Kamis, 26 Desember 2013

LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA 
 
KELOMPOK 8 :
ADRI HERMAWAN
NAMIRA
FARHANI SIAGIAN

   DOSEN PEMBIMBING   : HERNAWAM SYAHPUTRA, MA
   JURUSAN                          : BIMBINGAN KONSELING ISLAM
   FAKULTAS                                   : ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN


IAIN – SU MEDAN
2013

PENDAHULUAN

Pendidikan Islam di Indonesia telah berlangsung semenjak datangnya Islam di Indonesia. Dengan berjalannya waktu yang awalnya pendidikan Islam hanya sekedar kontak pribadi maupun kolektif antara mubalig (pendidik) dengan pendidiknya, terus berkembang hingga membentuk suatu lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan di Indonesia di mulai dari berdirinya pesantren kemudian berlanjut menjadi Madrasah dan seterusnya hingga ke Perguruan Tinggi Islam, bahkan pendidikan Islam tidak hanya berkembang di lingkungan Formal saja, namun juga berkembang dari dunia Nonformal seperti majelis.
Di dalam makalah ini akan di jelaskan perkembangan dari lembaga pendidikan Islam seperti Pesantren, Sekolah, Madrasah, Sekolah-sekolah Dinas, Pendidikan Tinggi Islam, Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri. Dan makalah ini di ajukan untuk mengembangkan pengetahuan khususnya pembaca yang berstatus mahasiswa IAIN yang mana perlu mengetahui bagaimana perkembangan Lembaga pendidikan Islam hingga sekarang kita bisa merasakan duduk di bangku perkuliahan Islami yang memiliki keunggulan di bidang keakhiratan dari pada di Perguruan tinggi umum lainnya.










LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

A.    PESANTREN

1.      Pengertian Pesantren
Perkataan pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe dan akhiran an yang berati tempat tinggal santri. Dengan nada yang sama Soegarda Poerbakawatja menjelaskan pesantren asal katanya adalah santri, yaitu seorang yang belajar Agama Islam, sehingga dengan demikian, pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam. Santri atau murid mendapat pelajaran dari pemimpin pesantren (kiai) dan oleh para guru (ustadz). Pelajar mencakup berbagai bidang tentang pengetahuan Islam.[1]
Menurut pemakalah Pesantren merupakan lembaga pendidikan tempat memperdalam ilmu agama islam, agar dapat melestraikan ilmu – ilmu tersebut dengan tujuan menjadi kader ulma’, pemimpin umat dan pemimpin Bangsa.
Pesantren di Indonesia memang tumbuh dan berkembang dengan sangat cepat. Berdasarkan laporan pemerintah colonial belanda, pada abad ke-19 untuk di jawa saja terdapat tidak kuarng dari 1.853 buah,dengan jumlah santri tidak kurang 16.500 orang. Dari jumlah tersebut belum termasuk pesantren-pesantren yang berkembang di luar jawa terutama sumatera dan Kalimantan yang suasana keagamaannya terkenal sangat kuat.[2]
Pesantren Tertua yang berada sejak tahun 1700-an dipegang oleh pondok pesantren Sidogiri Pasuruan Jawa Timur (berdiri tahun 1718) Sidogiri dibabat oleh seorang Sayyid dari Cirebon Jawa Barat bernama Sayyid Sulaiman. Beliau adalah keturunan Rasulullah dari marga Basyaiban. Terdapat dua versi tentang tahun berdirinya Pondok Pesantren Sidogiri yaitu 1718 atau 1745. Dalam suatu catatan yang ditulis Panca Warga tahun 1963 disebutkan bahwa Pondok Pesantren Sidogiri didirikan tahun 1718. Catatan itu ditandatangani oleh Almaghfurlahum KH Noerhasan Nawawie, KH Cholil Nawawie, dan KA Sa’doellah Nawawie pada 29 Oktober 1963. Dalam surat lain tahun 1971 yang ditandatangani oleh KA Sa’doellah Nawawie, tertulis bahwa tahun tersebut (1971) merupakan hari ulang tahun Pondok Pesantren Sidogiri yang ke-226. Dari sini disimpulkan bahwa Pondok Pesantren Sidogiri berdiri pada tahun 1745. Dalam kenyataannya, versi terakhir inilah yang dijadikan patokan hari ulang tahun/ikhtibar Pondok Pesantren Sidogiri setiap akhir tahun pelajaran. Pondok Sidogiri sampai saat ini masih mempertahankan sistem pesantren salaf. Yaitu pengajian kitab dan madrasah diniyah yang murni mengajarkan agama.[3]
Data pesantren di jawa hanya sebagai sampel bagaimana pesantren cukup berkembang pesat di Indonesia.
Di dalam pesantren terdapat elemen-elemen pokok, yaitu :
a.       Pondok
Istilah pondok berasal dari bahasa Arab yaitu Funduq yang berarti hotel, tempat bermalam. Istilah pondok di artikan juga dengan asrama. Dengan demikian, pondok mengandung makna sebagai tempat tinggal. Sebuah pesantren mesti memilikiasrama tempat tinggal santri dan kiai. Di tempat tersebut selalu terjadi komunikasi antara santri dan kiai. Dipondok seorang santri patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang diadakan, ada kegiatan waktu tertentu yang mesti dilaksanakn oleh santri. Ada waktu belajar, shalat, makan,, tifur, istirahat, dan sebagainya, bahkan ada juga waktu untuk ronda dan jaga malam. Ada beberapa alasan pokok sebab pentingnya pondok dalam satu pesantren, yaitu: pertama, banyaknya santri-santri yang berdatangan dari daerah yang jauh untuk menuntut ilmu kepada seorang kiai yang sudah termashur keahliannya. Kedua, pesantren-pesantren tersebut terletak dides-desa dimana tidak tersedia perumahan untuk menamping santri yang berdatangan dari luar daerah. Ketiga, ada sikap timbal balik antara kiai dan santri,, di manapun para santri menganggap kiai adalah seolah-olah orang tuanya sendiri.
b.      Masjid
Masjid  diartikan secara harfiah adalah tempat sujud karena du tempat ini setidak-tidaknya seorang muslim lima kali sehari semalam melaksanakan sholat. Fungsi masjid tidak saja untuk shalat, tetapi juga mempunyai fungsi lain seperti pendidikan dan lain sebagainya. Suatu pesantren mutlak mesti memiliki masjid, sebab disitulah akan dilangsungkan proses pendidikan dalam bentuk komunikasi belajar mengajar antra kiai dan santri.
c.       Santri
Santri adalah siswa yang belajar di pesantren, santri tergolong kedalam dua kelompok, yaitu :
i.          Santri mukim, yaitu santri yang berdatangan dari tempat-tempat yang jauh yang tidak memungkinkan dia untuk pulang kerumahnya, maka dia mondok di pesantren.
ii.        Santri kalong, yaitu siswa-siswa yang berasal dari daerah sekitar yang memungkinkan mereka pulang ke tempat kediaman masing-masing. Santri kalong ini mengikuti pelajaran dengan cara pulang pergi antara rumahnya dengan pesantren.
d.      Kiai
Kiai adalah tokoh sentral dalam suatau pesantren, maju mundutnya satu pesantren ditentukan oleh wibawa dan karisma sang kiai. Menurut asal usulnya, perkataan kiai dalam  bahasa jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda.
1)      Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang tang dianggap keramat kumpamanya, “kiai garuda kencana” dipaki untuk sebuah kereta emas yang ada di kraton yogyakarta.
2)      Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.
3)      Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agam Islam yang memiliki pesantren dan mengajarka kiatb-kitab Islam klasik kepada santrinya.
Dalam pembahasan pesantren, mengacu pada pengertian yang ketiga.
e.       Pengajian kitab-kitab klasik
Kitab-kitab klasik uyang lebih populer dengan sebutan “kitab kuning”. Kitab-kitab ini ditulis oleh ulama-ulama Islam pada zaman pertengahan. Kepintaran dan kemahiran seorang santri diukur dari kemampuannya membaca, serta mensyarahkan isi kitab-kitab tersebut. Kitab-kitab klasik yang diajarkan di pesantren dapat digolongkan kepada kedelapan kelompok: Nahu/syaraf, fikih, ushul fikih, hadis, tafsir, tauhid, tasawuf dan etika serta cabang-cabang ilmu lainnya seperti tarikh dan balaghah.[4]
Pola-pola pesantren dapat digolongkan kepada dua pola, yaitu berdasarkan bangunan fisik dan berdasarkan kurikulum. Sesuai dengan latar belakang pesantren, dapat dilihat tujuan utama didirikannya suatu pesantren adalah untuk mendalami ilmu-ilmu agama.


