MAKALAH KELOMPOK 3
DISUSUN OLEH
ADRI
HERMAWAN
HABIBURRAHMAN
NURHAYATI SIREGAR
DOSEN PEMBIMBING : H.
ABDUL AZIZ RUSMAN, Lc.M.si
MATA KULIAH :
PSIKOLOGI SOSIAL
JURUSAN : BIMBINGAN KONSELING ISLAM - 2
FAKULTAS :
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
IAIN
– SU MEDAN
2014
PENDAHULUAN
Sikap telah menjadi topik utama dalam psikologi sosial sejak awal perkembangannya. Dalam makalah ini, kami
mengajak pembaca untuk meninjau apa yang telah ditemukan psikologi sosial
tentang evaluasi terhadap dunia sosial. Pertama, kami akan membahas cara-cara
pembentukan sikap dan mengapa kita membentuk sikap tersebut pertama kalinya.
Dengan kata lain apa fugsi sikap tersebut?, kemudian berlanjut kepada kapan
sikap mempengaruhi tingkah laku? Jelas terkadang sikap mempunyai pengaruh,
tetapi tidak selalu. Terkadang sikap berubah melalui proses persuasi.
Selanjutnya kami juga menyajikan beberapa alasan mengapa sikap sering kali
begitu sulit untuk dirubah. Dan pada Akhirnya, kita akan mengetahui ternyata
pada hal-hal tertentu tingkah laku kita juga dapat mempengaruhi sikap kita.
Semoga makalah yang kami sajikan bermanfaat
terhadap kita semua, Amin.
SIKAP: MENGEVALUASI DUNIA SOSIAL
Sikap adalah evaluasi terhadap berbagai aspek dalam dunia
sosial. Umumnya psikolog sosial menggunakan istilah sikap untuk merujuk pada
evaluasi kita terhadap berbagai aspek dunia sosial serta bagaimana evaluasi
tersebut memunculkan rasa suka atau tidak suka kita terhadap isu, ide, orang,
kelompok sosial, objek, dan lain-lain. Ketika sikap telah terbentuk,
sikap-sikap tersebut sulit diubah. Ketika sikap secara seragam positif atau
negatif (ambivalensi sikap), sikap-sikap itu akan lebih sulit dirubah. Bahkan
sering kali tidak berubah untuk waktu yang panjang. Sebagai contoh dari
ambivalensi sikap, Beberapa bulan yang lalu, pada sebuah perayaan ulang tahun
teman yang bernama fahmi di warung bakso fakde, seorang pelayan menawarkan
makanan penutup berupa coklat gratis. Selaku
yang berulang tahun, coklat itu kami serahkan kepada fahmi, karena berhubung
dia sangat suka dengan coklat. Namun, pada
saat itu ia secara jelas mengatakan bahwa ia tidak mau makan coklat itu. Karena
tidak biasa, ada seseorang teman yang menanyakan kenapa ia tidak mau makan
coklat itu sembari menawarkan sekali lagi , namun ia tetap pada pendiriannya,
dan menyatakan dengan jelas “saya suka coklat, namun jika saya memakannya
sekarang maka sakit di gigi saya ini akan semakin parah”. Akhirnya coklat itu
kami yang makan. Ambivalensi sikap merujuk pada kenyataan bahwa evaluasi kita
terhadap objek, isu, orang atau kejadian tidak selalu seragam positif atau
negatif. Sebaliknya, evaluasi ini sering kali tercampur terdiri dari dua reaksi
baik positif maupun negatif. Si fahmi tentu menyukai coklat sebagai makanan
penutup (evaluasi positif), tetapi ia juga memandang bahwa coklat tersebut akan
menambah sakit pada giginya (evaluasi negatif). Dalam masalah ini, evaluasi negatif lebih
kuat dan berdasarkan pertimbangan, sikapsi fahmi di refleksikan dalam tingkah
laku yaitu dengan ia memutuskan untuk tidak memakan coklat tersebut.
Psikolog
sosial memandang sikap sebagai sesuatu yang penting bukan hanya karena sikap
itu sulit di rubah. Mereka menempatkan study tentang sikap sebagai isu sentral
didalam psikologi sosial untuk beberapa alasan berikut ini. Pertama, sikap
sangat mempengaruhi pemikiran sosial kita, meskipun sikap tersebut tidak selalu
direfleksikan dalam tingkah laku yang tampak. Kedua, sikap sering kali
mempengaruhi tingkah laku kita. Apakah anda memiliki sikap negatif terhadap
Presiden saat ini? Jika ya, anda tidak ingin memberikan suara untuknya jika ia
mencalonkan diri lagi. Untuk berbagai alasan inilah sikap menjadi konsep utama
dalam psikologi sosial sejak awal perkembangannya.
