Rabu, 17 September 2014

Sikap (Robert A Baron)


MAKALAH KELOMPOK  3
Sikap :
Mengevaluasi Dunia Sosial                                                                                     







DISUSUN OLEH
ADRI HERMAWAN
HABIBURRAHMAN
NURHAYATI SIREGAR

 DOSEN PEMBIMBING  : H. ABDUL AZIZ RUSMAN, Lc.M.si
 MATA KULIAH            : PSIKOLOGI SOSIAL
 JURUSAN                     : BIMBINGAN KONSELING ISLAM - 2
 FAKULTAS                   : ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

IAIN – SU MEDAN
2014


PENDAHULUAN

Sikap telah menjadi topik utama dalam psikologi sosial sejak awal perkembangannya. Dalam makalah ini, kami mengajak pembaca untuk meninjau apa yang telah ditemukan psikologi sosial tentang evaluasi terhadap dunia sosial. Pertama, kami akan membahas cara-cara pembentukan sikap dan mengapa kita membentuk sikap tersebut pertama kalinya. Dengan kata lain apa fugsi sikap tersebut?, kemudian berlanjut kepada kapan sikap mempengaruhi tingkah laku? Jelas terkadang sikap mempunyai pengaruh, tetapi tidak selalu. Terkadang sikap berubah melalui proses persuasi. Selanjutnya kami juga menyajikan beberapa alasan mengapa sikap sering kali begitu sulit untuk dirubah. Dan pada Akhirnya, kita akan mengetahui ternyata pada hal-hal tertentu tingkah laku kita juga dapat mempengaruhi sikap kita.
Semoga makalah yang kami sajikan bermanfaat terhadap kita semua, Amin.























SIKAP: MENGEVALUASI DUNIA SOSIAL

Sikap adalah evaluasi terhadap berbagai aspek dalam dunia sosial. Umumnya psikolog sosial menggunakan istilah sikap untuk merujuk pada evaluasi kita terhadap berbagai aspek dunia sosial serta bagaimana evaluasi tersebut memunculkan rasa suka atau tidak suka kita terhadap isu, ide, orang, kelompok sosial, objek, dan lain-lain. Ketika sikap telah terbentuk, sikap-sikap tersebut sulit diubah. Ketika sikap secara seragam positif atau negatif (ambivalensi sikap), sikap-sikap itu akan lebih sulit dirubah. Bahkan sering kali tidak berubah untuk waktu yang panjang. Sebagai contoh dari ambivalensi sikap, Beberapa bulan yang lalu, pada sebuah perayaan ulang tahun teman yang bernama fahmi di warung bakso fakde, seorang pelayan menawarkan makanan penutup berupa coklat gratis. Selaku yang berulang tahun, coklat itu kami serahkan kepada fahmi, karena berhubung dia sangat suka dengan coklat. Namun, pada saat itu ia secara jelas mengatakan bahwa ia tidak mau makan coklat itu. Karena tidak biasa, ada seseorang teman yang menanyakan kenapa ia tidak mau makan coklat itu sembari menawarkan sekali lagi , namun ia tetap pada pendiriannya, dan menyatakan dengan jelas “saya suka coklat, namun jika saya memakannya sekarang maka sakit di gigi saya ini akan semakin parah”. Akhirnya coklat itu kami yang makan. Ambivalensi sikap merujuk pada kenyataan bahwa evaluasi kita terhadap objek, isu, orang atau kejadian tidak selalu seragam positif atau negatif. Sebaliknya, evaluasi ini sering kali tercampur terdiri dari dua reaksi baik positif maupun negatif. Si fahmi tentu menyukai coklat sebagai makanan penutup (evaluasi positif), tetapi ia juga memandang bahwa coklat tersebut akan menambah sakit pada giginya (evaluasi negatif). Dalam masalah ini, evaluasi negatif lebih kuat dan berdasarkan pertimbangan, sikapsi fahmi di refleksikan dalam tingkah laku yaitu dengan ia memutuskan untuk tidak memakan coklat tersebut.
Psikolog sosial memandang sikap sebagai sesuatu yang penting bukan hanya karena sikap itu sulit di rubah. Mereka menempatkan study tentang sikap sebagai isu sentral didalam psikologi sosial untuk beberapa alasan berikut ini. Pertama, sikap sangat mempengaruhi pemikiran sosial kita, meskipun sikap tersebut tidak selalu direfleksikan dalam tingkah laku yang tampak. Kedua, sikap sering kali mempengaruhi tingkah laku kita. Apakah anda memiliki sikap negatif terhadap Presiden saat ini? Jika ya, anda tidak ingin memberikan suara untuknya jika ia mencalonkan diri lagi. Untuk berbagai alasan inilah sikap menjadi konsep utama dalam psikologi sosial sejak awal perkembangannya.

