LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
KELOMPOK 8
:
ADRI
HERMAWAN
NAMIRA
FARHANI SIAGIAN
DOSEN PEMBIMBING : HERNAWAM SYAHPUTRA, MA
JURUSAN :
BIMBINGAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS :
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
IAIN – SU MEDAN
2013
PENDAHULUAN
Pendidikan Islam di Indonesia telah
berlangsung semenjak datangnya Islam di Indonesia. Dengan berjalannya waktu
yang awalnya pendidikan Islam hanya sekedar kontak pribadi maupun kolektif
antara mubalig (pendidik) dengan pendidiknya, terus berkembang hingga membentuk
suatu lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan di Indonesia di mulai dari
berdirinya pesantren kemudian berlanjut menjadi Madrasah dan seterusnya hingga
ke Perguruan Tinggi Islam, bahkan pendidikan Islam tidak hanya berkembang di
lingkungan Formal saja, namun juga berkembang dari dunia Nonformal seperti
majelis.
Di dalam makalah ini akan di jelaskan
perkembangan dari lembaga pendidikan Islam seperti Pesantren, Sekolah,
Madrasah, Sekolah-sekolah Dinas, Pendidikan Tinggi Islam, Perguruan Tinggi
Agama Islam Negeri. Dan makalah ini di ajukan untuk mengembangkan pengetahuan
khususnya pembaca yang berstatus mahasiswa IAIN yang mana perlu mengetahui
bagaimana perkembangan Lembaga pendidikan Islam hingga sekarang kita bisa
merasakan duduk di bangku perkuliahan Islami yang memiliki keunggulan di bidang
keakhiratan dari pada di Perguruan tinggi umum lainnya.
LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI
INDONESIA
A.
PESANTREN
1.
Pengertian
Pesantren
Perkataan pesantren
berasal
dari kata santri, dengan awalan pe dan akhiran
an yang berati tempat tinggal santri. Dengan nada yang sama Soegarda
Poerbakawatja menjelaskan pesantren asal katanya
adalah santri, yaitu seorang yang belajar Agama Islam, sehingga dengan
demikian, pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk belajar agama
Islam. Santri atau murid mendapat pelajaran dari pemimpin pesantren (kiai) dan
oleh para guru (ustadz). Pelajar mencakup berbagai bidang tentang pengetahuan
Islam.[1]
Menurut pemakalah Pesantren
merupakan lembaga pendidikan tempat memperdalam ilmu agama islam, agar dapat
melestraikan ilmu – ilmu tersebut dengan tujuan menjadi kader ulma’, pemimpin
umat dan pemimpin Bangsa.
Pesantren di Indonesia memang tumbuh dan berkembang
dengan sangat cepat. Berdasarkan laporan pemerintah colonial belanda, pada abad
ke-19 untuk di jawa saja terdapat tidak kuarng dari 1.853 buah,dengan jumlah
santri tidak kurang 16.500 orang. Dari jumlah tersebut belum termasuk
pesantren-pesantren yang berkembang di luar jawa terutama sumatera dan
Kalimantan yang suasana keagamaannya terkenal sangat kuat.[2]
Pesantren Tertua yang berada sejak tahun 1700-an
dipegang oleh pondok pesantren Sidogiri
Pasuruan Jawa Timur (berdiri tahun 1718) Sidogiri
dibabat oleh seorang Sayyid dari Cirebon Jawa Barat bernama Sayyid Sulaiman.
Beliau adalah keturunan Rasulullah dari marga Basyaiban. Terdapat
dua versi tentang tahun berdirinya Pondok Pesantren Sidogiri yaitu 1718 atau
1745. Dalam suatu catatan yang ditulis Panca Warga tahun 1963 disebutkan bahwa
Pondok Pesantren Sidogiri didirikan tahun 1718. Catatan itu ditandatangani oleh
Almaghfurlahum KH Noerhasan Nawawie, KH Cholil Nawawie, dan KA Sa’doellah Nawawie
pada 29 Oktober 1963. Dalam surat lain tahun 1971 yang ditandatangani oleh KA
Sa’doellah Nawawie, tertulis bahwa tahun tersebut (1971) merupakan hari ulang
tahun Pondok Pesantren Sidogiri yang ke-226. Dari sini disimpulkan bahwa Pondok
Pesantren Sidogiri berdiri pada tahun 1745. Dalam kenyataannya, versi terakhir
inilah yang dijadikan patokan hari ulang tahun/ikhtibar Pondok Pesantren
Sidogiri setiap akhir tahun pelajaran. Pondok Sidogiri sampai saat ini masih
mempertahankan sistem pesantren salaf. Yaitu pengajian kitab dan madrasah
diniyah yang murni mengajarkan agama.[3]
Data pesantren di jawa hanya sebagai sampel bagaimana
pesantren cukup berkembang pesat di Indonesia.