A. Pembentukan Sikap: Bagaimana dan Mengapa Sikap Berkembang
Bagaimana
pandangan anda terhadap penggunaan ekstasi? Film Harry Potter? Berbicara di
telepon genggam sambil mengendarain mobil? Hampir pasti, anda memiliki sikap
terhadap semua hal tersebut. Namun dari mana tepatnya semua pandangan ini
berasal? Apakah anda terlahir dengan semua hal tersebut? Atau apakah anda
memperoleh sikap tersebut sebagai hasil dari berbagai pengalaman hidup? Dan
mengapa anda membentuk sikap-sikap tersebut pada pertama kalinya-dengan kata
lain, Apa fungsi sikap? Kebanyakan orang dan hampir semua psikolog sosial
yakin bahwa sikap dipelajari.
Pembelajaran Sosial: Mengadopsi Sikap Orang
Lain
Salah
satu sumber penting yang jalas-jelas membentuk sikap kita adalah kita
mengadopsi sikap tersebut dari orang lain dari proses pembelajaran sosial.
Dengan kata lain, banyak pandangan kita dibentuk saat berinteraksi dengan orang
lain atau hanya dengan mengobserpasi tingkah laku mereka. Pembelajaran ini
terjadi melalui beberapa proses.
a.
Classical
Conditioning, yaitu bentuk dasar dari pembelajaran dimana satu stimulus yang
awalnya netral, menjadi memiliki kapasitas untuk membangkitkan reaksi melalui
pemasangan yang berulang kali dengan stimulus lain.
b.
Instrumental
Conditioning, Belajar Untuk Mempertahankan Pandangan Yang Benar.
c.
Pembelajaran
Melalui Observasi, yaitu salah satu bentuk dasar belajar
dimana individu mempelajari tingkah laku atau pemikiran baru melalui observasi
terhadap orang lain.
d.
Perbandingan Sosial, yaitu proses dimana kita
membandingkan diri kita dengan orang lain untuk menentukan apakah pandangan
kita terhadap pernyataan sosial, betul atau salah.
Faktor Genetik
Penelitian yang dilakukan terhadap si kembar identik
menunjukkan bahwa sikap mungkin juga dipengaruhi oleh faktor genetik, walaupun
besarnya efek tersebut bervariasi, sama bervariasinya dengan banyaknya sikap tersebut.
Fungsi Sikap
Alasan dasar mengapa kita membentuk sikap
yaitu karena sikap berfungsi sebagai motivasi untuk menimbulkan kekaguman atau
motivasi impresi. Kita sering kali berharap mampu memberikan impresi yang baik
terhadap orang lain dan salah satu caranya adalah dengan mengekspresikan
pandangan yang benar.
B.
Hubungan Sikap dengan Tingkah laku
Menurut
penelitian yang dilakukan oleh LaPiere pada tahun 1934-an menginterpretasikan
hasil penelitiannya sebagai petunjuk bahwa sering kali ada perbedaan cukup
besar antara sikap dan tingkah laku antara apa yang dikatakan dan apa
sebenarnya yang mereka lakukan.
Menyimpulkan
bahwa sikap tidak secara kuat mempengaruhi tingkah laku yang tampak. Apakah hal
ini benar? Tidak sama sekali. Penelitian yang lebih baik mengindikasikan bahwa
dibawah kondisi tertentu sikap mempengaruhi tingkah laku. Ini terjadi karena
adanya ambivalensi sikap dalam hubungan antara sikap dan tingkah laku. Jelas
bahwa sikap kita sering kali memberikan efek penting dalam tingkah laku kita,
ingatlah saat-saat dimana reaksi anda terhadap orang lain, ide, atau isu
mempengaruhi tindakan anda yang berhubungan dengan aspek-aspek dunia sosial.
1.
Kapan
sikap mempengaruhi tingkah laku
Ada
beberapa faktor yang menentukan sejauh mana sikap mempengaruhi tingkah laku.
keterlibatan aspek situasi dimana sikap diekspresikan dan aspek dari sikap itu
sendiri.
§ Aspek Situasi : faktor yang mencegah kita mengekspresikan sikap
kita.