A.    Pembentukan Sikap: Bagaimana dan Mengapa Sikap Berkembang
Bagaimana pandangan anda terhadap penggunaan ekstasi? Film Harry Potter? Berbicara di telepon genggam sambil mengendarain mobil? Hampir pasti, anda memiliki sikap terhadap semua hal tersebut. Namun dari mana tepatnya semua pandangan ini berasal? Apakah anda terlahir dengan semua hal tersebut? Atau apakah anda memperoleh sikap tersebut sebagai hasil dari berbagai pengalaman hidup? Dan mengapa anda membentuk sikap-sikap tersebut pada pertama kalinya-dengan kata lain, Apa fungsi sikap? Kebanyakan orang dan hampir semua psikolog sosial yakin bahwa sikap dipelajari.
*      Pembelajaran Sosial: Mengadopsi Sikap Orang Lain
Salah satu sumber penting yang jalas-jelas membentuk sikap kita adalah kita mengadopsi sikap tersebut dari orang lain dari proses pembelajaran sosial. Dengan kata lain, banyak pandangan kita dibentuk saat berinteraksi dengan orang lain atau hanya dengan mengobserpasi tingkah laku mereka. Pembelajaran ini terjadi melalui beberapa proses.
a.       Classical Conditioning, yaitu bentuk dasar dari pembelajaran dimana satu stimulus yang awalnya netral, menjadi memiliki kapasitas untuk membangkitkan reaksi melalui pemasangan yang berulang kali dengan stimulus lain.
b.      Instrumental Conditioning, Belajar Untuk Mempertahankan Pandangan Yang Benar.
c.       Pembelajaran Melalui Observasi, yaitu salah satu bentuk dasar belajar dimana individu mempelajari tingkah laku atau pemikiran baru melalui observasi terhadap orang lain.
d.      Perbandingan Sosial, yaitu proses dimana kita membandingkan diri kita dengan orang lain untuk menentukan apakah pandangan kita terhadap pernyataan sosial, betul atau salah.
*      Faktor Genetik
Penelitian yang dilakukan terhadap si kembar identik menunjukkan bahwa sikap mungkin juga dipengaruhi oleh faktor genetik, walaupun besarnya efek tersebut bervariasi, sama bervariasinya dengan banyaknya sikap tersebut.  
*      Fungsi Sikap
Alasan dasar mengapa kita membentuk sikap yaitu karena sikap berfungsi sebagai motivasi untuk menimbulkan kekaguman atau motivasi impresi. Kita sering kali berharap mampu memberikan impresi yang baik terhadap orang lain dan salah satu caranya adalah dengan mengekspresikan pandangan yang benar.

B.     Hubungan Sikap dengan Tingkah laku
Menurut penelitian yang dilakukan oleh LaPiere pada tahun 1934-an menginterpretasikan hasil penelitiannya sebagai petunjuk bahwa sering kali ada perbedaan cukup besar antara sikap dan tingkah laku antara apa yang dikatakan dan apa sebenarnya yang mereka lakukan.
Menyimpulkan bahwa sikap tidak secara kuat mempengaruhi tingkah laku yang tampak. Apakah hal ini benar? Tidak sama sekali. Penelitian yang lebih baik mengindikasikan bahwa dibawah kondisi tertentu sikap mempengaruhi tingkah laku. Ini terjadi karena adanya ambivalensi sikap dalam hubungan antara sikap dan tingkah laku. Jelas bahwa sikap kita sering kali memberikan efek penting dalam tingkah laku kita, ingatlah saat-saat dimana reaksi anda terhadap orang lain, ide, atau isu mempengaruhi tindakan anda yang berhubungan dengan aspek-aspek dunia sosial.
1.      Kapan sikap mempengaruhi tingkah laku
Ada beberapa faktor yang menentukan sejauh mana sikap mempengaruhi tingkah laku. keterlibatan aspek situasi dimana sikap diekspresikan dan aspek dari sikap itu sendiri.
§  Aspek Situasi : faktor yang mencegah kita mengekspresikan sikap kita.
Hubungan antara sikap dan situasi adalah seperti jalan yang memiliki dua arah. Tekanan situasi membentuk kemungkinan sikap diekspresikan dengan tingkah laku yang tampak. Dalam rangka memahami hubungan antara sikap dan tingkah laku, maka, kita harus secara hati-hati mempertimbangkan kedua set faktor tersebut.
Contohnya, ketika anda memesan makanan disebuah warung, namun makanan yang dihantar kemeja anda bukan sama persis dengan yang anda pesan bagaimana sikap anda?
§  Aspek Dari Sikap Itu Sendiri
Hubungan sikap dengan tingkah laku sangat dipengaruhi oleh beberapa aspek dari sikap itu sendiri.

