham bagaimana menjadi pendidik yang professional.


















KESIMPULAN

Dalam Islam, pendidikan sangatlah dihargai baik itu pendidik, peserta didik, dan orang-orang yang berkecimpung di dalam dunia pendidikan. Istilah pendidik didalam islam disebut dengan istilah seperti mu’addid, murabbi, dan mu’allim. Walaupun ketiga istilah itu masih terbedakan, karena masing-masing memiliki konotasi dan penekanan makna yang agak berbeda, namun dalam sejarah pendidikan islam ketiganya selalu digunakan secara bergantian. Pendidik dalam islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap pekembangan peserta didik dengan mengupayakan seluruh potensi anak didik baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik. Yang paling ditekankan dalam Islam terhadap pendidik adalah bagaimana seorang pendidik dalam mengarahkan peserta didik munuju kepada akhlatul karimah.
Menurut pendidikan Islam, macam-macam pendidik yaitu diawali oleh sang pencipta yang Maha mengetahui yaitu Allah SWT, kemudian Nabi Muhammad SAW selaku utusan Allah dengan mukjizat terbesarnya yaitu Al-Qur’an sebagai pedoman seluruh manusia untuk menjalani kehidupan agar bahagia di dunia dan akhirat. Kemudian pendidik dalam lingkungan keluarga yaitu orang tua, karena orang tua adalah orang yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan anaknya dan itu memang sudah kewajiban bagi orang tua yang diberikan oleh Allah. Pendidik berikutnya adalah Guru, orang yang mengarahkan, mendidik, mengajar, dan memimpin peserta didik di lembaga pendidikan seperti sekolah.
Didalam pembinaan terhadap akhlak, seorang pendidik harus memiliki sikap ilmiah yang mengarah pada terbentuknya pribadi yang berakhlak mulia, seperti sikap cinta, objektif, bertanggung jawab, logis dan kritis. Seorang pendidik juga harus memiliki sifat-sifat yang mendukung keprofesionalannya dalam mendidik, karena kedudukan pendidik dalam Islam sangat penting dan tugas yang harus diemban sebagai seorang pendidik adalah sebagai pengajar, pendidik, dan pemimpin, pendidikan akan lebih berkembang jika dilakukan dalam instansi atau lembaga pendidikan seperti sekolah dan perguruan tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Mujib Abdul. Ilmu Pendidikan Islam.Kencana Predana Media. 2006. Jakarta
Ramayulis. Hakikat Peserta didik Dalam Pendidikan Islam. Makalah. STAIN Batusangkar. 2000
Siddik Dja’far. Konsep Dasar  Ilmu Pendidikan Islam. Cita Pustaka Media Perintis. 2011. Bandung
Syafaruddin dkk. Ilmu Pendidikan Islam. Hijri Pustaka Utama. 2009. Jakarta
Tafsir Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Remaja Rosdakarya. 2000. Bandung
Http//Pendidik dalam pendidikan Islam.Com



[1] Ramayulis, Hakikat Peserta didik Dalam Pendidikan Islam, (Makalah, STAIN Batusangkar, 2000),Hlm.7
[2] Prof.Dr. Dja’far siddik MA, Konsep Dasar  Ilmu Pendidikan Islam,(Cita Pustaka Media Perintis, Bandung, 2011),Hlm.79
[3] Syafaruddin dkk, Ilmu Pendidikan Islam,(Hijri Pustaka Utama, Jakarta , 2009).Hlm. 53
[4] Dr. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam,(PT. Remaja Rosdakarya, Bandung,2000),Hlm.74.
[5] Http//Pendidik dalam pendidikan Islam.Com
[6] Ibid
[7] Ibid
[8] Dja’far siddik, Op.Cit. Hlm 80
[9] Ahmad Tafsir, Op.Cit. Hlm. 80
[10] Ibid. Hlm. 80
[11] Abdul Mujib. Ilmu Pendidikan Islam.(Kencana Predana Media. 2006. Jakarta). Hlm.88
[12] Abdul Mujib. Op.Cit. Hlm.88
[13] Ibid. Hlm. 89

0 komentar:

Posting Komentar

 
;