Hubungan antara sikap dan situasi adalah seperti jalan yang memiliki
dua arah. Tekanan situasi membentuk kemungkinan sikap diekspresikan dengan
tingkah laku yang tampak. Dalam rangka
memahami hubungan antara sikap dan tingkah laku, maka, kita harus secara
hati-hati mempertimbangkan kedua set faktor tersebut.
Contohnya, ketika anda memesan makanan
disebuah warung, namun makanan yang dihantar kemeja anda bukan sama persis
dengan yang anda pesan bagaimana sikap anda?
§ Aspek Dari Sikap Itu Sendiri
Hubungan sikap dengan tingkah laku sangat dipengaruhi oleh beberapa
aspek dari sikap itu sendiri.
Sumber suatu sikap (attitude
Origins). Faktor inilah yang mempengaruhi bagaimana pertama kali sikap terbentuk. Sikap yang terbentuk
berdasarkan pengalaman secara langsung sering kali memberikan pengaruh yang
lebih kuat terhadap tingkah laku dari pada sikap yang terbentuk berdasarkan
pengelaman secara tidak langsung atau pengalaman orang lain. Tampaknya sikap
yang terbentuk berdasarkan pengalaman secara langsung lebih mudah diingat, dan
hal ini meningkatkan dampak mereka terhadap tingkah laku.
Kekuatan sikap (attitude Strength). Semakin kuat
sikap tersebut, semakin kuat pula dampaknya terhadap tingkah laku. Kata
kekuatan melibatkan beberapa faktor: keekstreman atau itensitas dari sebuah
sikap (seberapa kuat reaksi emosional yang berhasil dibangkitkan oleh objek
sikap tertentu), kepentingan (sejauh mana indiviu peduli dan secara pribadi
dipengaruhi oleh sikap tersebut), pengetahuan (seberapa banyak individu
mengetahui tentang objek sikap tersebut), dan kemudahan diakses (semudah apa
sikap tersebut diterima oleh akal sehat dalam berbagai situasi. Penelitian
mengindikasikan bahwa semua komponen ini memainkan peran dalam kekuatan sikap
dan saling berkaitan.
Mari kita fokuskan diri pada seberapa penting sikap dan sejauh mana individu peduli terhadap
sikap tersebut. Satu penentu kunci dari kepentingan sikap adalah istilah yang
disebut oleh psikologi sosial sebagai kepentingan
pribadi (vasted interest), sejauh mana sikap tersebut relevan dengan individu
yang memilikinya, objek, atau isu itu memiliki konsekuensi penting bagi orang
tersebut. Hasil dari banyak penelitian menunjukkan bahwa semakin besar vasted
interest, maka akan semakin kuat dampak sikap tersebut pada tingkah laku.
Kepentingan pribadi memang menjadi perantara kuat dalam hubungan
sikap dengan tingkah laku. Bahwa hubungan ini menjadi semakin
kuat ketika kepentingan pribadi lebih tinggi dari pada ketika kepentingan
pribadi lebih rendah.
Kekhususan Sikap (attitude specificity). Sejauh mana sikap tersebut berpokus pada objek atau situasi
tertentu dibandingkan hal yang umum. Hubungan antara sikap dan tingkah laku
lebih kuat ketika sikap dan tingkah laku diukur pada tingkat kekhususan yang
sama.
Kesimpulannya, sikap memang sangat mempengaruhi tingkah laku.
Namun, kekuatan hubungan ini sangat ditentukan oleh
beberapa faktor yang berbeda. Hambatan situasional yang mengijinkan atau tidak
mengijinkan kita menampilkan ekspresi lahiriah dari sikap kita, begitu pula
aspek dari sikap itu sendiri.
2.
Bagaimana
Sikap Mempengaruhi Tingkah Laku
Memahami
kapan suatu sikap mempengaruhi tingkah laku adalah topik yang penting. Pada
kenyataannya ada beberapa mekanisme dasar dimana sikap mempengaruhi tingkah
laku.
§ Sikap Dasar Pemikiran dan Tingkah Laku.
Langkah
pertama dan mekaniskme ini terjadi saat kita berpikir teliti dan hati-hati
terhadap sikap kita dan bagaimana implikasi sikap terhadap tingkah laku kita.