Sumber  suatu sikap (attitude Origins). Faktor inilah yang mempengaruhi bagaimana pertama  kali sikap terbentuk. Sikap yang terbentuk berdasarkan pengalaman secara langsung sering kali memberikan pengaruh yang lebih kuat terhadap tingkah laku dari pada sikap yang terbentuk berdasarkan pengelaman secara tidak langsung atau pengalaman orang lain. Tampaknya sikap yang terbentuk berdasarkan pengalaman secara langsung lebih mudah diingat, dan hal ini meningkatkan dampak mereka terhadap tingkah laku.
Kekuatan sikap (attitude Strength). Semakin kuat sikap tersebut, semakin kuat pula dampaknya terhadap tingkah laku. Kata kekuatan melibatkan beberapa faktor: keekstreman atau itensitas dari sebuah sikap (seberapa kuat reaksi emosional yang berhasil dibangkitkan oleh objek sikap tertentu), kepentingan (sejauh mana indiviu peduli dan secara pribadi dipengaruhi oleh sikap tersebut), pengetahuan (seberapa banyak individu mengetahui tentang objek sikap tersebut), dan kemudahan diakses (semudah apa sikap tersebut diterima oleh akal sehat dalam berbagai situasi. Penelitian mengindikasikan bahwa semua komponen ini memainkan peran dalam kekuatan sikap dan saling berkaitan.
Mari kita fokuskan diri pada seberapa penting sikap  dan sejauh mana individu peduli terhadap sikap tersebut. Satu penentu kunci dari kepentingan sikap adalah istilah yang disebut oleh psikologi sosial sebagai kepentingan pribadi (vasted interest), sejauh mana sikap tersebut relevan dengan individu yang memilikinya, objek, atau isu itu memiliki konsekuensi penting bagi orang tersebut. Hasil dari banyak penelitian menunjukkan bahwa semakin besar vasted interest, maka akan semakin kuat dampak sikap tersebut pada tingkah laku.
Kepentingan pribadi memang menjadi perantara kuat dalam hubungan sikap dengan tingkah laku. Bahwa hubungan ini menjadi semakin kuat ketika kepentingan pribadi lebih tinggi dari pada ketika kepentingan pribadi lebih rendah.
Kekhususan Sikap (attitude specificity). Sejauh mana sikap tersebut berpokus pada objek atau situasi tertentu dibandingkan hal yang umum. Hubungan antara sikap dan tingkah laku lebih kuat ketika sikap dan tingkah laku diukur pada tingkat kekhususan yang sama.
Kesimpulannya, sikap memang sangat mempengaruhi tingkah laku. Namun, kekuatan hubungan ini sangat ditentukan oleh beberapa faktor yang berbeda. Hambatan situasional yang mengijinkan atau tidak mengijinkan kita menampilkan ekspresi lahiriah dari sikap kita, begitu pula aspek dari sikap itu sendiri.
2.      Bagaimana Sikap Mempengaruhi Tingkah Laku
Memahami kapan suatu sikap mempengaruhi tingkah laku adalah topik yang penting. Pada kenyataannya ada beberapa mekanisme dasar dimana sikap mempengaruhi tingkah laku.
§  Sikap Dasar Pemikiran dan Tingkah Laku.
Langkah pertama dan mekaniskme ini terjadi saat kita berpikir teliti dan hati-hati terhadap sikap kita dan bagaimana implikasi sikap terhadap tingkah laku kita. Insights (pengertian yang mendalam) dari proses ini dijelaskan oleh teori tindakan yang beralasan yang  pertama kali dinyatakan oleh Ajzen dan Fishbein, teori ini menyatakan bahwa keputusan untuk menampilkan tingkah laku tertentu adalah hasil dari proses rasional yang diarahkan pada suatu tujuan tertentu dan mengikuti urutan-urutan berpikir. Pilihan tingkah laku dipertimbangkan, konsekuensi dan hasil dari setiap tingkah laku dievaluasi, dan dibuat sebuah keputusan apakah akan bertindak atau tidak. Kemudian keputusan itu direfleksikan dalam tujuan tingkah laku. Berdasarkan teori ini, intensi pada gilirannya ditentukan oleh dua faktor , yaitu sikap terhadap tingkah laku, evaluasi positif atau negatif dari tingkah laku yang ditampilkan  dan norma subjektif yang berarti persepsi orang apakah orang lain akan menyetujui atau menolak tingkah laku tersebut.
§  Sikap dan Reaksi Tingkah Laku yang Spontan.
Dalam hal ini, sikap tampaknya mempengaruhi tingkah laku dalam cara yang lebih langsung dan otomatis.
Singkatnya, tampaknya sikap mempengaruhi tingkah laku kita, setidaknya melalui dua mekanisme yang berlaku di bawah satu kondisi yang berbeda. Ketika kita memiliki waktu untuk melakukan pemikiran hati-hati dan teliti, kita dapat mempertimbangkan berbagai alternative dan memutuskan, cukup cepat untuk bertindak. Sedangkan dalam kondisi sibuk dalam kehidupan sehari-hari kita sering kali tidak memiliki waktu untuk melakukan pertimbangan terhadap berbagai alternatif yang ada. Dalam kasus ini, sikap kita tampaknya secara spontan membentuk persepsi kita terhadap berbagai kejadian dan segera bereaksi terhadap peristiwa tersebut.