2.      Metode Pembelajaran
Metode yang digunakan seorang kiai dalam mengajarkan kitab-kitab klasik tersebut dengan  menempuh metode : wetonan, sorongan, dan hafalan. Wetonan atau bendongan adalah metode kuliah dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk dikeliling kiai. Sorogan adalah metode kuliah dengan cara santri menghadap guru sseorang demi seorang dengan membawa kitab yang akan dipelajari. Metode hafalan juga menempati kedudukan yang penting dalam dunia pesantren. Pelajaran-pelajaran tertentu dengan materi-materi tertentu diwajibkan untuk dihafal.
Jika dilihat sekarang ini, metode yang digunakan dalam Pesantren sudah lebih modern lagi dengan mengadopsi metode pembelajaran pada pendidikan umum, contoh metode dalam strategi  Kooperatif  dan lain-lain.

3.      Materi Pelajaran
Pada pesantren klasik lebih menekankan mata pelajaran yang bersifat keagamaan seperti Nahu/syaraf, fikih, ushul fikih, hadis, tafsir, tauhid, tasawuf dan etika serta cabang-cabang ilmu lainnya seperti tarikh dan balaghah, namun sekarang ini dunia pesantren sudah lebih modern dengan di tambahkan mata pelajaran umum, seperti Bahasa Inggris, matematika, dan pelajaran umum lainnya.

4.      Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam
Seperti yang telah diungkapkan terdahlu lahirnya pesantren tidak terlepas dari proses Islamisasi di Indonesia. Para wali, kiai, syekh, tengku, yang mendakwakan ajaran Islam biasanya memiliki lembaga Pendidikan tersebut di jawa yang terkenal denga nama pesantren, di sumatera barat disebut surau, sedang di aceh menasah, rangkang, dayah. Walaupun memiliki nama-nama yang berbeda namun hakikatnya tetap sama, yaitu lembaga tempat mengkaji dan mendalami ajaran-ajaran keislaman.[5]

5.      Keadaan Pesantren Pada Zaman Penjajahan
Penyelenggaraan pendidikan dipesantren ini menurut pemerintah colonial belanda, terlalu jelek dan tidak memungkinkan untuk menjadi sekolah-sekolah modern. Oleh karena itu colonial belanda mendirikan sekolah-sekolah sendiri yang tidak ada hubungannya dengan lembaga pendidikan yang telah ada.[6]
Pandangan jelek colonial belanda terhadap Pesantren di karenakan pembelajaran di dalam pesantren berbentuk Islami yang akan mengganggu pelancaran salah satu tujuan mereka menjajah wilayah Indonesia yaitu Gospel atau menyiarkan agama.
System penyelenggaraan sekolah-sekolah modern klasikal mulai masuk kedunia pesantren, yang sebelumnyamasih belum dikenal. Metode halaqah berubah menjadi system klasikal sebagaimana terdapat disekolah-sekolah, juga pesantren mempergunakan meja dan kursi dan buku-buku pelajaran, dengan tambahan Ilmu pengetahuan umum.[7]
6.      Keadaan Pesantren Pada Zaman Kemerdekaan dan Pembangunan
Sejak awal kehadiran pesantren dengan sifatnya yang lentur ternyata mampu menyesuaikan diri dengan masyarakat serta memenuhi tuntutan masyarakat. Begitu juga pada masa era kemerdekaan dan sekarang, pesantren telah mampu menampilkan dirinya aktif mengisi kemerdekaan dan pembangunan, terutama dalam rangka pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas.[8]