Insights (pengertian yang mendalam) dari proses ini
dijelaskan oleh teori tindakan yang beralasan yang pertama kali dinyatakan oleh Ajzen dan
Fishbein, teori ini menyatakan bahwa keputusan untuk menampilkan tingkah laku tertentu
adalah hasil dari proses rasional yang diarahkan pada suatu tujuan tertentu dan
mengikuti urutan-urutan berpikir. Pilihan tingkah laku dipertimbangkan,
konsekuensi dan hasil dari setiap tingkah laku dievaluasi, dan dibuat sebuah
keputusan apakah akan bertindak atau tidak. Kemudian keputusan itu
direfleksikan dalam tujuan tingkah laku. Berdasarkan teori ini, intensi
pada gilirannya ditentukan oleh dua faktor , yaitu sikap terhadap tingkah laku,
evaluasi positif atau negatif dari tingkah
laku yang ditampilkan dan norma
subjektif yang berarti persepsi orang apakah orang lain akan menyetujui atau
menolak tingkah laku tersebut.
§ Sikap dan Reaksi Tingkah Laku yang Spontan.
Dalam
hal ini, sikap tampaknya mempengaruhi tingkah laku dalam cara yang lebih
langsung dan otomatis.
Singkatnya,
tampaknya sikap mempengaruhi tingkah laku kita, setidaknya melalui dua
mekanisme yang berlaku di bawah satu kondisi yang berbeda. Ketika kita memiliki
waktu untuk melakukan pemikiran hati-hati dan teliti, kita dapat
mempertimbangkan berbagai alternative dan memutuskan, cukup cepat untuk
bertindak. Sedangkan dalam kondisi sibuk dalam kehidupan sehari-hari kita
sering kali tidak memiliki waktu untuk melakukan pertimbangan terhadap berbagai
alternatif yang ada. Dalam kasus ini, sikap kita tampaknya secara spontan
membentuk persepsi kita terhadap berbagai kejadian dan segera bereaksi
terhadap peristiwa tersebut.
C.
Seni Persuasi
Persuasi
adalah usaha untuk merubah sikap orang lain
melalui penggunaan berbagai jenis pesan.
1.
Menggunakan
pesan untuk mengubah sikap
Sejauh
mana usaha sebuah persuasi (persuation) yaitu usaha untuk
mengubah sikap kita melalui berbagai jenis pesan bisa sukses?
Dan faktor apakah yang menentukan usaha–usaha tersebut berhasil
atau gagal psikolog sosial telah mempelajari isu-isu ini selama
berpuluh-puluh tahun, dan kita akan segera melihat usaha mereka telah
menghasilkan tambahan pengetahuan yang penting dalam hal proses kognitif yang
berperan dalam persuasi.
2.
Persuasi
: Pendekatan Awal
Dalam
berbagai kasus, usaha persuasi melibatkan elemen-elemen berikut: beberapa
sumber yang membawa beberapa tipe pesan (komunikasi) untuk beberapa orang atau
kelompok orang (penonton). Mempertimbangkan fakta ini, penelitian awal terhadap
persuasi berfokus pada elemen-elemen kunci tersebut, dan mempertanyakan “siapa
mengatakan apa pada siapa dengan efek apa?” pendekatan ini menghasilkan banyak
penemuan yang menarik, diantaranya yang paling konsisten adalah:
§ Komunikator yang kredibel yang tampaknya tahu apa yang mereka bicarakan atau ahli
mengenai topik atau isu yang mereka sampaikan lebih persuasip dari pada mereka
yang bukan ahlinya.
§ Komunikator Yang Menarik. Dalam cara tertentu (contohnya,secara fisik)
lebih persuasip dari pada komunikator yang kurang menarik secara fisik dan
kurang memiliki keahlian. Ini merupakan
salah satu alasan mengapa iklan sering kali menampilkan model yang menarik. Pesan
yang tampaknya tidak di desain untuk mengubah sikap kita sering kali lebih
sukses mencapai tujuan dibandingkan pesan yang tampaknya berfokus pada
pencapaian tujuan tersebut.
§ Terkadang orang lebih mudah di persuasi ketika mereka terganggu
oleh hal lain daripada ketika mereka memperhatikan dengan baik pesan apa yang
disampaikan. Ini merupakan suatu alasan mengapa kandidat politik sering kali
mengatur demonstrasi secara spontan selama mereka berpidato. Gangguan yang
diciptakan diantara penonton dapat meningkatkan penerimaan mereka terhadap
pesan yang disampaikan.
§ Ketika seorang pendengar memiliki sikap yang berlawanan dengan apa
yang ingin disampaikan oleh pelaku persuasi, sering kali lebih efektif bagi
komunikator untuk mengadopsi pendekatan dua sisi, dimana kedua sisi argumen
tersebut disampaikan, daripada menggunakan pendekatan suatu sisi.