Di dalam pesantren terdapat
elemen-elemen pokok, yaitu :
a.
Pondok
Istilah pondok berasal dari bahasa Arab yaitu Funduq yang berarti
hotel, tempat bermalam. Istilah pondok di artikan juga dengan asrama. Dengan
demikian, pondok mengandung makna sebagai tempat tinggal. Sebuah pesantren
mesti memilikiasrama tempat tinggal santri dan kiai. Di tempat tersebut selalu
terjadi komunikasi antara santri dan kiai. Dipondok seorang santri patuh dan
taat terhadap peraturan-peraturan yang diadakan, ada kegiatan waktu tertentu
yang mesti dilaksanakn oleh santri. Ada waktu belajar, shalat, makan,, tifur,
istirahat, dan sebagainya, bahkan ada juga waktu untuk ronda dan jaga malam. Ada
beberapa alasan pokok sebab pentingnya pondok dalam satu pesantren, yaitu: pertama,
banyaknya santri-santri yang berdatangan dari daerah yang jauh untuk menuntut
ilmu kepada seorang kiai yang sudah termashur keahliannya. Kedua,
pesantren-pesantren tersebut terletak dides-desa dimana tidak tersedia
perumahan untuk menamping santri yang berdatangan dari luar daerah. Ketiga, ada
sikap timbal balik antara kiai dan santri,, di manapun para santri menganggap
kiai adalah seolah-olah orang tuanya sendiri.
b.
Masjid
Masjid diartikan secara
harfiah adalah tempat sujud karena du tempat ini setidak-tidaknya seorang
muslim lima kali sehari semalam melaksanakan sholat. Fungsi masjid tidak saja
untuk shalat, tetapi juga
mempunyai fungsi lain seperti pendidikan dan lain sebagainya. Suatu pesantren
mutlak mesti memiliki masjid, sebab disitulah akan dilangsungkan proses
pendidikan dalam bentuk komunikasi belajar mengajar antra kiai dan santri.
c.
Santri
Santri adalah siswa yang belajar di pesantren, santri tergolong
kedalam dua kelompok, yaitu :
i.
Santri
mukim, yaitu santri yang berdatangan dari tempat-tempat yang jauh yang tidak
memungkinkan dia untuk pulang kerumahnya, maka dia mondok di pesantren.
ii.
Santri
kalong, yaitu siswa-siswa yang berasal dari daerah sekitar yang memungkinkan
mereka pulang ke tempat kediaman masing-masing. Santri kalong ini mengikuti
pelajaran dengan cara pulang pergi antara rumahnya dengan pesantren.
d.
Kiai
Kiai adalah tokoh sentral dalam suatau pesantren, maju mundutnya
satu pesantren ditentukan oleh wibawa dan karisma sang kiai. Menurut asal
usulnya, perkataan kiai dalam bahasa
jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda.
1)
Sebagai
gelar kehormatan bagi barang-barang tang dianggap keramat kumpamanya, “kiai
garuda kencana” dipaki untuk sebuah kereta emas yang ada di kraton yogyakarta.
2)
Gelar
kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.
3)
Gelar
yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agam Islam yang memiliki
pesantren dan mengajarka kiatb-kitab Islam klasik kepada santrinya.
Dalam pembahasan pesantren,
mengacu pada pengertian yang ketiga.
e.
Pengajian
kitab-kitab klasik
Kitab-kitab klasik uyang lebih populer dengan sebutan “kitab
kuning”. Kitab-kitab ini ditulis oleh ulama-ulama Islam pada zaman pertengahan.