C.    Seni Persuasi
Persuasi adalah usaha untuk merubah sikap orang lain melalui penggunaan berbagai jenis pesan.
1.      Menggunakan pesan untuk mengubah sikap
Sejauh mana usaha sebuah persuasi (persuation) yaitu usaha untuk mengubah sikap kita melalui berbagai jenis pesan bisa sukses? Dan faktor apakah yang menentukan usaha–usaha tersebut berhasil atau gagal psikolog sosial telah mempelajari isu-isu ini selama berpuluh-puluh tahun, dan kita akan segera melihat usaha mereka telah menghasilkan tambahan pengetahuan yang penting dalam hal proses kognitif yang berperan dalam persuasi.
2.      Persuasi : Pendekatan Awal
Dalam berbagai kasus, usaha persuasi melibatkan elemen-elemen berikut: beberapa sumber yang membawa beberapa tipe pesan (komunikasi) untuk beberapa orang atau kelompok orang (penonton). Mempertimbangkan fakta ini, penelitian awal terhadap persuasi berfokus pada elemen-elemen kunci tersebut, dan mempertanyakan “siapa mengatakan apa pada siapa dengan efek apa?” pendekatan ini menghasilkan banyak penemuan yang menarik, diantaranya yang paling konsisten adalah:
§  Komunikator yang kredibel yang tampaknya tahu apa yang mereka bicarakan atau ahli mengenai topik atau isu yang mereka sampaikan lebih persuasip dari pada mereka yang bukan ahlinya.
§  Komunikator Yang Menarik. Dalam cara tertentu (contohnya,secara fisik) lebih persuasip dari pada komunikator yang kurang menarik secara fisik dan kurang memiliki keahlian. Ini merupakan salah satu alasan mengapa iklan sering kali menampilkan model yang menarik. Pesan yang tampaknya tidak di desain untuk mengubah sikap kita sering kali lebih sukses mencapai tujuan dibandingkan pesan yang tampaknya berfokus pada pencapaian tujuan tersebut.
§  Terkadang orang lebih mudah di persuasi ketika mereka terganggu oleh hal lain daripada ketika mereka memperhatikan dengan baik pesan apa yang disampaikan. Ini merupakan suatu alasan mengapa kandidat politik sering kali mengatur demonstrasi secara spontan selama mereka berpidato. Gangguan yang diciptakan diantara penonton dapat meningkatkan penerimaan mereka terhadap pesan yang disampaikan.
§  Ketika seorang pendengar memiliki sikap yang berlawanan dengan apa yang ingin disampaikan oleh pelaku persuasi, sering kali lebih efektif bagi komunikator untuk mengadopsi pendekatan dua sisi, dimana kedua sisi argumen tersebut disampaikan, daripada menggunakan pendekatan suatu sisi.
§  Orang berbicara dengan cepat sering kali lebih persuasip daripada orang yang berbicara lebih lambat.
§  Persuasi dapat ditingkatkan dengan pesan yang meransang emosi yang kuat (terutama rasa takut) pada pendengar, khususnya ketika komunikasi memberikan rekomendasi tersebut tentang bagaimana mencegah atau menghindari kejadian yang menyebabkan rasa takut yang digambarkan.
Kami yakin kita semua setuju bahwa point-point diatas masuk akal dan  mungkin sesuai dengan pengalaman kita, sehingga penelitian awal terhadap persuasi tentunya memberikan pemahaman yang penting pada faktor-faktor yang mempengaruhi persuasi. Namun, apa yang tidak dihasilkan oleh penelitian tersebut adalah memberikan gambaran yang komperhensif tentang bagaimana persuasi terjadi. Contohnya, mengapa, secara jelas komunikator yang memiliki kredibilitas tinggi dan menarik lebih efektif dalam mengubah tingkah laku dari pada komunikator yang kurang kredibel dan kurang menarik? Mengapa distraksi atau gangguan meningkatkan sikap?  Mengapa pembicara-pembicara yang cepat lebih efektif dalam mengubah sikap dari pada pembicara dengan tempo bicara yang lebih lambat? Dalam tahun-tahun terakhir ini psikolog sosial telah menemukan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut, penting sekali untuk mempelajari secara mendalam faktor-faktor kognitif dan proses yang mendasari persuasi. Dengan kata lain, apa yang terjadi dalam pikiran seseorang saat mereka mendengarkan sebuah pesan persuasif dan mengapa mereka terpengaruh atau tidak terpengaruh oleh pesan tersebut.
3.      Pendekatan Kognitif Pada Persuasi: Pemrosesan sistematis versus pemrosesan Heuristik.
Secara umum kita melakukan usaha kognitif seminimal mungkin dalam situasi terbaru. Sehingga, isu utama yaitu isu yang tampaknya memberikan kunci pemahaman terhadap proses persuasi secara keseluruhan adalah sungguh-sungguh sebuah isu kognitif: “bagaimana kita memproses (menyerap, menginterpretasikan, mengevaluasi) informasi yang terkandung dalam pesan tersebut?jawabannya ialah kita memproses pesan persuasip dalam dua cara yang berbeda.
Cara yang pertama dikenal sebagai pemrosesan sistematis (sistematik processing) atau rute utama (central rute), dan cara ini melibatkan ketimbangan yang mendalam dan hati-hati terhadap isi pesan yang terkandung didalamnya. Pemrosesan ini membutuhkan cukup usaha dan menyerap banyak kapasitas pemrosesan informasi kita.
Cara yang kedua dikenal sebagai pemrosesan heuristic (heuristic processing) atau rute periveral, melibatkan penggunaan aturan lama yang sederhana atau jalan pintas mental yaitu seperti keyakinan bahwa “pernyataan para ahli dapat dipercaya” atau ide bahwa “saya menyukai apa yang membuat saya menjadi baik”. Jenis pemrosesan ini tidak terlalu menutup usaha dan memberikan kesempatan kepada kita untuk bereaksi terhadap pesan yang persuasip secara otomatis. Hal ini terjadi pada respon terhadap petunjuk pesan atau situasi menimbulkan berbagai jalan pintas mental.
Perbedaan antara sistematik dan heurisktik yang membantu menjelaskan mengapa orang dengan mudah dipengaruhi ketika mereka terganggu misalnya, dengan meminta mereka untuk melakukan dua hal sekaligus daripada ketika mereka tidak terganggu. Dibawah kondisi-kondisi ini, kapasitas untuk memproses informasi terhadap pesan persuasip menjadi terbatas, sehingga orang mengadopsi cara berpikir heuristic. Jika pesan mengandung petunjuk yang tepat (misalnya, komunikator yang menarik atau tampaknya ahli dibindangnya), persuasi dapat terjadi, orang berespon terhadap petunjuk ini dan bukan pada argument yang disampaikan. Singkatnya, pendekatan kognitif yang modern ini memberikan kunci yang terhadap pemahaman banyak aspek mengenai persuasi.