§ Orang berbicara dengan cepat sering kali lebih persuasip daripada
orang yang berbicara lebih lambat.
§ Persuasi dapat ditingkatkan dengan pesan yang meransang emosi yang
kuat (terutama rasa takut) pada pendengar, khususnya ketika komunikasi
memberikan rekomendasi tersebut tentang bagaimana mencegah atau menghindari
kejadian yang menyebabkan rasa takut yang digambarkan.
Kami yakin kita semua setuju bahwa point-point diatas masuk akal
dan mungkin sesuai dengan pengalaman
kita, sehingga penelitian awal terhadap persuasi tentunya memberikan pemahaman
yang penting pada faktor-faktor yang mempengaruhi persuasi. Namun, apa yang
tidak dihasilkan oleh penelitian tersebut adalah memberikan gambaran yang
komperhensif tentang bagaimana persuasi terjadi. Contohnya, mengapa, secara
jelas komunikator yang memiliki kredibilitas tinggi dan menarik lebih efektif
dalam mengubah tingkah laku dari pada komunikator yang kurang kredibel dan kurang
menarik? Mengapa distraksi atau gangguan meningkatkan sikap? Mengapa pembicara-pembicara yang cepat lebih
efektif dalam mengubah sikap dari pada pembicara dengan tempo bicara yang lebih
lambat? Dalam tahun-tahun terakhir ini psikolog sosial
telah menemukan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut, penting sekali
untuk mempelajari secara mendalam faktor-faktor kognitif dan proses yang
mendasari persuasi. Dengan kata lain, apa yang terjadi dalam pikiran seseorang
saat mereka mendengarkan sebuah pesan persuasif dan mengapa mereka terpengaruh
atau tidak terpengaruh oleh pesan tersebut.
3.
Pendekatan
Kognitif Pada Persuasi: Pemrosesan sistematis versus pemrosesan
Heuristik.
Secara
umum kita melakukan usaha kognitif seminimal mungkin
dalam situasi terbaru. Sehingga, isu utama yaitu isu yang tampaknya memberikan
kunci pemahaman terhadap proses persuasi secara keseluruhan adalah
sungguh-sungguh sebuah isu kognitif: “bagaimana kita memproses (menyerap,
menginterpretasikan, mengevaluasi) informasi yang terkandung dalam pesan
tersebut? “jawabannya ialah kita memproses pesan persuasip dalam dua cara yang
berbeda.
Cara
yang pertama dikenal sebagai pemrosesan sistematis (sistematik processing) atau
rute utama (central rute), dan cara ini melibatkan ketimbangan yang mendalam
dan hati-hati terhadap isi pesan yang terkandung didalamnya. Pemrosesan ini
membutuhkan cukup usaha dan menyerap banyak kapasitas pemrosesan informasi
kita.
Cara
yang kedua dikenal sebagai pemrosesan heuristic (heuristic processing) atau
rute periveral, melibatkan penggunaan aturan lama yang sederhana atau jalan
pintas mental yaitu seperti keyakinan bahwa “pernyataan para ahli dapat
dipercaya” atau ide bahwa “saya menyukai apa yang membuat saya menjadi baik”.
Jenis pemrosesan ini tidak terlalu menutup usaha dan memberikan kesempatan
kepada kita untuk bereaksi terhadap pesan yang persuasip secara otomatis. Hal
ini terjadi pada respon terhadap petunjuk pesan atau situasi menimbulkan
berbagai jalan pintas mental.
Perbedaan
antara sistematik dan heurisktik yang membantu menjelaskan mengapa orang dengan
mudah dipengaruhi ketika mereka terganggu misalnya, dengan meminta mereka untuk
melakukan dua hal sekaligus daripada ketika mereka tidak terganggu. Dibawah
kondisi-kondisi ini, kapasitas untuk memproses informasi terhadap pesan
persuasip menjadi terbatas, sehingga orang mengadopsi cara berpikir heuristic.
Jika pesan mengandung petunjuk yang tepat (misalnya, komunikator yang menarik
atau tampaknya ahli dibindangnya), persuasi dapat terjadi, orang berespon terhadap
petunjuk ini dan bukan pada argument yang disampaikan. Singkatnya, pendekatan kognitif
yang modern ini memberikan kunci yang terhadap pemahaman banyak aspek mengenai
persuasi.
D.