Kepintaran dan kemahiran seorang santri diukur dari kemampuannya membaca, serta
mensyarahkan isi kitab-kitab tersebut. Kitab-kitab klasik yang diajarkan di
pesantren dapat digolongkan kepada kedelapan kelompok: Nahu/syaraf, fikih,
ushul fikih, hadis, tafsir, tauhid, tasawuf dan etika serta cabang-cabang ilmu
lainnya seperti tarikh dan balaghah.[4]
Pola-pola pesantren dapat digolongkan kepada dua pola, yaitu
berdasarkan bangunan fisik dan berdasarkan kurikulum. Sesuai dengan latar
belakang pesantren, dapat dilihat tujuan utama didirikannya suatu pesantren
adalah untuk mendalami ilmu-ilmu agama.
2.
Metode Pembelajaran
Metode
yang digunakan seorang kiai dalam mengajarkan kitab-kitab klasik tersebut
dengan menempuh metode : wetonan,
sorongan, dan hafalan. Wetonan atau bendongan adalah metode kuliah dimana para
santri mengikuti pelajaran dengan duduk dikeliling kiai. Sorogan adalah metode
kuliah dengan cara santri menghadap guru sseorang demi seorang dengan membawa
kitab yang akan dipelajari. Metode hafalan juga menempati kedudukan yang
penting dalam dunia pesantren. Pelajaran-pelajaran tertentu dengan
materi-materi tertentu diwajibkan untuk dihafal.
Jika dilihat sekarang ini, metode yang digunakan dalam
Pesantren sudah lebih modern lagi dengan mengadopsi metode pembelajaran pada
pendidikan umum, contoh metode dalam strategi Kooperatif dan lain-lain.
3. Materi Pelajaran
Pada pesantren klasik lebih menekankan mata pelajaran
yang bersifat keagamaan seperti Nahu/syaraf,
fikih, ushul fikih, hadis, tafsir, tauhid, tasawuf dan etika serta
cabang-cabang ilmu lainnya seperti tarikh dan balaghah, namun sekarang ini dunia pesantren sudah
lebih modern dengan di tambahkan mata pelajaran umum, seperti Bahasa Inggris,
matematika, dan pelajaran umum lainnya.
4.
Pesantren
Sebagai Lembaga Pendidikan Islam
Seperti yang telah diungkapkan terdahlu lahirnya pesantren tidak
terlepas dari proses Islamisasi di Indonesia. Para wali, kiai, syekh, tengku,
yang mendakwakan ajaran Islam biasanya memiliki lembaga Pendidikan tersebut di jawa yang
terkenal denga nama pesantren, di sumatera barat disebut surau, sedang di aceh
menasah, rangkang, dayah. Walaupun memiliki nama-nama yang berbeda namun
hakikatnya tetap sama, yaitu lembaga tempat mengkaji dan mendalami
ajaran-ajaran keislaman.[5]
5. Keadaan Pesantren Pada Zaman Penjajahan
Penyelenggaraan pendidikan dipesantren ini
menurut pemerintah colonial belanda, terlalu jelek dan tidak memungkinkan untuk
menjadi sekolah-sekolah modern. Oleh karena itu colonial belanda mendirikan
sekolah-sekolah sendiri yang tidak ada hubungannya dengan lembaga pendidikan
yang telah ada.[6]
Pandangan jelek colonial belanda terhadap
Pesantren di karenakan pembelajaran di dalam pesantren berbentuk Islami yang
akan mengganggu pelancaran salah satu tujuan mereka menjajah wilayah Indonesia
yaitu Gospel atau menyiarkan agama.
System penyelenggaraan sekolah-sekolah
modern klasikal mulai masuk kedunia pesantren, yang sebelumnyamasih belum
dikenal. Metode halaqah berubah menjadi system klasikal sebagaimana terdapat
disekolah-sekolah, juga pesantren mempergunakan meja dan kursi dan buku-buku
pelajaran, dengan tambahan Ilmu pengetahuan umum.[7]
6. Keadaan Pesantren Pada Zaman Kemerdekaan
dan Pembangunan
Sejak awal kehadiran pesantren dengan
sifatnya yang lentur ternyata mampu menyesuaikan diri dengan masyarakat serta
memenuhi tuntutan masyarakat. Begitu juga pada masa era kemerdekaan dan
sekarang, pesantren telah mampu menampilkan dirinya aktif mengisi kemerdekaan
dan pembangunan, terutama dalam rangka pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas.[8]
B. SEKOLAH
1. Pengertian Sekolah
Sekolah adalah bangunan atau lembaga yang
digunakan untuk belajar mengajar dengan waktu yang telah ditetapkan dan
berusaha menuntut kepadaian dari seorang pelajar.