D.    Ketika Sikap Gagal dirubah
1.      Resistensi Terhadap Persuasi
Melihat begitu banyaknya pesan persuasi yang kita hadapi setiap harinya, kita dapat menarik kesimpulan yaitu, kita sangat resisten atau menolak pesan-pesan persuasi tersebut. Jika kita tidak resisten, maka sikap kita akan terus menerus berubah Karena dipengaruhi oleh pesan persuasi yang kita terima setiap hari. Hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan yang menarik: mengapa kita begitu sulit atau seakan jual mahal untuk mengubah sikap kita? Jawabannya melibatan beberapa faktor yang semuanya menguatkan kemampuan kita untuk menolak terhadap usaha persuasi yang sangat lihai.
2.      Reaktansi: Melindungi Kebebasan Pribadi Kita
Reaktansi adalah reaksi negatif pada ancaman terhadap kebebasan seseorang. Reaktansi sering kali meningkatkan resistensi terhadap persuasi. Sebuah reaksi negatif terhadap usaha orang lain untuk mengurangi kebebasan anda dengan membuat kita melakukan apa yang mereka inginkan. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa dalam situasi tersebut kita sering kali mengubah sikap kita kearah yang berlawanan dengan apa yang dipaksakan terhadap kita yaitu sebuah efek yang dikenal sebagai perubahan sikap negatif.
Adanya reaktansi merupakan satu alasan mengapa usaha menjual dengan paksaan dalam persuasi sering kali gagal. Ketika individu menangkap persuasi sebagai ancaman langsung terhadap kebebasan pribadinya (gambaran mereka sebagai orang yang mandiri), mereka termotivasi kuat untuk menolak. Resistansi tersebut pada gilirannya merupakan petunjuk visual bahwa persuader akan gagal.
3.      Peringatan: Pengetahuan Awal Akan Intensi Persuasi
Peringatan adalah pemahaman dini bahwa individu akan menjadi target suatu usaha persuasi. Peringatan sering kali meningkatkan pertahanan terhadap persuasi yang terjadi.
Ketika kita menyaksikan televisi, banyak sekali iklan yang memotong hampir sebagian besar program. Kita mengetahui dengan baik bahwa pesan-pesan ini dirancang untuk mengubah pandangan kita yaitu untuk membuat kita membeli berbagai macam produk. Apakah jika kita tahu ada maksud terselubung dibalik pesan persuasi maka pengetahuan tersebut akan membantu kita untuk membantu kita untuk menolak pesan tersebut? Penelitian terhadap efek dari pengetahuan dari pengetahuan yang ada sebelumnya yaitu dikenal sebagai peringatan.  Ketika kita mengetahui bahwa sebuah pidato, pesan yang terekam, atau tertulis yang dirancang untuk mengubah pandangan kita, kita sering kali lebih tidak suka dipengaruhi oleh hal tersebut dibandingkan ketika kita tidak memiliki pengetahuan tersebut. Hal ini terjadi karena kecurigaan mempengaruhi beberapa proses kognitif yang berperan dalam persuasi.
Pertama, peringatan memberikan kita kesempatan untuk menciptakan sanggahan yang dapat mengurangi kekuatan pesan persuasi. Selain itu, peringatan juga memberikan waktu untuk mengingat faktor-faktor yang relevan dan informasi yang terbukti berguna agar dapat menolak sebuah pesan persuasip. Peringatan tampaknya lebih berguna jika terkait dengan sikap yang kita nilai penting, dan lebih kecil kemungkinan terjadinya untuk sikap yang kita anggap kurang penting dari peringatan.


4.      Penghindaran Selektif
Penghindaran selektif adalah kecenderungan untuk mengalihkan perhatian dari informasi yang menantang sikap yang sudah ada. Usaha menghindari tersebut meningkatkan resistansi terhadap persuasi. Cara lain untuk menolak usaha persuasi adalah melalui penghindaran selektif. Kecenderungan untuk mengabaikan atau menghindari informasi yang berbeda dengan sikap kita dan aktif mencari informasi yang konsisten dengan sikap kita dan aktif mencari informasi yang konsisten dengan sikap kita, menunjukkan dua sisi yang oleh psikologi social dikenal dengan selektif eksposure, dan selektifitas tersebutlah yang membuat kita memfokuskan perhatian kita, membantu memastikan bahwa sikap kita relative tetap sama untuk jangka waktu yang panjang.
5.      Pertahanan Aktif Terhadap Sikap Kita Yang Sudah Ada
Mengabaikan atau menyaring informasi yang tidak sesuai dengan pandangan kita saat ini adalah salah satu cara untuk menolak persuasi. Tetapi,  bukti yang ada menunjukkan bahwa selain bersikap pasif, kita juga menggunakan strategi yang lebih aktif untuk mempertahankan sikap yang kita miliki yaitu melawan atau menyanggahnya. Dengan cara aktif ini, pandangan yang berbeda lebih tertanam dalam ingatan tetapi dampaknya lebih kecil pada sikap kita.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa pesan yang isinya berbeda (Counterattitudinal) maupun pesan yang sejalan dengan sikap yang mereka miliki diingat dengan sama baiknya. Namun, praktisipan melaporkan bahwa mereka berpikir lebih sistematis tentang pesan Counterattudinal dan melaporkan bahwa mereka mengeluarkan lebih banyak pikiran yang berlawan dengan pesan tersebut yaitu sebuah tanda yang yang jelas menunjukkan bahwa mereka memperdebatkan pesan tersebut. Dengan demikian, terdapat satu alas an mengapa kita mampu menolak persuasi yaitu karena kita tidak hanya mengabaikan informasi yang tidak konsisten dengan pandangan kita saat ini, namun kita juga secara hati-hati memproses input yang berlawanan dengan sikap kita dan menyanggah secara aktif hal tersebut. Dengan kata lain, kita membuat benteng yang kuat untuk melawan usaha yang akan mengubah sikap kita.




E.     Disonansi Kognitif
Disonansi kognitif adalah sebuah keadaan internal yang tidak menyenangkan, merupakan hasil ketika  individu merasakan ketidak konsistenan antara dua atau lebih sikap mereka atau antara sikap dan tingkah laku mereka.
1.      Mengapa tingkah laku kita terkadang mempengaruhi sikap kita
Kita menyadari bahwa dalam berbagai situasi, ada perbedaan yang cukup besar antara apa yang kita rasakan (reaksi positif maupun negatif pada objek atau isu tertentu), dan apa yang kita tunjukkan secara nyata. Sebagai contoh, saya memiliki seorang tetangga yang baru saja membeli sebuah kendaraan. Saya memiliki sikap negatif yang sangat kuat terhadap kendaraan itu karena sangat boros, menambah jumlah polusi, dan secara umum hanya membuang-buang uang saja. Akan tetapi ketika tetangga saya menyukai mobil barunya, saya menelan ludah dan berkata, “bagus, sangat bagus” dengan sangat antusias. Ia adalah tetangga dangat baik yang menjaga rumah saya ketika saya pergi, dan saya tidak ingin mengecewakannya. Tetapi tentu saja merasa tidak nyaman ketika saya mengutarakan kata-kata tersebut. Mengapa? Karena dalam situasi tersebut tingkah laku saya tidak konsisten dengan sikap saya dan keadaan membuat kita merasa tidak nyaman.  Psikologi sosial menyebut reaksi negatif yang saya alami sebagai disonansi kognitif  yaitu sebuah keadaan yang tidak menyenangkan,  yang terjadi ketika kita menyadari memiliki beberapa sikap yang tidak konsisten dengan tingkah laku kita.
2.      Berbagai cara mengurangi disonansi kognitif (cara langsung dan tidak langsung)
Dalam bentuk awal disonansi dipokuskan pada tiga mekanisme dasar. Pertama, kita dapat mengubah sikap kita atau tingkah laku kita sehingga konsisten satu sama lain. Kedua, kita dapat mengurangi disonansi kognitif dengan mengurangi informasi baru yang mendukung sikap atau tingkah laku kita. Ketiga, kita dapat memutuskan bahwa sebenarnya ketidakkonsistenan tidak teralu berpengaruh. Dengan kata lain kita dapat melakukan trivialisasi yaitu disimpulkan bahwa sikap atau tingkah laku dipertanyakan tidak penting, sehingga ketidakkonsistenan tersebut tidak signifikan.
Semua strategi ini dapat dipandang sebagai pandangan langsung terhadap penurunan disonansi. Strategi tersebut berpokus pada perbedaan antara sikap dan tingkah laku yang menyebabkan disonansi .
§  Apakah Disonansi Kognitif Memang Tidak Menyenangkan?
Dimana hal ini adalah asumsi utama dari teori disonansi (keadaan yang tidak menyenangkan inilah yang seharusnya memotivasi usaha untuk mengurangi disonansi tersebut).  Berdasarkan penjelasan sebelumya jelaslah bahwa disonansi memang menghasilkan perasaan negatif yang tidak menyenangkan.
§  Apakah Disonansi Merupakan Pengalaman Manusia Yang Universal?
Berdasarkan teori disonansi, manusia tidak menyukai ketidakkonsistenan. Mereka merasa tidak nyaman ketika mereka menangkap adanya disonansi dalam sikap atau tingkah laku mereka, dan hal ini sering kali membuat mereka terlibat dalam bukti yang menunjukkan dukungan terhadap hal ini. Penelitian terbaru yang dilaporkan oleh Heini dan Lehman menunjukkan kesimpulan bahwa disonansi adalah aspek universal dari pemikiran manusia walaupun faktor yang menyebabkan disonansi dan bahkan besarannya dapat dipengaruhi oleh faktor budaya.
3.      Disonansi dan Perubahan Sikap: Efek Induced Compliance
Seperti yang kita bahas sebelumnya, berbagai peristiwa dalam kehidupan sehari-hari mengharuskan kita untuk mengatakan atau melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan sikap kita sebenarnya. Psikolog sosial menyebut situasi tersebut sebagai Induced Compliance.
4.      Disonansi Sebagai Alat Perubahan Tingkah Laku Yang Menguntungkan: Ketika Hipokrisi Dapat Mendorong Kebaikan
Hipokrisi adalah secara terbuka menyatakan memiliki sikap atau tingkah laku tertentu, tetapi kemudian bertindak dengan cara yang tidak konsisten dengan sikap atau tingkah laku tersebut.
Perokok berat lebih banyak mengalami kanker dari pada mereka yang bukan perokok. Saat memasuki abad ke 21, pada umumnya orang mengetahui pernyataan-pernyataan diatas adalah benar, sehingga biasanya mereka berhenti merokok. Apa yang diperlukan, dengan kata lain, untuk mengubah tingkah laku yang nyata tidak sebanyak yang diperlukan seperti dalam mengubah sikap. Dapatkah disonansi berguna untuk meningkatkan perubahan yang menguntungkan? Ketika disonansi digunakan untuk menimbulkan hipokrisi kesadaran bahwa seseorang secara terbuka menyatakan bahwa ia memiliki sikap atau bertingkah laku tertentu, tapi  kemudian bertingkah laku dengan cara yang berbeda dengan sikap atau tingkah laku awal yang ia nyatakan.