Ketika Sikap Gagal dirubah
1.
Resistensi
Terhadap Persuasi
Melihat
begitu banyaknya pesan persuasi yang kita hadapi setiap harinya, kita dapat
menarik kesimpulan yaitu, kita sangat resisten atau menolak pesan-pesan
persuasi tersebut. Jika kita tidak resisten, maka sikap kita akan terus menerus
berubah Karena dipengaruhi oleh pesan persuasi yang kita terima setiap hari.
Hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan yang menarik: mengapa kita begitu sulit
atau seakan jual mahal untuk mengubah sikap kita? Jawabannya melibatan beberapa
faktor yang semuanya menguatkan kemampuan kita untuk menolak terhadap usaha
persuasi yang sangat lihai.
2.
Reaktansi:
Melindungi Kebebasan Pribadi Kita
Reaktansi
adalah reaksi negatif pada ancaman terhadap kebebasan seseorang. Reaktansi sering kali
meningkatkan resistensi terhadap persuasi. Sebuah reaksi negatif
terhadap usaha orang lain untuk mengurangi kebebasan anda dengan membuat kita
melakukan apa yang mereka inginkan. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa
dalam situasi tersebut kita sering kali mengubah sikap kita kearah yang
berlawanan dengan apa yang dipaksakan terhadap kita yaitu sebuah efek yang
dikenal sebagai perubahan sikap negatif.
Adanya
reaktansi merupakan satu alasan mengapa usaha menjual dengan paksaan dalam persuasi
sering kali gagal. Ketika individu menangkap persuasi sebagai ancaman langsung
terhadap kebebasan pribadinya (gambaran mereka sebagai orang yang mandiri),
mereka termotivasi kuat untuk menolak. Resistansi tersebut pada gilirannya
merupakan petunjuk visual bahwa persuader akan gagal.
3.
Peringatan:
Pengetahuan Awal Akan Intensi Persuasi
Peringatan
adalah pemahaman dini bahwa individu akan menjadi target suatu usaha persuasi. Peringatan
sering kali meningkatkan pertahanan terhadap persuasi yang terjadi.
Ketika
kita menyaksikan televisi, banyak sekali iklan yang memotong hampir sebagian
besar program. Kita mengetahui dengan baik bahwa pesan-pesan ini dirancang
untuk mengubah pandangan kita yaitu untuk membuat kita membeli berbagai macam
produk. Apakah jika kita tahu ada maksud terselubung dibalik pesan persuasi
maka pengetahuan tersebut akan membantu kita untuk membantu kita untuk menolak
pesan tersebut? Penelitian terhadap efek dari pengetahuan dari pengetahuan yang
ada sebelumnya yaitu dikenal sebagai peringatan. Ketika kita mengetahui bahwa sebuah pidato,
pesan yang terekam, atau tertulis yang dirancang untuk mengubah pandangan kita,
kita sering kali lebih tidak suka dipengaruhi oleh hal tersebut dibandingkan
ketika kita tidak memiliki pengetahuan tersebut. Hal ini terjadi karena
kecurigaan mempengaruhi beberapa proses kognitif yang berperan dalam persuasi.
Pertama,
peringatan memberikan kita kesempatan untuk menciptakan sanggahan yang dapat
mengurangi kekuatan pesan persuasi. Selain itu, peringatan juga memberikan
waktu untuk mengingat faktor-faktor yang relevan dan informasi yang terbukti
berguna agar dapat menolak sebuah pesan persuasip. Peringatan tampaknya lebih
berguna jika terkait dengan sikap yang kita nilai penting, dan lebih kecil
kemungkinan terjadinya untuk sikap yang kita anggap kurang penting dari
peringatan.
4.
Penghindaran
Selektif
Penghindaran
selektif adalah kecenderungan untuk mengalihkan perhatian dari informasi yang menantang
sikap yang sudah ada. Usaha menghindari tersebut meningkatkan resistansi terhadap
persuasi. Cara lain untuk menolak usaha persuasi adalah melalui penghindaran
selektif. Kecenderungan untuk mengabaikan atau menghindari informasi yang
berbeda dengan sikap kita dan aktif mencari informasi yang konsisten dengan
sikap kita dan aktif mencari informasi yang konsisten dengan sikap kita, menunjukkan
dua sisi yang oleh psikologi social dikenal dengan selektif eksposure, dan
selektifitas tersebutlah yang membuat kita memfokuskan perhatian kita, membantu
memastikan bahwa sikap kita relative tetap sama untuk jangka waktu yang
panjang.