B.     SEKOLAH
1.      Pengertian Sekolah
Sekolah adalah bangunan atau lembaga yang digunakan untuk belajar mengajar dengan waktu yang telah ditetapkan dan berusaha menuntut kepadaian dari seorang pelajar.
Sekolah menitikberatkan kepada pendidikan formal, di sekolah prosedur pendidikan telah diatur sedemikian rupa, ada guru, ada siswa, ada jadwal pelajaran yang berpedoman kepada kurikulum dan silabus dan fasilitas pendidikan serta perlengkapan-perlengkapan dan peraturan-peraturan lainnya. [9]
2.      Perkembangan Sekolah
a.       Sebelum Kemerdekaan
Di Jakarta sekolah pertama didirikan Tahun 1671, namun dalam tingkat SMA yaitu SMA Santa Ursula yang terletak di belakang Gereja Katedral Jakarta merupakan salah satu pionir sekolah Katolik di Indonesia. Keberadaan sekolah ini di Jakarta bermula dari pendirian Persekutuan Santa Ursula oleh Santa Angela di Brescia, Italia, pada tanggal 25 November 1535. Persekutuan Santa Ursula ini bertujuan untuk mendidik dan menyiapkan para gadis agar mereka memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehingga mereka dapat mewujudkan nilai-nilai Kristiani melalui pengabdian terhadap masyarakat pada umumnya, dan kaum wanita pada khususnya. Karena misinya yang luhur ini, maka Persekutuan Santa Ursula diresmikan oleh gereja dengan pelindung Santa Ursula pada tanggal 9 Agustus 1536. Sejak tahun 1857, barulah suster-suster Ursulin mulai berkarya di Indonesia yang pada saat itu berlokasi di Jalan Juanda. Dua tahun kemudian, mereka memperluas pengabdiannya di Jalan Pos 2 Jakarta, hingga sekarang. Program pendidikan sekolah merupakan bidang kerasulan yang utama. Selain bidang pendidikan, mereka juga mengembangkan bentuk pengabdian lain, diantaranya kesejahteraan masyarakat dan kerja sama di bidang pastoral. Hingga kini, SMA Santa Ursula dikenal sebagai salah satu sekolah Katolik tertua dan paling prestisius di Indonesia.[10]
b.      Sekolah Zaman Kemerdekaan
Dalam pembukaan UUD 1945 dinyatakan bahwa salah satu dari tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk tercapainya cita-cita tersebut maka pemerintah dan rakyat Indonesia berusaha membangun dan mengembangkan pendidikan semaksimal mungkin.[11]
Fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang tertera pada undang-undang No. 20 Tahun 2003adalah: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensipesertadidik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

3.      Pendidikan Agama Pada Sekolah Umum
*      Fase pertama (1946-1965)
Pada fase ini pendidika agam masih mengacu pada UU No.4 Tahun 1950. Inti dalam UU No.4 ini seolah-olah menggambarkan bahwa pendidikan agama itu sebagai pilihan saja, bukan sebagai mata pelajaran yang wajib. Penjelasan pasal itu menyebutkan pula, “Murid-murid dewasa menetapkan pula apakah ia ikut atau tidaknya dalam pelajaran agama”, ditambah pula bahwa penjelasan tentang pelajaran agama tidak mempengaruhi kenaikan kelas.
*      Fase Kedua (1966-1989)
Fase ini adalah fase setelah terjadinya peristiwa G 30S/PKI, dimana semakin diperlukan pendalaman agama untuk mengikis paham komunis yang telah tersebar bagi sebagian bangsa Indonesia. Selanjutnya pada fase ini diadakan siding umum MPRS dan hasilnya menetapkan: Agama menjadi mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah mulai dari sekolah dasar sampai universitas-universitas negeri.
*      Fase Ketiga (1990 sampai sekarang)
UU No. 2 Tahun 1989 menjelaskan tentang isi kurikulum, isi kurkulum setiap jenis jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat:
a.       Pendidikan Pancasila
b.      Pendidikan Agama
c.       Pendidikan Kewarganegaraan
Dalam UU No.20 Tahun 2003, menjelaskan bahwa pendidikan agama itu adalah hak peserta didik.[12]
Jelas pendidikan agama sekarang ini sangat dibutuhkan bahkan diwajib kan dalam setiap lembaga pendidikan. Apalagi dalam kurikulum 2013 yang lebih mengutamakan Afektif, yang itu hanya akan diperdalam dalam pendidikan agama.
4.      Metode Pembelajaran
Di dalam lingkungan sekolah, dalam penyampaian proses pembelajaran, guru memiliki banyak metode dalam penunjang keberhasilan proses pembelajaran pada setiap materi tertentu. Seperti metode diskusi, kelompok, ceramah dan lain-lain.
5.      Materi pelajaran
Materi pelajaran di dalam lingkungan sekolah biasanya lebih kepada pelajaran umum, dan hanya sebagaian pelajaran agamanya, contoh pelajaran umum adalah matematika, bahasa Indonesia, bahasa inggris, IPA, IPS, Kimia dan lain-lain.

C.    MADRASAH
1.      Pengertian Madrasah
Perkataan Madrasah berasal dari bahasa arab yang artinya adalah tempat belajar. Dalambahsa Indonesia madrasah adalah sekolah yang lebih dikhususkan lagi yaitu sekolah-sekolah agama Islam.[13]
Menurut pemakalah madrasah adalah suatu lembaga pendidikan Islam yang berusaha menyempurnakan system pendidikan pesantren kea rah suatu system pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum, misalnya masalah kesempatan kerja dan perolehan ijazah.
2.      Perkembangan Madrasah
Lembaga-lembaga pendidikan yang terkenal didunia Islam pada zaman klasik adala: Khuttab, Masjid dan Madrasah.[14] Khuttan adalah lembaga pendidikan tingkat rendah, Masjid sebagai selain sebagai tempat ibadah juga sebagai tempat pendidikan semenjak zaman Rasulullah, Madrasah adalah lembaga pendidikan yang tumbuh setelah Masjid.
Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) merumuskan pokok-pokok usaha pendidikan dan pengajaran, yang terdiri dari 10 pasal: pada pasal , menetapkan bahwa: Madrasah dan Pesantren yang pada hakikatnya adalah salah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian dan bantuan yang nyata berupa tuntunan dan bantuan materiil dari pemerintah.[15]
Sejak lahirnya system madrasah di Indonesia, telah memiliki cirri khas yang membedakannya dari pesantren dan sekolah umum, yaitu upaya untuk mengonvergensikan antara mata pelajaran umum dengan mata pelajaran agama.
Dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri Tahun 1975, Bab I Pasal 1, menyebutkan:
“Yang dimaksud dengan madrasah dalam keputusan bersama ialah: lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai dasar yang diberikan sekurang-kurangnya 30%, di samping mata pelajaran umum”.[16]
Dengan menggabungkan antar pelajaran agama dan umum akan menjadikan Madrasah setara dengan sekolah umum lainnya, bahkan Madrasah memiliki keunggulan dalam bidang keakhiratan. Madrasah mengajarkan kepada siswa tentang dunia dan akhirat. Namun jika kita lihat dalam sekolah umum, hanya menekankan pada dunia.
Perkembangan madrasah setelah Indonesia merdeka dapat dibagi menajdi tiga fase:
*      Fase Pertama (1945-1989)
Madrasah pada fase ini lebih terkonsentrasi kepada mata pelajaran agam, sehingga penghargaan ijazah yang dimiliki tidak sama dengan sekolah. Tamatan sekolah madrasah diperbolehkan melanjutkan pelajaran ke perguruan tinggi agama saja, begitu juga hak-hak lainnya yang dimiliki oleh sekolah tidak dimiliki madrasah.
*      Fase Kedua (1975-1989)
Madrasah pada fase ini adalah memasuki era madrasah SKB Tiga menteri. Inti pokok dari madrasah ini adalah bahwa ijazah madrasah sama dengan ijazah sekolah. Tamatan madrasah memiliki hak yang sama dengan hak yang dimiliki oleh tamatan sekolah.
*      Fase Ketiga (1990 sampai sekarang)
Madrasah pada fase ini telah memasuki era madrasah sebagai sekolah berciri khas agama Islam. Madrasah ini dari seluruh struktur kurikulumpengetahuan umum sama dengan sekolah, dan sebagai cirri khas keislaman yang diwujudkan dalam bentuk pelajaran keislaman yang melebihi apa yangdiberikan di sekolah, begitu juga suasana lingkungan sekolah yang Islami, serta pendidik dan peserta didiknya yang memiliki cirri keislaman
3.      Metode Pembelajaran
Di dalam lingkungan madrasah jika dilihat dalam proses pembelajarannya sama dengan lingkungan sekolah pada umumnya, namun lebih berorientasi kepada nilai keagamaan.


4.      Materi Pelajaran
Materi pelajaran di Madrasah sama dengan di lingkungan sekolah pada umumnya, namun di dalam Madrasah terdapat pelajaran yang mencirikhaskan keagamaan pada Madrasah itu, seperti pelajaran Fiqih, hadist, bahasa arab, Kaligrafi, akidah akhlak, dan lain-lain. Dan disini letak keunggulan pembelajaran di dalam madrasah dari pada sekolah pada umumnya, di dalam madrasah siswa dapat memperoleh aspek dunia dan akhirat.

D.    SEKOLAH-SEKOLAH DINAS
Sekolah dinas adalah sekolah dimana setelah lulus dari nya diangkat menjadi pegawai negeri dank arena itu murid-murid di sekolah ini harusberikatan dinas sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 8 tahun 1951. Karena kekurangan anggaran Negara sejak tahun 1969 tidak lagi disediakan ikatan dinas.
Pada tanggal 15 Agustus 1950 kepala bagian pendidikan Agama mengeluarkan surat edaran No. 277/C/C-9 yang berisikan anjuran pembukaan Sekolah Guru Agama Islam (SGAI) yang dibagi kepada dua bagian, yaitu lima tahun setelah tamat sekolah rakyat, atau madrasah rendah dan dua tahun setamat SMP atau Madrasah lanjutan pertama. Kemudian seluruh SGHI dirubah menjadi PGA (Pendidikan Guru Agama) yang lama belajarnya lima tahun setelah sekolah rakyat atau madrasah rendah.
Saat sekarang ini tidak ada lagi sekolah-sekolah dinas yang disebutkan sebelumnya. Lembaga-lembaga pendidikan yang ada di Departemen Agama menyesuaikan diri dengan system pendidikan yang diberlakukan secara nasional.

E.     PENDIDIKAN TINGGI ISLAM
Hasrat umat ilam untuk mendirikan pendidikan tinggi sudah dirintis sejak zaman kolonial Belanda, M Natsir meliris dalam Capita Selecta bahawa keinginan utuk mendirikan pendidikan tinggi islam itu telah muncul di hati umat islam. M Natsir, menyebutkan bahwa Dr. Satiman telah menulis artikel dalam PM (Pedoman masyarakat) Nomor 15 membentangkan cita-cita beliau yang mulia akan mendirikan satu sekolah tinggi islam itu akan terpusat di tiga temapat, yakni di Jakarta, Solo, dan Surabaya. Di Jakarta akan diadakan sekolah tinggi sebagai bagian atas sekolah menengah Muhammadiyah (AMS) yang bersifat Westerch (keberatan). Di solo akan diadakan sekolah tinggi untuk mendidik mubalighin. Di surabaya akan akan diadakan sekolah tinggi yang akan menerima orang-orang pesantren.
Muhammad Yunus, mengemukakan pula bahwa di padang sumatra barat pada tanggal 9 Desember 1940 telah berdiri peruguan tinggi islam yang dipelajari oleh persatuan guru-guru agama islam (PGAI). Menurut Muhammad Yunus perguruan tinggi ini yang pertama di Sumatra Barat bahakan di Indonesia. Tetapi ketika Jepang masuk di Sumatra Barat pada tahun 1941, pendidkan tinggi ini di tutup sebab Jepang hanya mengizinkan dibuka tingkat dasar dan menengah.           
Pendidkan ini terdiri dari dua fakultas:
1.      Fakultas Syari’at (Agama)
2.      Fakultas Pendidikan dan Bahasa Arab
Usaha untuk mendirikan PTI terus menggelora di kalangan umat islam. Masyumi (majelis syura muslimin indinesia)  merupakan gabungan dari organisasi-organisasi islam, mempelopori untuk mendirikan PTI di jakarta di hadiri oleh tokoh-tokoh masyumi.
Berdasarkan dari sidang itu memutuskan membentuk panitai perencanaan STI yang di pimpin oleh Moh. Hatta dan seketarisnya. Akhirnya atas bantuan pemerintah Jepang STI di buka secara resmi pada tanggal 8 juli 1945 di Jakarta. Peresmiannya diselenggarakan di gedung kantor Imigrasi Pusat Gondangdia di Jakarta. Pada tahun pertama jumlah mahasiswa STI sebanyak 14 orang dari 78 orang pendaftar. Sedangkan sisanya 64 orang diterima ditingkat matrikulasi selama satu atau dua tahun kemudian baru dapat di terima sebagai mahasiswa STI.
Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 yang berbarengan dengan itu tokoh-tokoh pendiri STI terlibat langsung pula dalam kencah perjuangan kemerdekaan RI.dan sekaitan pula dengan munculnya agresi Belanda ke Indonesia untuk kembalimenjadikan Indonesia bagian dari negeri jajahan mereka, maka ibukota Negara RI dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta. Dengan pindahnya pemerintahaan RI ke Yokyakarta mata STI pun ikut pindah pula. Pada tanggal 10 April 1946 STIdibuka kembali di Yogyakarta dengan dihadiri oleh persiden Soekarno dan wakil peresiden.[17]

F.     PERGURUAN TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (PTAIN)
Tujuan PTAIN adalah untuk memberi pengajaran tinggi dan menjadi pusat memperkembangkan dan memperdalam ilmu pengetahuan tentang agama islam dan untuk tujuan tersebut  diletakan azas untuk membentuk manusia susila dan cakap serta mempunyai keinsyafan bertanggung  jawab tentang kesejah teraan masyarakat Indonesia dan dunia umumnya atas dasar pancasila, kebudayaan, kebangsaan Indonesia dan kenyataan
Dibentuknya PTAIN tidak luput daritujuan praktis, yakni untuk memenuhi dan mengatasi kekuranggan tenaga ahli dalam bidang ilmu agamaislam. Dapat dimaklumi bahwa pada ketika itu telah banyak lulusan tingkat menengah sekolah atau madrasah yang belum  tersalurkan minat studi mereka ke tingkat perguruan tinggi disebabkan lembaganya sebelum berdiri PTAIN belum ada. Disisi lain, selama ini sebelum berdirinya PTAIN masyarakat Indonesia yang ingin memperdalam ilmu pengetahuan keagamaannya mesti berangkat ke luar negeri ke Mesir atau pun ke Arab Saudi. Selain itu PTAIN ini juga di harapkan untuk menjadi pusat untuk mengembangkan ilmu-ilmu keislaman.
PTAIN diresmikan berdirinya berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 34 Tahun 1950, baru beroprasi secara praktis pada tahun 1951. Dimulailahperkuliahan perdana pada tahun tersebut dengan jumlah mahasiswa 67 orang dan 28 orang siswa persiapan dengan pimpinan  fakultasnya adalah KH. Adnan.
PTAIN ini mempunyai jurusan Tarbiyah, Qadha dan Dakwah dengan lama belajar 4 tahunpada tingkat Baca loretan dan Doktoral. Mata pelajaran agama didampingin mata pelajaran umum terutama yang berkenaan dengan jurusan. Mahasiswa jurusan Tarbiyah diperlukan pengetahuan umum mengenai ilmu pendidikan, dan begitu juga jurusan lainnya diberikan pula pengetahuan umum yang sesuai dengan jurusannya.[18]
PTAIN sekrang ini sudah memiliki banyak fakultas, contohnya saja pada IAIN-SU terdapat fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan, dakwah, syariah, ushuluddin. Namun di UIN sudah ada fakultas kedokteran dan lain-lain.  
DAFTAR PUSTAKA

Putra Haidar Daulay. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia. Prenada Media Group. Jakarta: 2012
http://pesantren-tertua.Pondok Pesantren Sidogiri.com/ 
Hasbullah . Sejarah PendidikanIslam di Indonesia. Grafindo Persada. Jakarta: 1999.


[1] Haidar Putra Daulay. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia. Prenada Media Group. Jakarta: 2012. Hlm. 63

[2] Hasbullah . Sejarah PendidikanIslam di Indonesia. Grafindo Persada. Jakarta: 1999. Hlm. 139
[3] http://pesantren-tertua.Pondok Pesantren Sidogiri.com/  
[4] Haidar Putra Daulay. Op.Cit. Hlm. 67

[5] Ibid

[6] Hasbullah. Op.Cit. Hlm. 148

[7] Ibid. Hlm. 153

[8] Ibid. Hlm. 154

[9] Haidar Putra Daulay. Op. Cit. Hlm. 77

[11] Haidar Putra Daulay. Op.Cit. Hlm. 84
[12] Haidar Putra Daulay. Op.Cit. Hlm. 87-94

[13] Ibid. Hlm. 98

[14] Ibid. Hlm. 99

[15] Hasbullah. Op.Cit. Hlm. 175

[16] Haidar Putra Daulay. Op.Cit. Hlm. 106
[17] Haidar Putra Daulay. Op.Cit. Hlm. 137
[18] Ibid. Hlm. 139

0 komentar:

Posting Komentar

 
;