Sekolah menitikberatkan kepada pendidikan
formal, di sekolah prosedur pendidikan telah diatur sedemikian rupa, ada guru,
ada siswa, ada jadwal pelajaran yang berpedoman kepada kurikulum dan silabus
dan fasilitas pendidikan serta perlengkapan-perlengkapan dan
peraturan-peraturan lainnya. [9]
2. Perkembangan Sekolah
a. Sebelum Kemerdekaan
Di Jakarta sekolah pertama didirikan Tahun
1671, namun dalam tingkat SMA yaitu SMA Santa
Ursula yang terletak di belakang Gereja Katedral Jakarta merupakan salah satu
pionir sekolah Katolik di Indonesia. Keberadaan sekolah ini di Jakarta bermula
dari pendirian Persekutuan Santa Ursula oleh Santa Angela di Brescia, Italia,
pada tanggal 25 November 1535. Persekutuan Santa Ursula ini bertujuan untuk
mendidik dan menyiapkan para gadis agar mereka memiliki pengetahuan dan
keterampilan, sehingga mereka dapat mewujudkan nilai-nilai Kristiani melalui
pengabdian terhadap masyarakat pada umumnya, dan kaum wanita pada khususnya.
Karena misinya yang luhur ini, maka Persekutuan Santa Ursula diresmikan oleh
gereja dengan pelindung Santa Ursula pada tanggal 9 Agustus 1536. Sejak tahun
1857, barulah suster-suster Ursulin mulai berkarya di Indonesia yang pada saat
itu berlokasi di Jalan Juanda. Dua tahun kemudian, mereka memperluas
pengabdiannya di Jalan Pos 2 Jakarta, hingga sekarang. Program pendidikan
sekolah merupakan bidang kerasulan yang utama. Selain bidang pendidikan, mereka
juga mengembangkan bentuk pengabdian lain, diantaranya kesejahteraan masyarakat
dan kerja sama di bidang pastoral. Hingga kini, SMA Santa Ursula dikenal
sebagai salah satu sekolah Katolik tertua dan paling prestisius di Indonesia.[10]
b. Sekolah Zaman Kemerdekaan
Dalam pembukaan UUD 1945 dinyatakan bahwa salah satu
dari tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Untuk tercapainya cita-cita tersebut maka pemerintah dan rakyat Indonesia
berusaha membangun dan mengembangkan pendidikan semaksimal mungkin.[11]
Fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang tertera
pada undang-undang No. 20 Tahun 2003adalah: Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensipesertadidik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
3. Pendidikan Agama Pada Sekolah Umum
Fase pertama (1946-1965)
Pada fase ini pendidika agam masih mengacu
pada UU No.4 Tahun 1950. Inti dalam UU No.4 ini seolah-olah menggambarkan bahwa
pendidikan agama itu sebagai pilihan saja, bukan sebagai mata pelajaran yang
wajib. Penjelasan pasal itu menyebutkan pula, “Murid-murid dewasa menetapkan
pula apakah ia ikut atau tidaknya dalam pelajaran agama”, ditambah pula bahwa
penjelasan tentang pelajaran agama tidak mempengaruhi kenaikan kelas.
Fase Kedua (1966-1989)
Fase ini adalah fase setelah terjadinya peristiwa G
30S/PKI, dimana semakin diperlukan pendalaman agama untuk mengikis paham
komunis yang telah tersebar bagi sebagian bangsa Indonesia. Selanjutnya pada
fase ini diadakan siding umum MPRS dan hasilnya menetapkan: Agama menjadi mata
pelajaran wajib di sekolah-sekolah mulai dari sekolah dasar sampai
universitas-universitas negeri.
Fase Ketiga (1990 sampai sekarang)
UU No. 2 Tahun 1989 menjelaskan tentang isi kurikulum,
isi kurkulum setiap jenis jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat:
a. Pendidikan Pancasila
b. Pendidikan Agama
c. Pendidikan Kewarganegaraan
Dalam UU No.20 Tahun 2003, menjelaskan
bahwa pendidikan agama itu adalah hak peserta didik.[12]
Jelas pendidikan agama sekarang ini sangat
dibutuhkan bahkan diwajib kan dalam setiap lembaga pendidikan. Apalagi dalam
kurikulum 2013 yang lebih mengutamakan Afektif, yang itu hanya akan diperdalam
dalam pendidikan agama.