5.
Pertahanan
Aktif Terhadap Sikap Kita Yang Sudah Ada
Mengabaikan
atau menyaring informasi yang tidak sesuai dengan pandangan kita saat ini
adalah salah satu cara untuk menolak persuasi. Tetapi, bukti yang ada menunjukkan bahwa selain
bersikap pasif, kita juga menggunakan strategi yang lebih aktif untuk mempertahankan
sikap yang kita miliki yaitu melawan atau menyanggahnya. Dengan cara aktif ini,
pandangan yang berbeda lebih tertanam dalam ingatan tetapi dampaknya lebih
kecil pada sikap kita.
Hasil
penelitian menunjukkan, bahwa pesan yang isinya berbeda (Counterattitudinal) maupun
pesan yang sejalan dengan sikap yang mereka miliki diingat dengan sama baiknya.
Namun, praktisipan melaporkan bahwa mereka berpikir lebih sistematis tentang
pesan Counterattudinal dan melaporkan bahwa mereka mengeluarkan lebih banyak
pikiran yang berlawan dengan pesan tersebut yaitu sebuah tanda yang yang jelas
menunjukkan bahwa mereka memperdebatkan pesan tersebut. Dengan demikian,
terdapat satu alas an mengapa kita mampu menolak persuasi yaitu karena kita
tidak hanya mengabaikan informasi yang tidak konsisten dengan pandangan kita
saat ini, namun kita juga secara hati-hati memproses input yang berlawanan
dengan sikap kita dan menyanggah secara aktif hal tersebut. Dengan kata lain,
kita membuat benteng yang kuat untuk melawan usaha yang akan mengubah sikap
kita.
E.
Disonansi Kognitif
Disonansi
kognitif adalah sebuah keadaan internal yang tidak menyenangkan, merupakan
hasil ketika individu merasakan ketidak konsistenan
antara dua atau lebih sikap mereka atau antara sikap dan tingkah laku mereka.
1. Mengapa tingkah laku kita terkadang mempengaruhi sikap kita
Kita
menyadari bahwa dalam berbagai situasi, ada perbedaan yang cukup
besar antara apa yang kita rasakan (reaksi positif maupun negatif
pada objek atau isu tertentu), dan apa yang kita tunjukkan secara nyata. Sebagai
contoh, saya memiliki seorang tetangga yang baru saja membeli
sebuah kendaraan. Saya memiliki sikap negatif yang sangat kuat terhadap kendaraan itu
karena sangat boros, menambah jumlah polusi, dan secara umum hanya
membuang-buang uang saja. Akan tetapi ketika tetangga saya menyukai mobil
barunya, saya menelan ludah dan berkata, “bagus, sangat bagus” dengan sangat
antusias. Ia adalah tetangga dangat baik yang menjaga rumah saya ketika saya
pergi, dan saya tidak ingin mengecewakannya. Tetapi tentu saja merasa tidak
nyaman ketika saya mengutarakan kata-kata tersebut. Mengapa? Karena dalam
situasi tersebut tingkah laku saya tidak konsisten dengan sikap saya dan
keadaan membuat kita merasa tidak nyaman. Psikologi sosial
menyebut reaksi negatif yang
saya alami sebagai disonansi kognitif
yaitu sebuah keadaan yang tidak menyenangkan, yang terjadi ketika kita menyadari memiliki
beberapa sikap yang tidak konsisten dengan tingkah laku kita.
2.
Berbagai
cara mengurangi disonansi kognitif (cara langsung dan tidak langsung)
Dalam
bentuk awal disonansi dipokuskan pada tiga mekanisme dasar. Pertama, kita dapat
mengubah sikap kita atau tingkah laku kita sehingga konsisten satu sama lain.
Kedua, kita dapat mengurangi disonansi kognitif dengan mengurangi informasi
baru yang mendukung sikap atau tingkah laku kita. Ketiga, kita dapat memutuskan
bahwa sebenarnya ketidakkonsistenan tidak teralu berpengaruh. Dengan
kata lain kita dapat melakukan trivialisasi yaitu disimpulkan bahwa sikap atau
tingkah laku dipertanyakan tidak penting, sehingga ketidakkonsistenan tersebut
tidak signifikan.
Semua
strategi ini dapat dipandang sebagai pandangan langsung terhadap penurunan
disonansi. Strategi tersebut berpokus pada perbedaan antara sikap dan tingkah
laku yang menyebabkan disonansi .