KESIMPULAN

Sikap adalah evaluasi terhadap berbagai aspek dalam dunia sosial. Umumnya psikolog sosial menggunakan istilah sikap untuk merujuk pada evaluasi kita terhadap berbagai aspek dunia sosial serta bagaimana evaluasi tersebut memunculkan rasa suka atau tidak suka kita terhadap isu, ide, orang, kelompok sosial, objek, dan lain-lain. Sikap sering kali diperoleh dari orang lain melalui proses pembelajaran sosial, pembelajaran tersebut melibatkan classical conditioning, instrumental conditioning atau observational learning.
Beberapa faktor mempengaruhi kekuatan hubungan antara sikap dan tingkah laku, beberapa diantaranya berhubungan dengan situasi dimana sikap tersebut dilakukan dan selain itu berhubungan dengan aspek dari sikap itu sendiri. Sikap tampaknya mempengaruhi tingkah laku melalui mekanisme yang berbeda yaitu aspek situasi dan aspek dari sikap itu sendiri. Seni persuasi adalah kegiatan menggunakan pesan untuk mengubah sikap. Dikarenakan adanya resistensi terhadap persuasi menyebabkan sikap gagal untuk dirubah. Selanjutnya, terkadang tingkah laku juga bisa mempengaruhi sikap kita itu disebabkan adanya disonansi kognitif yang berarti sebuah keadaan internal yang kurang menyenangkan, merupakan hasil ketika individu menyadari ketidakkonsistenan antara dua atau lebih sikap mereka atau antara sikap dan tingkahlaku.









DAFTAR PUSTAKA

Robert A.Baron, Donn Byrne. Psikologi Sosial (Jilid I). Erlangga. 2003. Jakarta


0 komentar:

Posting Komentar

 
;