4. Metode Pembelajaran
Di dalam lingkungan sekolah, dalam penyampaian proses
pembelajaran, guru memiliki banyak metode dalam penunjang keberhasilan proses
pembelajaran pada setiap materi tertentu. Seperti metode diskusi, kelompok, ceramah
dan lain-lain.
5. Materi pelajaran
Materi pelajaran di dalam lingkungan sekolah biasanya
lebih kepada pelajaran umum, dan hanya sebagaian pelajaran agamanya, contoh
pelajaran umum adalah matematika, bahasa Indonesia, bahasa inggris, IPA, IPS,
Kimia dan lain-lain.
C. MADRASAH
1. Pengertian Madrasah
Perkataan Madrasah berasal dari bahasa arab yang
artinya adalah tempat belajar. Dalambahsa Indonesia madrasah adalah sekolah
yang lebih dikhususkan lagi yaitu sekolah-sekolah agama Islam.[13]
Menurut pemakalah madrasah adalah suatu lembaga
pendidikan Islam yang berusaha menyempurnakan system pendidikan pesantren kea
rah suatu system pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya memperoleh
kesempatan yang sama dengan sekolah umum, misalnya masalah kesempatan kerja dan
perolehan ijazah.
2. Perkembangan Madrasah
Lembaga-lembaga pendidikan yang terkenal didunia Islam
pada zaman klasik adala: Khuttab, Masjid dan Madrasah.[14] Khuttan
adalah lembaga pendidikan tingkat rendah, Masjid sebagai selain sebagai tempat
ibadah juga sebagai tempat pendidikan semenjak zaman Rasulullah, Madrasah
adalah lembaga pendidikan yang tumbuh setelah Masjid.
Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP)
merumuskan pokok-pokok usaha pendidikan dan pengajaran, yang terdiri dari 10
pasal: pada pasal , menetapkan bahwa: Madrasah dan Pesantren yang pada
hakikatnya adalah salah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat
jelata yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaklah
pula mendapat perhatian dan bantuan yang nyata berupa tuntunan dan bantuan
materiil dari pemerintah.[15]
Sejak lahirnya system madrasah di Indonesia, telah
memiliki cirri khas yang membedakannya dari pesantren dan sekolah umum, yaitu
upaya untuk mengonvergensikan antara mata pelajaran umum dengan mata pelajaran
agama.
Dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri Tahun
1975, Bab I Pasal 1, menyebutkan:
“Yang dimaksud dengan madrasah dalam keputusan bersama
ialah: lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai
dasar yang diberikan sekurang-kurangnya 30%, di samping mata pelajaran umum”.[16]
Dengan menggabungkan antar pelajaran agama dan umum
akan menjadikan Madrasah setara dengan sekolah umum lainnya, bahkan Madrasah
memiliki keunggulan dalam bidang keakhiratan. Madrasah mengajarkan kepada siswa
tentang dunia dan akhirat. Namun jika kita lihat dalam sekolah umum, hanya
menekankan pada dunia.
Perkembangan madrasah setelah Indonesia merdeka dapat
dibagi menajdi tiga fase:
Fase Pertama (1945-1989)
Madrasah pada fase ini lebih terkonsentrasi kepada
mata pelajaran agam, sehingga penghargaan ijazah yang dimiliki tidak sama
dengan sekolah. Tamatan sekolah madrasah diperbolehkan melanjutkan pelajaran ke
perguruan tinggi agama saja, begitu juga hak-hak lainnya yang dimiliki oleh
sekolah tidak dimiliki madrasah.
Fase Kedua (1975-1989)
Madrasah pada fase ini adalah memasuki era madrasah
SKB Tiga menteri. Inti pokok dari madrasah ini adalah bahwa ijazah madrasah
sama dengan ijazah sekolah. Tamatan madrasah memiliki hak yang sama dengan hak
yang dimiliki oleh tamatan sekolah.
Fase Ketiga (1990 sampai sekarang)
Madrasah pada fase ini telah memasuki era
madrasah sebagai sekolah berciri khas agama Islam. Madrasah ini dari seluruh
struktur kurikulumpengetahuan umum sama dengan sekolah, dan sebagai cirri khas
keislaman yang diwujudkan dalam bentuk pelajaran keislaman yang melebihi apa
yangdiberikan di sekolah, begitu juga suasana lingkungan sekolah yang Islami,
serta pendidik dan peserta didiknya yang memiliki cirri keislaman
3. Metode Pembelajaran
Di dalam lingkungan madrasah jika dilihat dalam proses
pembelajarannya sama dengan lingkungan sekolah pada umumnya, namun lebih
berorientasi kepada nilai keagamaan.
4. Materi Pelajaran
Materi pelajaran di Madrasah sama dengan di lingkungan
sekolah pada umumnya, namun di dalam Madrasah terdapat pelajaran yang
mencirikhaskan keagamaan pada Madrasah itu, seperti pelajaran Fiqih, hadist,
bahasa arab, Kaligrafi, akidah akhlak, dan lain-lain. Dan disini letak
keunggulan pembelajaran di dalam madrasah dari pada sekolah pada umumnya, di
dalam madrasah siswa dapat memperoleh aspek dunia dan akhirat.
D. SEKOLAH-SEKOLAH DINAS
Sekolah dinas adalah sekolah dimana setelah lulus dari
nya diangkat menjadi pegawai negeri dank arena itu murid-murid di sekolah ini
harusberikatan dinas sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 8 tahun 1951.
Karena kekurangan anggaran Negara sejak tahun 1969 tidak lagi disediakan ikatan
dinas.
Pada tanggal 15 Agustus 1950 kepala bagian pendidikan
Agama mengeluarkan surat edaran No. 277/C/C-9 yang berisikan anjuran pembukaan
Sekolah Guru Agama Islam (SGAI) yang dibagi kepada dua bagian, yaitu lima tahun
setelah tamat sekolah rakyat, atau madrasah rendah dan dua tahun setamat SMP
atau Madrasah lanjutan pertama. Kemudian seluruh SGHI dirubah menjadi PGA
(Pendidikan Guru Agama) yang lama belajarnya lima tahun setelah sekolah rakyat
atau madrasah rendah.
Saat sekarang ini tidak ada lagi sekolah-sekolah dinas
yang disebutkan sebelumnya. Lembaga-lembaga pendidikan yang ada di Departemen
Agama menyesuaikan diri dengan system pendidikan yang diberlakukan secara nasional.
E.
PENDIDIKAN TINGGI ISLAM
Hasrat
umat ilam untuk mendirikan pendidikan tinggi sudah dirintis sejak zaman
kolonial Belanda, M Natsir meliris dalam Capita Selecta bahawa keinginan utuk
mendirikan pendidikan tinggi islam itu telah muncul di hati umat islam. M
Natsir, menyebutkan bahwa Dr. Satiman telah menulis artikel dalam PM (Pedoman
masyarakat) Nomor 15 membentangkan cita-cita beliau yang mulia akan mendirikan
satu sekolah tinggi islam itu akan terpusat di tiga temapat, yakni di Jakarta,
Solo, dan Surabaya. Di Jakarta akan diadakan sekolah tinggi sebagai bagian atas
sekolah menengah Muhammadiyah (AMS) yang bersifat Westerch (keberatan). Di solo
akan diadakan sekolah tinggi untuk mendidik mubalighin. Di surabaya akan akan
diadakan sekolah tinggi yang akan menerima orang-orang pesantren.
Muhammad
Yunus, mengemukakan pula bahwa di padang sumatra barat pada tanggal 9 Desember
1940 telah berdiri peruguan tinggi islam yang dipelajari oleh persatuan
guru-guru agama islam (PGAI). Menurut Muhammad Yunus perguruan tinggi ini yang
pertama di Sumatra Barat bahakan di Indonesia. Tetapi ketika Jepang masuk di
Sumatra Barat pada tahun 1941, pendidkan tinggi ini di tutup sebab Jepang hanya
mengizinkan dibuka tingkat dasar dan menengah.
Pendidkan
ini terdiri dari dua fakultas:
1. Fakultas
Syari’at (Agama)
2. Fakultas
Pendidikan dan Bahasa Arab
Usaha
untuk mendirikan PTI terus menggelora di kalangan umat islam. Masyumi (majelis
syura muslimin indinesia) merupakan
gabungan dari organisasi-organisasi islam, mempelopori untuk mendirikan PTI di
jakarta di hadiri oleh tokoh-tokoh masyumi.
Berdasarkan
dari sidang itu memutuskan membentuk panitai perencanaan STI yang di pimpin
oleh Moh. Hatta dan seketarisnya. Akhirnya atas bantuan pemerintah Jepang STI
di buka secara resmi pada tanggal 8 juli 1945 di Jakarta. Peresmiannya
diselenggarakan di gedung kantor Imigrasi Pusat Gondangdia di Jakarta. Pada
tahun pertama jumlah mahasiswa STI sebanyak 14 orang dari 78 orang pendaftar.
Sedangkan sisanya 64 orang diterima ditingkat matrikulasi selama satu atau dua
tahun kemudian baru dapat di terima sebagai mahasiswa STI.
Setelah
Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 yang berbarengan dengan itu
tokoh-tokoh pendiri STI terlibat langsung pula dalam kencah perjuangan
kemerdekaan RI.dan sekaitan pula dengan munculnya agresi Belanda ke Indonesia
untuk kembalimenjadikan Indonesia bagian dari negeri jajahan mereka, maka
ibukota Negara RI dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta. Dengan pindahnya
pemerintahaan RI ke Yokyakarta mata STI pun ikut pindah pula. Pada tanggal 10 April 1946
STIdibuka kembali di Yogyakarta dengan dihadiri oleh persiden Soekarno dan
wakil peresiden.[17]
F.
PERGURUAN TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI (PTAIN)
Tujuan
PTAIN adalah untuk memberi pengajaran tinggi dan menjadi pusat memperkembangkan
dan memperdalam ilmu pengetahuan tentang agama islam dan untuk tujuan
tersebut diletakan azas untuk membentuk
manusia susila dan cakap serta mempunyai keinsyafan bertanggung jawab tentang kesejah teraan masyarakat
Indonesia dan dunia umumnya atas dasar pancasila, kebudayaan, kebangsaan
Indonesia dan kenyataan
Dibentuknya
PTAIN tidak luput daritujuan praktis, yakni untuk memenuhi dan mengatasi
kekuranggan tenaga ahli dalam bidang ilmu agamaislam. Dapat dimaklumi bahwa
pada ketika itu telah banyak lulusan tingkat menengah sekolah atau madrasah
yang belum tersalurkan minat studi
mereka ke tingkat perguruan tinggi disebabkan lembaganya sebelum berdiri PTAIN
belum ada. Disisi lain, selama ini sebelum berdirinya PTAIN masyarakat
Indonesia yang ingin memperdalam ilmu pengetahuan keagamaannya mesti berangkat
ke luar negeri ke Mesir atau pun ke Arab Saudi. Selain itu PTAIN ini juga di
harapkan untuk menjadi pusat untuk mengembangkan ilmu-ilmu keislaman.
PTAIN
diresmikan berdirinya
berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 34 Tahun 1950, baru beroprasi secara
praktis pada tahun 1951. Dimulailahperkuliahan perdana pada tahun tersebut
dengan jumlah mahasiswa 67 orang dan 28 orang siswa persiapan dengan
pimpinan fakultasnya adalah KH. Adnan.
PTAIN
ini mempunyai jurusan Tarbiyah, Qadha dan Dakwah dengan lama belajar 4
tahunpada tingkat Baca loretan dan Doktoral. Mata pelajaran agama didampingin
mata pelajaran umum terutama yang berkenaan dengan jurusan. Mahasiswa jurusan
Tarbiyah diperlukan pengetahuan umum mengenai ilmu pendidikan, dan begitu juga
jurusan lainnya diberikan pula pengetahuan umum yang sesuai dengan jurusannya.[18]
PTAIN sekrang ini sudah memiliki banyak fakultas, contohnya saja
pada IAIN-SU terdapat fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan, dakwah, syariah,
ushuluddin. Namun di UIN
sudah ada fakultas kedokteran dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Putra Haidar Daulay. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan
Islam di Indonesia. Prenada Media Group. Jakarta: 2012
Hasbullah . Sejarah PendidikanIslam di Indonesia. Grafindo
Persada. Jakarta: 1999.
[1] Haidar Putra Daulay. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan
Islam di Indonesia. Prenada Media Group. Jakarta: 2012. Hlm. 63
0 komentar:
Posting Komentar