§
Apakah Disonansi Kognitif Memang Tidak
Menyenangkan?
Dimana hal ini adalah asumsi utama dari teori
disonansi (keadaan yang tidak menyenangkan inilah yang seharusnya memotivasi
usaha untuk mengurangi disonansi tersebut). Berdasarkan penjelasan sebelumya jelaslah
bahwa disonansi memang menghasilkan perasaan negatif yang tidak menyenangkan.
§ Apakah Disonansi Merupakan Pengalaman Manusia
Yang Universal?
Berdasarkan teori disonansi, manusia tidak
menyukai ketidakkonsistenan. Mereka merasa tidak nyaman ketika mereka menangkap
adanya disonansi dalam sikap atau tingkah laku mereka, dan hal ini sering kali
membuat mereka terlibat dalam bukti yang menunjukkan dukungan terhadap hal ini.
Penelitian terbaru yang dilaporkan oleh Heini dan Lehman menunjukkan kesimpulan
bahwa disonansi adalah aspek universal dari pemikiran manusia walaupun faktor yang
menyebabkan disonansi dan bahkan besarannya dapat dipengaruhi oleh faktor
budaya.
3. Disonansi dan Perubahan Sikap: Efek Induced Compliance
Seperti yang kita bahas sebelumnya, berbagai
peristiwa dalam kehidupan sehari-hari mengharuskan kita untuk mengatakan atau
melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan sikap kita sebenarnya. Psikolog
sosial menyebut situasi tersebut sebagai Induced Compliance.
4. Disonansi Sebagai Alat Perubahan Tingkah Laku Yang Menguntungkan: Ketika
Hipokrisi Dapat Mendorong Kebaikan
Hipokrisi adalah secara terbuka menyatakan
memiliki sikap atau tingkah laku tertentu, tetapi kemudian bertindak dengan
cara yang tidak konsisten dengan sikap atau tingkah laku tersebut.
Perokok berat lebih banyak mengalami kanker
dari pada mereka yang bukan perokok. Saat memasuki abad ke 21, pada umumnya
orang mengetahui pernyataan-pernyataan diatas adalah benar, sehingga biasanya
mereka berhenti merokok. Apa yang diperlukan, dengan kata lain, untuk mengubah
tingkah laku yang nyata tidak sebanyak yang diperlukan seperti dalam mengubah
sikap. Dapatkah disonansi berguna untuk meningkatkan perubahan yang menguntungkan?
Ketika disonansi digunakan untuk menimbulkan hipokrisi kesadaran bahwa
seseorang secara terbuka menyatakan bahwa ia memiliki sikap atau bertingkah
laku tertentu, tapi kemudian bertingkah
laku dengan cara yang berbeda dengan sikap atau tingkah laku awal yang ia
nyatakan.
KESIMPULAN
Sikap
adalah evaluasi terhadap berbagai aspek dalam dunia sosial. Umumnya psikolog
sosial menggunakan istilah sikap untuk merujuk pada evaluasi kita terhadap
berbagai aspek dunia sosial serta bagaimana evaluasi tersebut memunculkan rasa
suka atau tidak suka kita terhadap isu, ide, orang, kelompok sosial,
objek, dan lain-lain. Sikap sering kali diperoleh dari orang lain melalui proses pembelajaran
sosial, pembelajaran tersebut melibatkan classical conditioning, instrumental
conditioning atau observational learning.
Beberapa faktor mempengaruhi kekuatan hubungan antara
sikap dan tingkah laku, beberapa diantaranya berhubungan dengan situasi dimana
sikap tersebut dilakukan dan selain itu berhubungan dengan aspek dari sikap itu
sendiri. Sikap tampaknya mempengaruhi tingkah laku melalui mekanisme yang
berbeda yaitu aspek situasi dan aspek dari sikap itu sendiri. Seni persuasi adalah
kegiatan menggunakan pesan untuk mengubah sikap. Dikarenakan adanya resistensi
terhadap persuasi menyebabkan sikap gagal untuk dirubah. Selanjutnya, terkadang
tingkah laku juga bisa mempengaruhi sikap kita itu disebabkan adanya disonansi
kognitif yang berarti sebuah keadaan internal yang kurang menyenangkan,
merupakan hasil ketika individu menyadari ketidakkonsistenan antara dua atau
lebih sikap mereka atau antara sikap dan tingkahlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Robert A.Baron, Donn Byrne. Psikologi Sosial (Jilid I).
Erlangga. 2003. Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar